Recent Posts

Rabu, 05 Oktober 2011

2 komentar

MUHAMMAD dlm 'KITAB AGAMA MAJUSI'

MUHAMMAD DALAM KITAB SUCI AGAMA MAJUSI
(ZEND AVESTA DAN DASATIR)

Zarathustra adalah pembaharu agama dari Persia kuno (dalam istilah Persia Zardust) Istilah modern Agama Majusi (Zoroaster) diadopsi oleh bahasa Yunani dan Latin. Dalam hymne-nya, nampaknya dia seorang nabi, dengan panca-roba antara keyakinan dan keprihatinan, tetapi dengan pegangan teguhnya kepada Tuhan yang dipertahankan dalam mengalami segala perubahan nasib.Ayahnya menyandang titel Spitmed. Dia memperoleh rukyah di usia muda dan berwawan-sabda dengan para malaikat serta Yang Tertinggi. Keyakinannya atas dakwah dan risalahnya yang suci dihembuskan dengan kata-kata:

Sayalah pilihan-Mu sejak awal, segala yang lain saya anggap musuhku. Kepada-Mu saya mengaduh.

Tataplah aku wahai Tuhan, dan berilah saya pertolongan, sebagai seorang kawan yang menghadiahkan kepada kawan yang disayangi. Katakan kepadaku sebenarnya, wahai Tuhan, dengan amal salih manusia yang akan siap diganjar sebelum kehidupan yang terbaik tiba, Yang memelihara bumi di sini di bawah ini sehingga mereka tidak jatuh? Yang membuat air dan tetumbuhan (Yasht 44:3-5).

Zoroastrianisme (Agama Majusi), yang umum dikenal sebagai Parsi-isme adalah agama kuno Persia. Ini adalah agama orang-orang Iran sebelum Islam. Agama ini juga disebut agama penyembah api dan Magianisme. Kitab suci agama kaum Parsi diketemukan dalam dua bahasa Zendi dan Pahlvi. Disamping dua ini, beberapa kepustakaan dalam tulisan Cuneform juga diketemukan. Naskah Pahlvi menyerupai naskah Persia kini, tetapi Zendi dan Cuneform itu berbeda bentuknya. Dalam kitab suci Iran kuno ada dua pembagian penting, satu dikenal sebagai Zend Avesta atau Avesta Zend, dan yang lain adalah Dasatir. Masing-masing dari mereka dibagi lagi dalam dua bagian Khurda Avesta dan Kalan Avesta, juga dikenal Zend dan Maha Zend, Khurda Dasatir dan Kalan Dasatir. Begitu banyak versi yang berbeda-beda di sana, yang mengenai jumlah, bahasa, serta periode wahyu dari kitab-kitab ini tak ada suatupun yang bisa dipastikan (1). Ada sebelas pengucapan nama Zarathustra (Zoroaster) yang berbeda-beda, yang katanya menjadi ketua pengarang kitab-kitab ini. Apa arti nama Zoroaster itu meragukan. Begitu pula tak ada yang secara pasti bisa mengatakan dimana dia itu berasal dan dimana dia dilahirkan (2). Beragam perbedaan ini mendorong beberapa pakar berpendapat bahwa pribadi Zoroaster itu sesungguhnya hanya fiktif dan khayalan.

Dipercayai oleh penganut Majusi bahwa agama mereka berasal dari zaman yang sangat kuno, tetapi banyak orientalis serta pakar peneliti yang tidak setuju dengan pendapat mereka, dan juga telah menunjukkan melalui fakta sejarah bahwa agama ini telah mengambil beberapa kebajikan dari legenda Yahudi serta mitologi Yunani. Penyiaran agama Majusi ini sejak dahulu terbatas hanya di negeri Persia. Namun, tercatat dalam Dasatir, bahwa Shankara Kas dan Vyasaji, dua penguasa India, setelah lama berbincang bisa diyakinkan akan kebenaran agama ini, dan karenanya mulai mengajarkannya di India (Dasatir, Namah Sasan). Begitu pula, kita temukan dalam Zend Avesta Farvardin Yasht bahwa Buddha telah berdebat dengan mereka lalu mengalahkannya, tetapi anekdot ini tidak dapat dibuktikan apakah lalu agama Weda disiarkan di Persia ataukah keyakinan Persia ini disebarkan di India. Tidak ada catatan sejarah bisa diperoleh untuk menunjang teori ini. Hanya ini yang bisa disimpulkan yakni bahwa baik orang Iran maupun India hanya mempunyai titik persinggungan dalam agama masing-masing. Baik  dharma Weda maupun Parsiisme bukanlah suatu agama dakwah dan karenanya mereka hanya terbatas pada perbatasan masing-masing wilayahnya sendiri. Kaum Majusi menganggap dirinya monoteis tetapi orang-orang lain menganggap bahwa mereka itu mempercayai  dua tuhan. Mereka menyebut tuhannya sebagai Ahur mazda. Ahur berarti Tuan dan Mazda bijaksana, jadi nama tuhannya adalah ‘Tuan Yang-bijaksana”.

HUBUNGAN AJARAN ZOROASTER DAN AGAMA LAINNYA.

Bagian awal dari ajaran Zarathustra dikenal sebagai Gatha. Kita juga menemukan sebutan Gatha dalam Weda. (3) Tetapi tidak ada disebutkan Weda serta kitab Hindu lain-lainnya dalam kitab suci agama Majusi. Ini menunjukkan bahwa Gatha itu lebih tua dari Weda. Begitu pula, dalam Weda ada rujukan tentang Purana (Yajusha Purana) yang kenyataannya adalah Yajush sah puranam (yajush datang dari Puran). Yajush ini adalah bagian dari kitab suci parsi Zend Avesta. Dan menurut pendeta Hindu, Purana itu tidak lebih tua dari Weda tetapi Weda lebih tua dari Purana, meskipun aneh juga untuk melihat bahwa Purana yajush ha ada terdapat di Zend Avesta dan bahkan di Weda. Karena itu beberapa pakar menyimpulkan bahwa purana tertentu itu lebih tua daripada Weda.

Suatu bagian yang patut direnungkan dalam ajaran Zoroastrian adalah juga kemiripannya dengan ajaran Alkitab dan al-Quran.Di bawah ini kita berikan beberapa petikan dari persamaan semacam itu.

Penciptaan dari alam semesta ini lengkap dalam enam periode masa. Ahurmazda pertama menciptakan langit, lalu air, kemudian bumi, lantas tanaman, kemudian hewan dan pada akhirnya, Dia ciptakan manusia. Manusia itu dilahirkan sepasang, yang dikenal sebagai Mashya dan Mashyoi (lelaki dan perempuan). Pasangan manusia pertama ini tumbuh selama empat-puluh tahun sebagai tanaman dan kemudian berubah dalam bentuk laki-laki dan wanita. (4) Tuhan mengatakan kepada Yim (Nuh) bahwa suatu badai salju yang ganas akan segera terjadi, yang akan membinasakan para pembuat kejahatan. Nuh kemudian diminta untuk membuat bangunan di bawah tanah dan mengumpulkan di dalamnya sepasang tanaman, binatang, serta manusia. Demikianlah hal itu dilaksanakan, dan kecuali mereka yang terlindung di gua itu, maka semua ciptaan binasa. Yim atau Nuh dinyatakan sebagai nabi pertama yang memberi Syariah, tetapi dinyatakan bahwa dia menurun dalam megajarkan kenabiannya, sehingga karena itu Zarathustra menjadi pemberi hukum yang pertama (Vendidad, 11:4).

AJARAN ZARATHUSTRA DIBENARKAN OLEH NABI SUCI MUHAMMAD

Al-Quran menekankan:
“Allah (Tuhan) itu Esa (Q.S.112:1). Tetapi Ke-Esaan-Nya bukanlah satu hal yang numerikal. Ini adalah atribut personal dari-Nya. Islam menyatakan Ke-Esa-an mutlak dari Dzat Ilahi dan menjatuhkan pukulan maut terhadap segala bentuk politeisme termasuk tiga dalam satu atau satu dalam tiga (Trinitas) yang adalah numerikal. Ke-Esa-an  Dzat Ilahi dalam Islam berarti tak suatupun yang dapat dibandingkan dengan Dia. Satu dari numerikal itu bisa dibandingkan dengan dua atau tiga atau empat dan dia mempunyai pecahan 1/2,1/3,1/4 dan seterusnya. Ada dua kata Arab yang berbeda yakni ‘wahid’ dan ‘ahad’; wahid untuk satu yang numerikal tetapi ‘ahad’ adalah yang tidak punya pecahan dan tak satupun yang bisa dibandingkan atau paralel dengan-Nya.

Zarathustra (Zoroaster) menyatakan:
‘Dia adalah Esa tetapi bukannya satu dari bilanagan’ (Nama Shat Vakhshur Zarthusht Dasatir halaman 69).


Al-Quran menekankan: “Tak ada satupun yang menyerupai Dia” (Q.S.112:4). Zoroaster menyatakan: Dia tak punya suatupun yang menyerupaiNya. (Nama Shat Vakhshur Zarthusht Dasatir halaman 69).


Al-Quran menekankan: “Tak ada sesuatu yang seperti Dia” (Q.S. 42:11). Zoroaster menyatakan: Tak suatupun yang mirip dia.(Dasatir halaman 70).


Al-Quran menekankan: “Allah ialah yang segala sesuatu bergantung kepada-Nya. Ia tak berputera, dan tak diputerakan” (Q.S.112:2-3).
Zarathustra menyatakan: Dia tanpa asal atau akhir, tanpa sekutu, musuh, prototip, kawan, ayah, ibu, isteri, putera, tempat tinggal, jasad, atau bentuk, dan tanpa warna serta indera. (Dasatir halaman 71).


Al-Quran menekankan: “Dia Yang menciptakan segala sesuatu, lalu menentukan ukurannya”(QS.25:2).
Zoroaster menyatakan: “Dia memberi kehidupan dan kehadiran dari segala sesuatu”(Dasatir halaman 3).


Al-Quran menekankan: “Penglihatan tak dapat menjangkau Dia, dan Dia menjangkau (semua) penglihatan, dan Dia itu Yang Maha-tahu, Yang Maha-waspada (Q.S. 6:104) dan hanya dapat dilihat dengan mata ruhani.
Zarathustra menyatakan: “Tiada mata bisa melihatNya ataupun tenaga fikiran bisa menangkap-Nya.” (Dasatir hal.68).

Al-Quran tidak saja membuat pernyataan, melainkan juga memajukan alasannya. Dzat yang meliputi semua penglihatan, dan yang pada saat yang sama adalah Dia yang canggih dalam pemahaman serta tak terbatas. Tuhan tak dapat ditangkap dengan mata fisik. Dia itu  Yang Ghaib. Fakta ini juga dinyatakan dalam dasatir “Katakan ke dunia bahwa Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata wadag beberapa mata yang lain diperlukan untuk menangkap-Nya” (Dasatir halaman 107).


Al-Quran menekankan: Materi dan jiwa itu tidak kekal seperti Dia: “Yang menciptakan segala sesuatu, lalu menentukan ukurannya”(Q.S. 25:2).
“Dia ialah Yang Pertama, dan Yang Terakhir, dan Yang Tersembunyi, dan Ia Yang Maha-mengetahui”(Q.S. 57:3).
Zarathustra menyatakan: Engkau adalah yang paling Awal, tak suatupun sebelum Engkau” (Dasatir
hal.66).


Al-Quran menekankan: “Dan kedudukan yang paling luhur di langit dan di bumi adalah kepunyaan Dia” (Q.S. 30:27).
Zarathustra menyatakan: “Dia itu di atas segala sesuatu yang dapat kaubayangkan” (Dasatir hal.33).

9. Al-Quran menekankan: “Janganlah putus asa dari rahmat Allah” (Q.S. 39:53).
Zarathustra menyatakan: “Janganlah kecewa atas kebaikan dan rahmat-Nya” (dasatir halaman 33).


Al-Quran menekankan: “Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya” (Q.S. 50:16).
Zarathustra menyatakan: “Kami lebih dekat kepadamu daripada dirimu sendiri” (Dasatir hal.122).


Al-Quran menekankan: “Dan tiada yang tahu balatentara Tuhan dikau selain Dia!”(Q.S.74:31).
Zarathustra menyatakan: “Malaikat itu tiada terbilang” (Dasatir halaman 6).


Al-Quran menekankan: “Dan sesungguhnya ia(Jibril) menurunkan Quran dalam hati engkau dengan izin Allah” (Q.S. 2:97).
Zarathustra menyatakan: “Tuhan berfirman kepada Adam kata dari Tuhan adalah yang diwahyukan malaikat ke dalam hatimu” (Dasatir hal.37).


Al-Quran menekankan: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berbuat baik, mereka memperoleh jamuan taman Firdaus” (Q.S.18:107).
Zoroaster menyatakan: “Bila seorang dengan amalan yang baik meninggalkan tubuhnya ini maka Aku akan mengirimkan dia ke Surga” (Dasatir halaman 13).


Al-Quran menekankan: “Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada di Taman dan air mancur. Masuklah di sana dengan damai, aman. Dan Kami akan mencabut apa yang ada dalam hati mereka berupa dendam-kesumat (sehingga mereka) seperti saudara, (duduk) di sofa berhadap-hadapan. Di sana mereka tak akan terkena lelah, dan mereka tak akan diusir dari sana”(Q.S. 15:45-48).
Zoroaster menyatakan: “Para penghuni Surga akan memperoleh melalui kasih-sayang Tuhan, semacam tubuh yang tiada akan lelah ataupun menjadi tua ataupun sesuatu yang kotor, akan bisa msuk ke dalamnya” (Dasatir hal.9). “Mereka akan hidup selamanya dalam tempat tinggal yang penuh kebahagiaan” (Dasatir halaman 13).


Al-Quran menekankan: (Neraka) “Di sana mereka tak akan merasakan kesejukan dan tak (merasakan pula) minuman. Kecuali air mendidih dan air yang keliwat dingin”.(Q.S. 78:24).
Zoroaster menyatakan: “Penghuni neraka akan tinggal di sana selamanya, mereka akan disiksa baik dengan panas menyengat maupun dingin menggigil” (Dasatir halaman 38).

Disamping itu, kita dapati dalam Dasatir, perintah mengenai sikap kesatria, kesucian perkawinan, menepati janji, larangan terhadap miras, pemotongan rambut terhadap kelahiran anak, membersihkan tubuh dengan mandi, wudhu dan tayammum dan sebagainya.(5)

Tiga macam cara turunnya wahyu Ilahi digambarkan dalam sebuah rukyah di dalam keadaan antara mimpi dan jaga serta waktu sedang terjaga. (Nama Shat Vakhshur Zartusht, 5-7).
Dua jenis perintah (menentukan dan kiasan) (Nama Shat Vakhshur Zartusht, 5-7).
Seorang nabi diperlukan untuk memaksakan hukum semacam itu yang setiap orang harus mematuhinya (Nama Shat Vakhshur Zartusht hal.5). Manusia itu saling bergantung  dan mereka siaga membutuhkan hukum Ilahi yang hisa diterima semuanya, yang dapat mencabut tirani, kebohongan dan buruk-sangka serta memberikan kedamaian dan harmoni ke dunia. Para pembawa syariah ini harus seorang yang mendapat ilham Ilahi sehingga semua orang bisa tunduk kepadanya”.(Nama Shat Vakhshur Zartusht, halaman 45-49).

Menyangkut pengakuan terhadap seorang nabi, Zarathustra berkata:

“Mereka bertanya kepadamu bagaimana mereka bisa mengenali seorang nabi dan mempercayai kebenaran apa yang dikatakannya; mengatakan kepada mereka apa yang diketahuinya yang orang-orang lain tidak tahu, dan dia akan memberitahumu bahkan apa yang tersembunyi dibalik fitrahmu; dia akan bisa menyatakan padamu apa yang kautanyakan dan dia akan memperagakan perkara yang orang lain tak dapat memperagakan” (Ibid halaman 50-54).

Ketika para sahabat Nabi Suci, menyerbu Persia dan berhubungan dengan umat Majusi serta mempelajari ajaran-ajarannya, mereka seketika berkesimpulan bahwa Zarathustra (Zoroaster) itu sungguh seorang Nabi yang menerima wahyu Ilahi. Jadi mereka menyesuaikan perlakuannya kepada umat Majusi sebagai “Ahli Kitab” yang lain. Meskipun nama Zoroaster itu tidak terdapat dalam Quran Suci, tetap dia dianggap sebagai satu dari para nabi yang tidak disebut dalam al-Quran, karena ada suatu ayat dalam Kitab Suci ini yang berfirman:

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus para Utusan sebelum engkau; sebagian mereka ada yang    Kami kisahkan kepada engkau, dan sebagian dari mereka ada yang tak Kami kisahkan kepada    Engkau” (Q.S. 40:78).

Sesuai dengan itu kaum Muslimin memperlakukan pendiri agama Majusi (Zoroastrianisme) sebagai seorang nabi yang benar dan mempercayai agamanya seperti yang telah mereka lakukan kepada kredo samawi yang lain, dan karenanya sesuai dengan nubuatan ini, melindungi agama Majusi. James Darmestar telah sejujurnya mencatat hal ini dalam terjemah Zend Avesta:

 “Pada waktu Islam mengasimilasi umat Zoroastrian menjadi Ahli Kitab, ini mengungkap perasaan   sejarah yang jarang terjadi dan memecahkan masalah asal-usul dari Kitab Avesta”.(6)


BAGAIMANA ZOROASTER MERAMALKAN KEBENARAN DARI NABI SUCI

 “Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, dan setelah api menerangi   sekelilingnya, Allah mengambil cahaya mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan –   mereka tak dapat melihat” (Q.S. 2:17).

Beberapa orang yang materialistis dan tak punya nalar, ketika menemukan kemiripan yang dekat antara ajaran dari dua kitab suci agama, cenderung untuk mengira bahwa kitab yang diwahyukan belakangan itu menyontek ajaran dari kitab yang lebih tua. Tetapi Tuhan yang telah memberikan Cahaya kepada seorang nabi dan umatnya dapat juga memberikan Cahaya dan Kebenaran yang sama kepada nabi yang lain. Selanjutnya, para nabi dan pengikutnya selalu berusaha menjaga hadiah Ilahi ini hanya ke lingkungan khusus mereka sendiri. Maka sedikitlah kemungkinan peniruan atau reproduksi ajarannya. Tuhan itu Pemelihara dunia sehingga mustahil melalaikan setiap makhluk-Nya. Dia adalah Tuhan Timur dan Barat. Seperti matahari fisik yang berjalan dari Timur ke Barat untuk memberikan sinarnya ke setiap umat dan tempat, begitu pula matahari ruhani dan Cahaya Ilahi sama-sama memancarkan sinarnya ke segenap umat dan negeri. Setiap kaum memiliki Timurnya sendiri dan melihat matahari terbit dari sana, mengira bahwa dia terbit khusus buat dirinya saja, hanya ada satu Timur dan Barat. Tetapi setiap orang yang tahu bentuk bumi akan faham bahwa setiap titik darimana matahari terbit di Timur bagi umat di belahan Timur dan titik yang sama di Barat untuk manusia di belahan lainnya. Kebenaran ilmiah yang besar ini telah diwahyukan oleh Quran Suci tigabelas abad sebelumnya ketika dinyatakan:

 “Tetapi tidak! Aku bersumpah demi Tuhan tanah Timur dan tanah Barat!” (Q.S. 70:40).

Timur dan Barat itu istilah yang nisbi. Titik yang sama bisa berlaku buat Timur atau Barat bagi umat yang berbeda. Jadi Tuhan dengan merata memberkahi para makhluk-Nya dengan cahaya baik fisik maupun material. Tuhan yang memberikan Api kepada Zarathustra dengan mana dia menerangi negeri Iran, juga memberi kepada Bani Israil, ‘Bintang Timur’ (dalam pribadi Yesus Kristus) untuk membimbing mereka (Wahyu 22:16, 2:28;2 Petrus 1:19), dan Dia bangkitkan, bagi umat di India, Krishna Chandra atau “Rembulan”, karena menunjukkan cahaya bagi orang-orang di negeri ini. Lalu masalah yang perlu dipertimbangkan bahwa semua pencahayaan ini, Api Zarathustra, Bintang Timur Kristus, dan Rembulan Krishna telah meramalkan datangnya Matahari Bercahaya yang datang paling terakhir dari antara mereka dalam pribadi Muhammad. Jika Quran Suci menunjang dengan bukti-bukti atas ajaran mereka, maka mereka juga telah meramalkan kebenaran dakwah Nabi s.a.w. Karena itu, tak seorangpun dari mereka yang meminjam sesuatu dari yang lain. Mereka semuanya minum dari mata air yang sama dan Tuhan Yang-esa telah memberi mereka cahaya dan ajaran.

Ayat yang dikutip pada judul bab ini tepat benar diterapkan kepada rakyat Persia –

“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, dan setelah api menerangi sekelilingnya, Allah mengambil cahaya mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan –mereka tak dapat melihat” (Q.S. 2:17).

Umat ini dikenal sebagai penyembah api dan kuil mereka disebut “Kuil Api”. Dari umat ini Tuhan berfirman dalam ayat ini bahwa sekeliling mereka menjadi terang ketika api itu dinyalakan, tetapi pada saat cahayanya diambil oleh Tuhan, mereka mulai terantuk dalam kegelapan seperti orang buta. Setelah mereka menyimpang dari jalan yang benar dari ajaran Zarathustra mereka dikatakan oleh al-Quran:

“Tuli, bisu dan (dan) buta, maka mereka tak dapat kembali”.(Q.S.2:18).

‘Kavi’ dan ‘Karapon’ adalah dua istilah khusus yang diterapkan dalam agama Majusi kepada mereka yang tidak dapat melihat atau mendengar sesuatu pun dari Tuhan (Ormazd Yasht,10; Bahram Yasht, 1:4). Ketika Raja Gard III (abad 5 s.M.) mendeklarasikan Zoroastrianisme sebagai Agama Negara Armenia, dia memproklamasikan dekrit berikut ini:

 “Kalian harus tahu bahwa setiap orang yang tidak mengikuti Mazda maka duia adalah tuli, buta, dan ditipu oleh setan Ahriman” (7).

Api yang dinyalakan oleh Zoroastrian sesungguhnya adalah lambang penyembahan kepada Tuhan. Dengan menyalakan api diharapkan mereka membuat ikrar bahwa mereka akan selalu mengikuti Cahaya Ilahi dan teguh dalam syariat agama mereka. Nabi Zarathustra sendiri menerangkan hal ini sebagai berikut:

 “Saya jelaskan kepadamu, mereka yang sedang berkumpul di sini, kebijaksanaan dari Tuhan Yang   Maha-bijaksana. Saya terangkan kepadamu pujian dan pengagungan kepada-Nya serta melodi dari   Jiwa yang saleh yang adalah suatu Kebenaran yang perkasa dan yang kulihat terbit dari Api Suci ini.   Dengarkan dengan cermat kenyataan dari fenomena ini, dan renungkanlah, dengan fikiran yang   jernih serta berbakti, terhadap nyala Api ini” (Gatha Yasht.30:1-2).

Jadi jelaslah dari dari kata-kata bijak dari Zoroaster ini bahwa Api dalam Kuil adalah tanda biasa dari janji untuk teguh dalam syariat agama dan memberi mereka suatu pemikiran yang mendalam.

Quran Suci juga telah membicarakan Api dan membuat hal ini semakin jelas untuk kaum Majusi.
Sesungguhnya, al-Quran menyatakan empat macam api.

Api yang bercahaya maupun membakar  seperti halnya api material.
Api yang tidak  bercahaya maupun punya kualitas untuk membakar, seperti api yang ada di dalam pohon.
Api yang tidak bercahaya, tetapi yang membakar, seperti misalnya api neraka.
Api yang bercahaya tetapi tidak membakar. Dan ini adalah petunjuk utama. Seperti dikatakan Musa:

“Tatkala ia melihat api, ia berkata kepada keluarganya: Tinggallah (sebentar), aku melihat api; boleh jadi aku akan membawa kepada kamu api yang menyala di sana, atau aku mendapat petunjuk pada api itu” (Q.S.20:10).

Pada tempat lain kita menemukan kata-kata: “Diberkahilah orang yang mencari api dan orang-orang di sekelilingnya”(Q.S.27:8).
Sejarah kini dari agama parsi menunjukkan bahwa beberapa lama setelah Zoroaster, kaum Parsi
meninggalkan syariat agama mereka dan bahwa “Ikrar Api” kemudian diredusir menjadi cuma sekedar menyembah api, sehingga agama itu benar-benar ditinggalkan seluruhnya oleh mereka (Epistles dari Sasan I dan Sasan V dalam Dasatir). Kitab suci mereka telah dilempar kebalik layar atau ada juga dimusnahkan oleh penaklukan bangsa Parsi oleh Yunani atau tercampur-aduk sehingga kini mereka dianggap hanya sebagai puing-puing suatu agama.

 “Sebagaimana Persia sebagai kaum yang runtuh maka demikian pula kitab sucinya menjadi suatu puing-puing agama” (Sacred Books of the East, jilid IV, Introduction halaman 11-12).

Jika suatu bangsa atau agama dikatakan hidup karena kekuatan petunjuknya dan tak tercemarnya kitab sucinya, maka sungguh agama Parsi langka dari kehidupan seperti itu. Tidak ada kitab suci Parsi yang diketemukan hari ini dalam bentuk aslinya, dan bahasa mereka pun bukan bahasa yang hidup. Bagaimanapun, beberapa relik masih di dapati di puing-puing ini berisi beberapa petunjuk dan nubuatan Zarathustra akan kemerosotan mereka hari-hari ini. Dan di antara relik ini adalah ramalan tentang mendinginnya api di kuilnya, pencerahan dari bangsa Persia, ikutnya mereka pada kepemimpinan nabi bangsa Arab, membalikkan mukanya untuk beribadah menghadap Kakbah, dan masuk Islamnya para pemimpin Persia.

Seperti halnya Zarathustra yang menyalakan Api Ruhani di Persia, dengan sikap serupa, Nabi Muhammad, atas padamnya api itu, beliau nyalakan lagi api yang sama di tanah Arab. Nabi, sesuai dengan ayat Quran Suci: “Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api”(QS.2:17), diriwayatkan telah bersabda:

 “Perumpamaanku adalah perumpamaan dari lelaki itu (Zarathustra) yang menyalakan api” (Bukhari 81:26). Kata-kata ini, sesungguhnya, mengacu kepada nubuatan besar dari Zoroaster. Persis seeperti Musa yang memberi kesaksian atas seseorang yang seperti dia:

“Dan seorang saksi dari kalangan kaum Bani Israil telah menyaksikan orang yang seperti dia”  (Q.S. 46:10)

Demikian pula, Zarathustra berdiri saksi akan adanya seorang nabi yang seperti dia.

API DI KUIL PERTAMA AKAN MENDINGIN DENGAN DATANGNYA SEORANG YANG DIJANJIKAN 

Nubuatan berikut ini sangat kuat dan penting diperhatikan serta difikirkan mendalam oleh setiap pakar peneliti. Nabi itu meminta perhatian :

“Semoga engkau menyala di rumah ini! Semoga engkau selalu menyala di rumah ini! .     Semoga engkau berkobar di rumah ini! Semoga engkau meningkat di rumah ini!
Bahkan sampai jangka-waktu yang lama, hingga restorasi yang penuh kekuatan di dunia ini, hingga saat, dari kebaikan, restorasi yang penuh daya dari dunia ini”(Atash Nyayish, 9).

Ayat ini sungguh jelas dan sulit diperlukan komentar lagi. Diramalkan bahwa api itu akan berhenti menyala bila restorasi dunia ini akan terjadi. Ada dua pilihan yang disebut dalam nubuat yang dicatat di atas. Api akan menyala, berkobar, tambah meningkat di kuil api Iran dan tak pernah padam, bahkan untuk jangka­waktu yang lama. Tetapi bila saat pembaharu kebaikan yang penuh kekuatan tiba, maka api itu akan padam. Sekarang, bagian pertama dari nubuatan itu telah digenapi sepenuhnya seperti misalnya bahwa api itu menyala, berkobar dan meningkat di kuil yang dibangun oleh Zarathustra. Bagian kedua dari ramalan juga telah terpenuhi, karena api itu telah mendingin empatbelas abad yang lalu. Demikian pula hasil akhir juga telah keluar, yakni, bahwa saat restorasi dan pembaharuan demi kebaikan yang penuh kekuatan juga telah benar-benar tiba dengan datangnya nabi yang dijanjikan.

REFORMASI YANG DILAKUKAN NABI

Kita telah melihat dalam nubuat Zarathustra bahwa pembaharu yang dijanjikan akan memperbaiki kejahatan dari kaum Majusi sebagaimana terhadap kaum penyembah berhala. Adalah suatu fakta bahwa tak ada penyembahan berhala dalam agama Majusi, tetapi semacam penyembahan benda alam, tentunya, ada. Untuk memulainya, mereka percaya kepadadua Pencipta. Yang satu adalah Pencipta cahaya dan lainnya adalah Pencipta kegelapan. Yazdan dan Ahriman masing-masing namanya. Semua yang bermanfaat dan hal-hal yang baik adalah ciptaan Yazdan atau Hormudz dan perkara yang  buruk diciptakan oleh Ahriman. Kehidupan, cahaya, kesehatan dan semua hal yang suci itu diciptakan oleh Hormudz, sedangkan kematian, kegelapan, penyakit, serta hal-hal yang kotor adalah ciptaan Ahriman (Vendidad Fargard, I). Idea dua Tuhan dalam penciptaan alam semesta ini tidak cocok dan hanya berdasar kebodohan terhadap sifat-sifat benda yang diciptakan. Segala sesuatu, meskipun itu jelas nampak seolah-olah merugikan atau melukai, itu memiliki beberapa manfaat dan kegunaan yang tersembunyi dan bila digunakan dengan tepat akan memperagakan kebijakan yang luar-biasa dari Tuhan Yang Maha-bijaksana. Siang hari seolah lebih bermanfaat untuk manusia, tetapi malam hari juga sama-sama penting dan bergunanya. Quran Suci menyatakan:

“Dan Kami membuat tidur kamu untuk istirahat. Dan Kami membuat malam sebagai penutup. Dan Kami membuat siang untuk mencari mata penghidupan” (Q.S. 78:9-11).

Betapapun menakutkan kematian itu kelihatannya, namun kematian adalah jalan kemajuan dan perkembangan di masa depan. Betapa tepatnya al-Quran me’gingatkan:

“Yang menciptakan mati dan hidup” (Q.S. 67:2).

Bila ada perbedaan antara sang pencipta dari hal-hal ini, pasti akan terjadi benturan besar serta pertentangan di antara mereka dan kehidupan di dunia ini akan menjadi mustahil.

Lagi, ide bahwa api itu diciptakan oleh Hormudz dan kegelapan oleh Ahriman juga tidak mendalam. Fakta nyata adalah bahwa api tidak selamanya baik dan kegelapan tidak selamanya buruk seluruhnya. Penggunaannya yang tepat atau salah-guna menjadikan barang itu baik atau buruk. Bila api itu selamanya baik, dan benar-benar merupakan benda yang suci dan murni, lalu mengapa dia begitu sering membakar orang berikut harta-bendanya? Begitu pula, bukankah kegelapan, yang dipandang sebagai ciptaan yang buruk, sangat penting guna mengembangkan kemampuan kita dan demi kehidupan serta pemeliharaan dari tanaman dan binatang? Penyakit, tentunya, adalah perkara yang jelek dan menyakitkan, tetapi ini tidak diciptakan Tuhan. Betapa benarnya ketika Ibrahim berkata:

 “Dan jika aku sakit, Ia menyembuhkan aku” (Q.S. 26:80).

Penyakit itu adalah akibat perbuatan manusia sendiri dan kebanyakan karena perkosaan terhadap hukum kesehatan. Dengan sepatah kata, segala perkara itu yang telah dipandang jahat dan dinisbahkan kepada Ahriman, bukanlah tanpa guna dan manfaat. Segala sesuatu bila digunakan dengan tepat adalah baik dan hal yang sama bila disalah-gunakan akan menjadi buruk. Jadi, keputusan dalam Quran Suci:

 “Dan Dia menciptakan segala sesuatu” (Q.S. 6:102), menunjang hal ini.

Al-Quran dan nabi Suci Muhammad telah mengkoreksi banyak kesalahan dan kekurangan dalam agama Majusi. Abad kita adalah era ilmu dan penalaran sehingga tidak mungkin kenaifan yang mengatas-namakan agama bisa menarik seseorang di zaman ini. Para cendikiawan dari setiap masyarakat telah menjadi kehilangan selera terhadap agama, karena begitu banyak perkara yang tidak masuk akal dan menertawakan yang diatas namakan agama. Dan semua kelemahan ini yang memukul para pemuda Persia hari ini, telah dikoreksi oleh Nabi Suci Muhammad seribu tigaratus tahun yang lalu. Di bawah ini kami berikan suatu catatan singkat dari beberapa hal di atas :

Dinyatakan bahwa Hormudz memberikan kenabian kepada Yim (Nuh), tetapi dia menolak tanggung-jawab tersebut. Tindakan pembangkangan kepada Tuhan juga dinisbahkan kepada Vakhshur (Nabi-nabi), yang mana bertentangan dengan logika dan akal sehat. Apakah Tuhan tidak tahu sebelumnya bahwa si anu dan si polan tidak cocok untuk diberi amanat sebagai seorang nabi? Vakhshur atau para nabi datang di dunia sebagai model dan contoh-teladan, dan bila mereka sendiri mulai mengabaikan perintah Tuhan, lalu petunjuk apa yang bisa diberikannya kepada orang-orang lain? Dipercaya bahwa jasad orang mati itu mengotori bumi, udara dan orang yang mengusungnya dan penjaga neraka merasuk dalam tubuh si mati dan ketika melihat seekor anjing dia meninggalkan jasad itu lalu terbang menyingkir (Vendidad 8:14-21). Ini tiada lain adalah takhayul kuno. Perempuan itu dipandang begitu cemar dan kotor, selama masa datang bulan mereka dan bahkan makanannya pun tak boleh diberikan dengan layak. Makanan tidak boleh diserahkan kepada wanita yang kotor ini, sehingga harus dilempar dari jarak jauh dalam suatu penggorengan  atau panci. Mereka tidak dapat makan atau minum barang yang suci seperti air sampai mereka nyaris mati kehausan (Fargard, 5:45, 7:70). Membunuh seekor anjing dianggap lebih berat dosanya daripada membunuh seorang lelaki. Bahkan memberi makanan yang buruk kepada seekor anjing diancam hukuman yang lebih berat daripada membunuh seorang laki-laki. Sembilanpuluh kali hukuman cambuk bagi seorang pembunuh dan dua ratus kali cambuk bagi yang memberi makan anjing secara tidak layak. Bila seorang perempuan minum air setelah melahirkan anak, dia dihukum dengan duaratus kali cambukan; dan penalti buat seorang yang kotor menyentuh air atau sebatang pohon itu empatratus kali cambukan. Mengubur jasad orang mati atau membakarnya adalah suatu kejahatan yang tidak dapat diampuni atau dimaafkan sama-sekali. (Fargard, 4:49, 7:20, 6:5,5:39-44, 6:47 dan 8:22-29).

Banyak bumbu dan perkara mesum tentang perempuan dimasukkan oleh Mazda dalam kepercayaan Zoroastrian. Tetapi Anusyirwan yang Adil, terpengaruh oleh ajaran Islam, menyingkirkan pelecehan ini.


NUBUATAN ZARATHUSTRA MENGENAI MUHAMMAD DAN PARA SAHABATNYA.

Banyak ramalan yang jelas dalam  Zend Avesta, Kitab Zarathustra, tentang al-Quran, Nabi Muhammad dan para sahabatnya yang mulia. Sebagian dari ramalan ini tak diragukan lagi adalah mitis, dan tidak dapat diambil secara harfiah. Tetapi bila kita menafsirkan mereka dengan cara rasional di terangi fakta sejarah, mereka jelas menunjuk kepada nabi Muhammad dan tak seorang pun yang lain. Bagaimanapun, bagian yang lebih besar dari nubuatan itu eksplisit dan jelas tanpa sedikitpun bayangan keraguan. Mula pertama saya ambil bagian metaforisnya. Misalnya dalam Vendidad, bagian pertama dari Zend Avesta, dan di Yasht, bagian kedua dari buku yang sama, dicatat bahwa ada keturunan Zarathustra  yang tersembunyi  yang akan muncul beberapa waktu sesudah dia. Seorang perempuan, dikatakan, akan mandi di danau Kashva dan akan mengandung. Dia akan melahirkan seorang nabi yang dijanjikan Astvat-ereta atau Saoshyant (yang terpuji) yang akan melindungi agama majusi, yang akan membunuh setan, menghapuskan penyembahan berhala dan membersihkan agama Majusi dari kekotorannya. Sekarang adalah suatu fakta yang tegak dalam al-Quran: Membetulkan sebagian besar ajaran Zoroastrian dan karenanya melindungi keimanan yang asli dari Zarathustra; Menghapus semua penyembahan berhala, dan Membunuh iblis dengan membersihkan Zoroastrian dari kekotorannya. Kini bagian mistik dari nubuatan ini adalah:

     “Seorang perempuan akan mandi di danau Kashva dan akan mengandung. Dia akan melahirkan
       seorang nabi yang dijanjikan”.

Menurut kaum Zoroastrian danau Kashva diperkirakan di Sistan, dimana Raja Parsi Xerxes telah menghilang ketika mandi. Mereka menyatakan bahwa sumber air kehidupan yang sama dimana Xerxes yang Majusi dan Khwaja Khidir yang Muslim masih hidup disana, mengajarkan kebijaksanaan kepada umat dan membimbing mereka yang tersesat jalan. Menurut tafsiran kita, ibu yang mandi di danau Kashva atau sumber air itu yakni Siti Hajar yang agung, yang sungguh seorang yang salih, malaikat dari Yang Maha­tinggi seringkali datang kepadanya seperti dinyatakan dalam Alkitab:

       “Lalu malaikat Tuhan menjumpainya dekat suatu mata air di padang gurun”(Kejadian 16:7).
       “Engkau mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki” (Kejadian 16:11).
       “Aku akan membuat sangat banyak keturunanmu” (Kejadian 16:10).

Jadi ia akan mandi di suatu mata air yang secara ajaib muncul di keganasan padang pasir. Dia adalah nenek dari Nabi Suci. Mata air dimana dia mandi adalah suatu tanda bukti dari sumber air ruhani yang memancar di gurun pasir yakni al-Quran. Dan air dari sumber ini mendinginkan api yang menyala di kuil Majusi, dan juga hati segenap bangsa-bangsa di dunia serta memuaskan kehausan akan agama di muka bumi ini.

Ini di dalam Farvardin Yasht: “Kita menyampaikan pujian kepada Farfarshis yang baik, perkasa, dari kaum beriman yang berjuang di tangan kanan pangeran yang memerintah. Mereka datang beterbangan kepadanya, seolah mereka burung­burung yang bersayap baik. Mereka datang sebagai senjata dan perisai, menjaga di belakang dan di hadapannya, dari musuh yang tak terlihat, dari perempuan Varenya yang ditemuinya, dari pembuat kejahatan, cenderung kepada kerusakan dan dari musuh yang sungguh mematikan, Angra-Mainyu (Abu Lahab). Ini seolah ada seribu orang yang memusatkan perhatian kepada seorang, namun demikian tak ada pedang yang terhunjam, atau penggada yang memukulnya, atau panah yang mengenainya, atau busur yang ditusukkan, atau batu yang terlempar dari tangan yang bisa menghancurkannya”(Farvardin Yasht 63:70-72).

Saoshyant yang jaya, semoga Fravarshis dari kaum beriman datang secepatnya kepada kita. “Semoga dia datang membantu kita” (Farvardin yasht 29:145).

“Ini akan  memisahkan antara Saoshyant yang jaya dan para penolong (sahabatnya) di saat dia membaharui dunia ini, yang (sejak itu) tak pernah bertambah tua dan tak pernah mati, tak pernah merosot atau melapuk, senantiasa hidup dan senantiasa meningkat dan menjadi tuan dari kehendaknya. Di saat orang yang mati ruhaninya akan bangkit, di saat kehidupan dan keabadian akan datang dan dunia akan memperbarui keinginannya. Di waktu ciptaan menjadi lestari ciptaan yang makmur dari jiwa yang baik….dan obat akan lenyap, meskipun dia boleh menyerbu dari segala arah untuk membunuh beliau yang suci, dia dan ratusan barisan keturunannya (Quraisy) akan binasa, seperti itulah kehendak Tuhan. Ketika Astvat-ereta (Ahmad) akan bangkit dari danau Kashva (Ini berarti suci dari dosa) seorang sahabat dari Ahur-Mazda, putera dari (Vispataura vairi) Yang Meengetahui ilmu kejayaan”.(Zamyad yasht 89-90). “Kami menyembah Farvashi dari perawan suci yang disebut Vispataur-Vairi (yang menghancurkan semuanya) karena dia akan melahirkan beliau yang akan menghancurkan kejahatan dari daivas dan manusia, menghadapi keburukan yang dilakukan oleh gahi (setan)” (Sacred Books of the East jilid 23 Farvardin yasht I, 42 halaman 226). “Shaoshyant, akhir dari utusan di masa depan, di saat mana diperkirakan alam semesta ini akan direnovasi dan kebangkitan akan terjadi”.(Bundahish 30:4-27; 32:8. Brahman yasht 3:62. Lihat catatan kaki pada Dadistan-i-Dinik, halaman 14). “Shaoshyant yang akan menurunkan,dengan sepenuh perintah dari dunia, dengan pengagungan dari makhluk-makhluk gaib, dan dengan kepuasan dari malaikat dalam kemurtadan dan kekolotan dari segala macam yang tidak terampuni; dan penggenap dari perbaikan melalui kesinambungan agama yang murni. Dan melalui karya persaudaraan yang mulia tanpa cela, penguasa semacam itu bisa dilihat di atas matahari dengan kudanya yang sangat cepat, cahaya dari zaman dahulu, dan yang menyingkirkan semua kegelapan, kemajuan pencahayaan yang memperagakan siang dan malam dari dunia, berkaitan dengan kelengkapan yang sama dari renovasi alam semesta, dikatakan bahwa dalam wahyu Mazda (Tuhan) memuji, bahwa cahaya yang besar ini pakaian ketulusan yang disukai” (Dadistan-I-Dinik Bab 2:13-15). “Shaoshyant dilahirkan di Khavniras, yang membuat jiwa yang jahat tak berdaya dan menyebabkan kebangkitan (eksistensi spiritual dan masa depan)” (Bundahish 11:5). “Dalam tahun ke-57 dari Shaoshyant mereka mempersiapkan semua yang mati dan semua manusia berdiri; siapapun yang tulus maupun siapapun yang jahat, setiap makhluk manusia, mereka bangkit dari titik dimana hidup berpisah. Setelah itu ketika semua makhluk hidup memakai lagi jasad dan bentuk mereka. Kemudian mereka mengelompok (Bara yeha bund) menjadi satu kelas tunggal” (Bundahish Bab 30:6-27) “Kita memuja semua farvashis yang baik, heroik, dermawan dari para wali dari Gaya Maretan (yang diciptakan pertama) sampai Saoshyant yang jaya”. Tanya : “Mazda (Tuhan) membuat proklamasi; kepada siapa itu diumumkan? Jawab : Seseorang yang suci, dan orang bumi yang berhubungan dengan langit. Tanya: Bagaimana sifatnya, Dia yang membuat emansipasi suci ini? Jawab : Dia yang terbaik dari seluruh Penguasa. Tanya : Karakter yang bagaimana? (Apakah dia memproklamasikan dirinya sebagai dia yang akan datang?) Jawab : Sebagai yang suci dan terbaik, seprang penguasa, yang menjalankan kekuasaannya tanpa kekerasan dan tanpa kediktatoran” (Yashna 19:20). “Yang paling berkuasa di antara Farvarshis dari kaum beriman, wahai Spitma! adalah orang dari hukum yang primitif, atau mereka yang pada saat Saoshyant belum dilahirkan, siapakah yang memperbaiki dunia?” (Fravardin yasht 13:17). Dalam Sarosh yasht mereka disebut kawan dari Saoshyant (Sarosh yasht 4:17). “Jalan ini yang telah diwahyukan oleh Ahura (Tuhan) sebagai fikiran tuhan sendiri, dibuat dari perintah yang diwahyukan dari Shaoshyant, kebijakan yang tertinggi. Seperti juga kata-kata dan perbuatan tulus dari Shaoshyant tidak hanya diumumkan dan dibuat, melainkan juga jalan itu dijadikan hukum” (Gatha yashna 34:13). “Kita memuja Saoshyant, dengan pedang, dengan kejayaan” (gatha yashna 59:28). “Saya berhasrat mendekati orang yang membaca doa; doaku, yang karenanya memelihara fikiran, fikiran yang baik, dan kata-kata yang diucapkan dengan baik, dan perbuatan yang dilakukan dengan baik, dan kesalehan yang dermawan, bahkan dia yang menjaga Mathra dari Saoshyant dengan amalnya maka kedudukannya akan selalu maju dalam tatanan yang benar” (Visparad 2:5). “Anda yang beriman keagamaan yang setiap Saoshyant (Saoshyant dan para sahabatnya) yang akan (belum datang) menyelamatkan (kita), seorang suci yang beramal dengan penuh makna yang nyata” (Yashna 12:7). “Dengan lagu ini (yang sepenuhnya) dinyanyikan dan demi Saoshyant yang suci, dermawan dan abadi” (Yashna 46:3). “Kapan datang pemberi yang agung! Mereka yang pada terangnya hari memegang teguh tatanan dunia yang benar, dan maju terus menekan? Kapankah skema Saoshyant penyelamat dengan wahyunya yang luhur (muncul)? Kepada siapa pertolongan dia (yakni pemimpin mereka) mendekat, dia yang mempunyai fikiran yang baik?”(Yashna 46:3). “Ini kutanyakan pada-Mu wahai Ahura (Tuhan) katakan sebenarnya, kapan pujian diberikan, bagaimana (saya harus melengkapi) doa dari dia yang sepertimu wahai Mazda?”. “Biarlah seorang seperti-Mu mendeklarasikannya dengan sungguh-sungguh kepada kawan yang seperti aku, jadi melalui ketulusan-Mu memberikan pertolongan yang bersahabat kepada kita, sehingga dengan demikian seorang seperti-Mu bisa menarik kita kedekat-Mu melalui fikiran baik-Mu” (Yashna 44:1). “Kemudian lelaki yang Ideal akan muncul yang rencana-rencana cerdasnya akan bergerak, sehingga mengusir skema yang tercemar dari para pendeta palsu dan para  tiran”(Yashna 48:10). “Engkau (wahai Tuhan) di dalam (kekuasaan)-Mu kuserahkan kesusahan dan keraguanku? Biarkanlah kemudian nabi yang Engkau simpan menemukan dan memperoleh haknya (demi) kebahagiaanku. Fikiran baik-Mu dengan anugerah yang bekerja dengan ajaib, wahai biarlah Saoshyant-Mu melihat betapa karunia dari ganjaran itu akan menjadi miliknya. Kapankah wahai mazda orang dengan fikiran sempurna ini akan datang? Dan kapan mereka akan mengusir dari sini, dari tanah ini (yang  tercemar) oleh kesenangan para pemabuk”(Yashna 48:9). “Kami mengundang Saoshyant yang dermawan abadi serta salih. Dia yang terpuji (Muhammad) dan para sahabatnya untuk menolong kami, yang paling tepat serta benar dalam bicaranya; yang paling berakhlak, yang paling mulia dalam pemikirannya, yang paling agung dan perkasa” (Visparad, 4:5). “Saya datang kepadamu, wahai yang abadi dan dermawan, sebagai seorang pendeta yang terpuji, dan pelindung, sebagai pengingat, mengalunkan (doamu) dan sebagai pendendang atas pengorbanan dan kehormatanmu,kemauan baikmu. Wahai engkau Saoshyant yang suci, dan demi doamu yang tepat waktu untuk rahmat, dan demi penyucianmu, dan demi kejayaan kita dalam menghantam musuh-musuh kita yang manfaat bagi jiwa kita (Shaosyant bersamamu) dan kesucian.. Wahai yang abadi penuh kedermawanan, yang memerintah dengan benar dan yang membukakan (bagi semuanya) yang benar: (Ya) saya menyerahkan kepadamu daging dari jasadku ini dan semua rahmat kehidupanku juga” (Visparad 5:21, 11:1, 11-20). “Dan kawan-kawannya akan maju ke depan, sahabat dari Avstvat-ereta, yang menebas iblis, berfikir baik, berbicara baik, berbuat baik, mengikuti syariat yang baik dan yang lidahnya tak pernah mengucapkan kata palsu sepatah pun” (Zamyad yasht).

Apakah arti Saoshyant dan Astvat-ereta itu?

Sebagaimana Kristus dan para nabi lainnya memberi berita atas kedatangan dia yang Dijanjikan, dengan sikap yang sama, Zarathustra juga meramalkan datangnya seseorang yang mirip dia. Diramalakan oleh Zarathustra bahwa Saoshyant akan menjadi nabi terakhir (Bundahish, bab 30:6-27). Pada saat dunia direnovasi, namanya kelak adalah Saoshyant, yakni “dia yang terpuji” terjemahan harfiah dari kata Muhammad. Terjemah ini bukan atas saran saya, melainkan dari orientalis non-muslim yang besar. Dikatakannya, bahwa Saoshyant adalah future participle dari kata-kerja ‘su’ atau ‘sav’; berarti terpuji, tetapi ini digunakan sebagai nama yang pantas (yang akan dipuji) dalam Avesta yang belakangan, dan di dalam kepustakaan Pahlevi.(8)

Menurut Fargard: Namanya kelak adalah, Saoshyant yang jaya, dan namanya kelak, Astvat-ereta dan seterusnya, dua nama ini sama saja. Terjemahan biasa dari Astvat-ereta yakni bahwa ini dalam bentuk verbal, suatu aksi, suatu participle dari ‘stu’ ‘memuji’ dengan kata depan a. Jika sesungguhnya initial a itu panjang, maka nama itu harus diterjemahakan ‘dia yang memujikan ketulusan’ atau Tuhan(yakni Ahmad); yakni nama kedua dan nama samawi dari Muhammad s.a.w. Nubuatan ini juga disebut oleh pakar dari agama lain dalam karya penelitian mereka, misalnya, H.P.Blavatsky telah merujuknya dalam bukunya Isis Unveiled  jilid 2 halaman 236. Astvat-ereta kepada siapa kaum Majusi masih melihatnya  ke depan sebagaimana di katakan:

 “Terpujilah dia pangeran yang pengasih, yang mengadakan restorasi terakhir dan yang akhirnya akan mengangkat bahkan orang jahat dari neraka, dan memperbaiki seluruh ciptaan dalam kesucian”.(9)


WAHYU KHUSUS DALAM BAGIAN KEDUA KITAB SUCI ZOROASTRIAN KABAR BAIK KEDATANGAN NABI DALAM DASATIR

Ada dua bagian kitab suci agama Majusi, sebagaimana dinyatakan dalam awal bab ini. Pandangan berbeda-beda menyangkut keaslian kitab-kitab ini.

Beberapa pakar berpegang bahwa Zend Avesta lebih otentik, sedangkan yang lain menyatakan bahwa Dasatir itu lebih bisa dipercaya. Kita telah mendiskusikan nubuatan dalam Zend Avesta, dan kini berkaitan dengan hal tersebut yang terdapat dalam Dasatir. Kita telah mengambil dua bagian secara terpisah, supaya tak satupun dari sekte Zoroastrian bisa maju untuk mengatakan bahwa dia hanya mempercayai satu bagian dan tidak yang lainnya. ‘Dasatir’ dibagi dalam dua bagian, ‘Khurdah Dasatir’ dan ‘Kalan Dasatir’. Bermacam tafsir telah diberikan kepada istilah Dasatir. Menurut beberapa orang, ini berarti ‘sebuah kitab dengan sepuluh bagian’ – ‘das’ berarti sepuluh dan ‘tir’ berarti satu bagian atau porsi. Beberapa orientalis telah mengambil kata ‘tir’ berasal dari bahasa Sanskerta berarti tepi atau lengkungan, sedangkan yang lain berpegang bahwa Dasatir itu jamak dari ‘dastur’ yang berarti hukum atau syariat agama.

Dalam edisi terbaru dari Dasatir terdapat limabelas  Surat dimulai dengan surat Mahabad dan diakhiri dengan Sasan V. Di antara surat-surat ini maka surat Sasan I yang pantas saya catat dengan menonjol, dan rekaman tentang nubuatan dari Nabi Suci benar-benar sangat jelas kata-katanya. Kita telah memberikan suatu kolom fotografis dari kata-kata yang sebenarnya nubuat tersebut. Edisi Dasatir darimana bagian ini saya copy diterbitkan oleh Mulla Pheroze dengan bantuan beberapa pakar pendeta Majusi, pada masa pemerintahan Nasir-ud-Din Kachar, Shah dari Persia. Mulla Pheroze, yang juga adalah pengarang kitab Dabistan-I-Madhahib, adalah seorang ulama terkemuka dari Bombay yang disamping seorang master dalam Pahlvi, Zend dan Persia, juga seorang sarjana dalam bahasa Arab, dan adalah terutama melalui usahanya maka Dasatir yang sekarang ini bisa diterbitkan.

Pengarang yang sebenarnya dari nubuatan ini, sesungguhnya, adalah Zoroaster dan bukan Sasan I, karena Sasan itu hanya seorang pembaharu dari keimanan Majusi. Sebelum ramalan yang sebenarnya dimulai, perlu disebut keliaran dan kelonggaran moral dari bangsa Iran.

99. Kolom foto dari nubuat dalam Dasatir yang diambil copynya dari Perpustakaan Hyderabad Deccan    State, 1935 .Telah  dibandingkan dengan copy dalam Perpustakaan British Museum London, 1962.

Teks aslinya adalah  dalam bahasa Pahlawi tetapi terjemahan dalam bahasa Persia juga diberikan. Sedikit catatan penjelasan juga telah ditambahkan, di sini dan di sana, oleh Sasan. Kita berikan dibawah ini, terjemahannya oleh Mulla Pheroze.

(Ketika) (semacam)(perbuatan)(kaum Persia akan mengerjakan)(dari antara orang-orang Arab) (seorang laki-laki) (akan dilahirkan) (dari antara para pengikut) (dari siapa) (mahkota dan singgasana) (dan kerajaan serta agama orang Persia) (semuanya akan dimakzulkan dan tercerai-berai) (Dan akan) (kaum yang sombong itu) (dibawah perintah). (Mereka akan melihat) (sebagai ganti rumah berhala) (dan kuil api) (rumah ibadah) (dari Ibrahim) (tanpa suatupun berhala di dalamnya) (yakni Qiblah).

“Ketika mereka sedang begitu terpana, akan bangkit seorang laki-laki di antara Tewarjis (Taziz – mereka adalah bangsa Arab). Oleh siapa, pengikut, kerajaan, dan singgasana, dan pemerintahan, dan agama, akan dimakzulkan semuanya, dan sebagai ganti kuil berhala atau kuil api dari rumah Abad akan terlihat suatu tempat ke arah mana salat ditujukan, tetapi dihilangkan dari semua berhalanya. Dan disekitarnya adalah air asin. Dan sesudah itu mereka akan menaklukkan Kuil Api dari Madain serta apapun di dalamnya dan Yenfud serta Newak(Tus dan Balkh) serta tempat-tempat besar lainnya. Dan pemberi-hukum mereka adalah seorang yang elok dan kata-katanya ikut berperan”.

Dasatir atau tulisan Suci dari Nabi-nabi Persia kuno diterjemahkan oleh Mullah Pheroze Courtier press Bombay 1818. Di-copy dari British Museum Library London.

Sasan selanjutnya menambahkan bahwa berhala bintang serta planet yang lain akan ditempatkan di rumah ibadah yang dibangun oleh Ibrahim di gurun pasir Arabia; tetapi setelah munculnya nabi itu, kaum Zoroastrian akan membersihkan tempat ibadah itu dari semua berhala dan akan menghadapkan wajahnya ke sana dalam sembahyang mereka.

“(Dan mereka akan menjadi) (suatu rahmat bagi seluruh alam) (dan kemudian) (mereka akan menguasai) (tempat-tempat) (dari kuil api) (Madain atau Cresiphon) (dan wilayah sekitarnya) (dari itu) (dan Tus) (dan Balkh) (dan tempat-tempat lainnya) (yang mulia dan suci) (dan) (pemimpin agama) (mereka) (kelak adalah seorang lelaki) (elok) (dan risalahnya atau apa yang akan dikatakannya) (akan berkaitan dengan baik).

Kesimpulan dan intisari ramalan ini adalah, bahwa ketika kaum Majusi meninggalkan agamanya dan menjadi umat yang bercerai-berai maka seorang laki-laki akan bangkit di Arabia yang para pengikutnya akan menaklukkan Persia dan mengalahkan bangsa Persia yang sombong. Sebagai ganti menyembah api di kuilnya sendiri, mereka akan menghadapkan wajahnya dalam salat ke Kakbah Ibrahim yang akan dibersihkan dari semua berhala. Mereka (para pengikut nabi Arab itu)m akan menjadi rahmat bagi dunia.(10) Mereka akan menjadi tuan dari Persia, Madain, Tus, Balkh, tempat-tempat suci kaum Zoroastrian serta wilayah sekitarnya. Nabi mereka adalah lelaki yang elok dan mengungkapkan hal-hal yang ajaib.

Kita telah menyatakan sebelumnya bahwa Zend Avesta dan dasatir adalah dua kitab suci yang terpisah dan sekte yang berbeda meyakini kitab sucinya masing-masing sebagai yang otentik. Dengan mengabaikan perbedaan pandangan mereka, kedua kitab itu bersetuju mengenai ramalan tentang Nabi Suci. Kedua kitab suci dengan jelas mendeklarasikan bahwa seorang laki-laki akan dibangkitkan di Arabia yang namanya adalah Muhammad (dia yang terpuji), yang akan menjadi rahmat bagi seluruh alam, yang akan mengukuhkan kebenaran dan agama dari Zarathustra dan yang para sahabatnya adalah orang-orang yang saleh serta suci. Api di kuil akan mendingin dengan kedatangannya, berhala kan disingkirkan dari Kakbah Ibrahim, para pemimpin Persia akan menghadapkan wajahnya ke Kakbah, dan bahwa beliau akan mengkoreksi kesalahan baik para penyembah berhala maupun kaum Majusi. Adalah sangat sulit kemungkinannya seorang Zoroastrian mengingkari nubuatan yang sangat jelas, tajam, dan bergambar seperti itu.  Betapapun, mungkin saja seorang yang berpandangan sempit, mau merendahkan kitab mereka untuk menghindari berita tersebut, atau bisa jadi dia menyarankan bahwa pembaharu yang dijanjikan itu perlu mesti dari kalangan agama Majusi, atau bahwa nubuatan ini hanyalah siasat agar kaum Zoroastrian secara formal memeluk Islam dan kemudian mencabut agamanya demi berpakaian muslimin; tetapi tak seorangpun yang berakal sehat bisa percaya bahwa siasat dan tipuan semacam itu berharga bagi seorang nabi atau orang suci. Kebenaran yang nyata adalah bahwa setiap kata dalam ramalan ini telah digenapi dalam pribadi Nabi Muhammad. Tidak ada pilihan lain bagi bangsa Persia; apakah mereka harus beriman kepada Nabi dan mengambilnya sebagai ‘Astvat-ereta’ (seorang yang terpuji atau Muhammad), atau harus menunjuk orang lain dimana gambaran ini bisa diterapkan; dia yang memusnahkan penyembahan berhala, menghasilkan para pengikut yang sidik dan suci, dan menurut Avesta, membetulkan kaum Majusi begitu pula penyembah berhala, dan yang akan menjadi tuan dari agama, mahkota dan kerajaan Persia. Suatu kecurigaan yang sangat kuat umumnya merata di setiap kredo dan komunitas mengenai perkara agama. Tidak seorangpun dengan mudah akan menerima bahkan suatu fakta yang terang dan jelas bila hal itu disajikan oleh seorang pembujuk yang berbeda, meskipun beberapa alasan yang kurang menguntungkan telah disajikan. Kami telah menghitung ulang beberapa nubuatan yang sangat jelas dari Zoroaster, tetapi meski demikian, untuk menangkis kemungkinan keberatan yakni bahwa pembaharu yang dijanjikan itu wajib dari kaum Majusi, kami akan menyediakan bukti sejarah yang lain. Ketika ada pertikaian di antara dua komunitas menyangkut satu hal, maka suatu jalan yang mudah untuk mendapatkan pemecahan adalah menunjuk seorang wasit, yang keputusannya harus mengikat kedua golongan sepanjang itu tidak diwarnai oleh bias pribadi atau prasangka di fihak penengah itu. Sebelum kedatangan Nabi Suci, kaum Majusi telah kehilangan sebagian besar dari kitab sucinya. Mereka telah merosot baik dalam moral maupun agama, dan semua kenyataan ini telah jelas dicatat dalam surat dari Sasan. Ini adalah tanda pertama munculnya pembaharu. Nubuatan dari kedatangannya begitu dikenal di kalangan bangsa Parsi dan Magian dan mereka begitu berharap atas kemunculan pembebas mereka, sehingga mereka berduyun ke tempat kehadiran dimana reformer itu telah muncul. Pengarang Injil Matius juga mendengar kabar ini dan untuk menerapkan nubuat yang tenar ini kepada Yesus Kristus dia men-stempel suatu dongeng khayalan dan mencatatnya dalam Alkitab. Pengarang dari Alkitab ini sungguh terkenal akan tipuannya yang aneh. Apapun kabar baik yang didengarnya, dia seketika menterapkannya kepada Yesus, dan dia tak pernah peduli bagaimana penafsirannya kepada teks dari kitab kuno itu, tetapi dia berbuat sebaik-baiknya untuk membuktikan kalau-kalau atau yang lainnya lagi bahwa teks itu mengacu kepada Yesus Kristus. Suatu ramalan akan munculnya ‘dia yang terpuji’ itu biasa di Persia, dan penulis Alkitab tahu akan hal itu dan seketika mengarang suatu ceritera, tanpa merenungkan bahwa dia telah mencatat banyak perkara yang tak bisa dipercaya dan peristiwa yang berlawanan dengan fakta yang sesungguhnya. Dan kenyataan utama bahwa tak ada penulis Alkitab yang lain yang membenarkan ceritera ini cukup sebagai penolakan atasnya. Pengarang Injil Matius menulis bahwa ketika Yesus dilahirkan, beberapa orang Majusi dan orang-orang bijak dari Timur telah mencari dia dengan petunjuk sebuah bintang; bintang ini berjalan di depan mereka hingga sampai dan tegak di atas Kristus dilahirkan, dan karena itu mereka datang menyembahnya dan memberikan persembahan mereka (Matius 2:1-11). Sebaliknya, Lukas yang mengaku ‘mendapatkan pemahaman sempurna dari tangan pertama’ (Lukas 1:2-3), tetapi dia tidak menyebut sama­sekali orang-orang Majusi yang datang mengunjungi Kristus atau bintang yang menuntun mereka ke arahnya, meskipun dia membuat suatu ceritera lucu bahwa para gembala datang mengunjungi Kristus. Tak ada bintang yang memberi petunjuk mereka, satu-satunya tanda yang diberikan oleh malaikat adalah:

“Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan” (Lukas 2:12). Tidak ada di tempat lain kecuali dalam Injil Matius ada disebutkan orang Majusi yang datang jauh-jauh dari Persia untuk menyampaikan persembahannya kepada Kristus atau tentang bintang yang berjalan di depannya.

Dr. Ferrar, dalam bukunya ‘Life of Jesus Christ’, menulis tentang kontradiksi ini dalam istilah berikut:

“Tiada lain kecuali sekumpulan tradisi yang kacau dan kontradiktif yang tidak dapat memberikan    penerangan baik dalam peringkat mereka, negeri mereka, jumlah mereka ataupun nama-nama    mereka” (Dr. Ferrar ‘Life of Jesus Christ’ halaman 30).

Tradisi dalam kitab suci Kristen ini, betapapun, membuktikan bahwa suatu nubuat tentang kedatangan Nabi Suci itu umum di kalangan kaum Majusi dan mereka benar-benar sangat berharap dalam menatikan Nabi Yang Dijanjikan yang bahkan keinginan mereka yang besar itu dikenal di wilayah dekat maupun jauh.

Pengarang Injil Matius mereka-yasa publisitas yang tersebar luas ini dan seketika dinisbahkan kepada Yesus Kristus.


SUATU KETEPATAN DARI SEMUA NUBUATAN ZARATHUSTRA.

Ibu yang mandi di sumber Kashva adalah Siti Hajar yang agung, yang adalah nenek-moyang Nabi kita. Mata air yang secara ajaib muncul di gurun pasir adalah lambang dari al-Quran. Air dari sumber ini mendinginkan api yang menyala di kuil bangsa Iran dan di hati segenap bangsa di dunia. Kitab suci Zoroastrian menyatakan bahwa Zarathustra menyatakan diri sebagai nabi dari Tuhan. Mazda (cahaya). Dia menyalakan api untuk menerangi kaumnya. Dia meramalkan kedatangan seorang Nabi yang Jaya. Nubuatannya bukanlah suatu kebetulan yang meragukan. Dalam penggenapan ramalan ini maka Tangan Tuhan mengejawantahkan dirinya. Sungguh mustahil untuk memecahkannya dengan kehendak manusia. Seorang lelaki yang sendirian, lahir di suatu negeri yang paling tercerai-berai, berhasil mempersatukan mereka meskipun dilawan dengan keras. Kemudian dia membangun suatu negara kecil, tetapi adalah masih diluar jangkauan angan-angan yang paling liar sekalipun; untuk membayangkan bahwa dia dan para pengikutnya akan, dalam beberapa tahun ke depan, menjalankan kerajaan yang kuat dan mapan seperti Persia. Tetapi dia melihat dalam rukyah ketika menggali parit untuk menyelamatkan komunitasnya yang kecil dari musuhnya yang penuh kebanggaan. Dia melihat rukyah itu tanpa kita ragukan lagi; tetapi ini sudah diramalkan seribu tahun sebelumnya oleh Tuhan Yang Maha-tahu kepada nabi bangsa Iran dengan kata-kata yang penuh empati “Bahwa Saoshyant akan jaya”. Lebih dari itu, adalah aneh menyaksikan, bahwa kemenangannya atas kerajaan yang paling berkuasa yakni Iran tidak dengan senjata melainkan dengan ‘salatnya yang tepat waktu dan doanya kepada Tuhan’. Dan kemenangannya ini tidak hanya untuk memerintah suatu bangsa yang sangat kuat, karena dia tidak pernah mendambakan penaklukan wilayah; dia bahkan dengan kehangatannya memenangkan hati manusia dan kemenangan agamanya. Maka ini adalah kemenangan nyata baginya bahwa dia menyaksikan manusia memasuki agama Allah dengan berduyun-duyun dan semua orang bijak dari Iran sebagaimana diramalkan oleh peramal besar dari Iran juga telah masuk Islam. Nubuat dari Zoraster dalam suatu rangkuman ada dua bagian (i) Nabi Arab itu akan membuktikan kebenaran agama Majusi yang asli dan sebaliknya kaum Majusi akan menyokong kebenaran agamanya. (ii) dia akan memperbaiki kemerosotan bangsa Iran. Dan surat, tanda-bukti, serta sifat dari dia yang akan datang. Mengenai yang sebelumnya saya telah memberikan perbandingan secara rinci dari ajaran kedua agama. Kini saya teruskan dengan memberikan ketepatan dari yang belakangan. Dalam catatan yang dikutip di atas, pertama sekali dikatakan: “Kita memuji dia dan para sahabatnya dan seterusnya”. Nubuatan ini memberikan gambaran yang kuat atas kesetiaan, tanpa pamrih pribadi dan pengorbanan dari para sahabat Nabi. Betapa mereka membangun tembok manusia di sekeliling Nabi demi melindunginya dari serangan musuh, adalah suatu fakta yang sangat dikenal dalam sejarah. Namanya kelak adalah Saoshyant yakni ‘dia yang terpuji’ terjemahan harfiah dari nama Muhammad dan terjemah ini bukan atas saran saya melainkan oleh orientalis, sebagaimana saya kutip di atas. Dalam Zend Avesta ada dua nama dari dia yang akan datang, Saoshyant dan Astvat-ereta, kedua nama itu sama saja, meski dengan sedikit sekali perbedaan., Astvat-ereta berarti ‘Dia yang suka memuji’, sebagaimana ditulis dalam Fargard:

“Namanya kelak adalah Saoshyant yang jaya dan namanya kelak Astvat-ereta. Dia adalah    Saoshyant (Dia yang terpuji) karena dia bermanfaat bagi seluruh dunia fisik. Dia kelak adalah Astvat-ereta (Dia yang suka memuji) karena sebagai ciptaan fisik dan sebagai makhluk hidup dia    akan tegak menjalankan  penghancuran terhadap makhluk fisik yang mempertahankan berhala    dan sejenisnya serta memperbaiki kesalahan dari kaum Majusi”.

Dia adalah Astvat-ereta, karena kejahatan yang dilakukan oleh penyembah berhala maupun kaum Majusi terhadapnya tak bisa melukainya, karena doa-doanya. (Yasht 28:29).
Para sahabat dari Saoshyant yang suci diajak untuk datang.
Fikiran, semanagat dan iman para sahabat tidak pernah bertambah tua atau mati.
Pada kedatangannya secara spiritual bangsa-bangsa yang mati akan bangkit kembali.
Para musuhnya akan jatuh.
Usaha dan perangnya adalah untuk segala kejahatan.
Dia akan menjadi sumber mata air evolusi serta perkembangan dari bangsa-bangsa.
Dia akan menjadi akhir dari para nabi.
Di masanya dunia akan di renovasi.
Dia akan menaklukkan dan memerintah setan.
Dia akan menegakkan agama yang murni.
Akan menyingkirkan kegelapan dari dunia.
Cahayanya yang besar adalah busana ketulusan.
Para sahabat Saoshyant tidak akan disebut pelayan melainkan kawan-kawannya.
Agamanya adalah jalan tertinggi kepada kebijaksanaan.
Mereka akan mengalunkan doa dengan pujian kepada Tuhan Yang-esa semata.
Fikiran mereka adalah fikiran yang baik, kata-katanya baik, dan amal perbuatannya juga baik.
Kedudukan mereka akan maju menurut tatanan yang tulus.
Dia yang suci akan segera tiba.
Saoshyant adalah pemberi atau dermawan yang besar.
Dan penyelamat dengan wahyu yang luhur.
Saoshyant itu seperti Engkau wahai Tuhan Mazda (dicelup dalam warna Tuhan).
Dia kelak adalah lelaki ideal yang akan mengusir rancangan para pendeta palsu.
Bagaimana saya akan melengkapi pujian kepadanya?
Dia akan mengusir dari tanah ini para pemburu kesenangan yang bermabuk-mabukan.
Kami (bangsa Iran) mengundang Saoshyant yang dermawan, abadi, dan salih untuk menolong kami.
Mereka yang paling tepat dan benar dalam pembicaraan mereka.
Dia yang paling tekun, yang paling mulia dalam pemikirannya, yang paling agung dan perkasa.
Engkau (wahai Tuhan) yang dalam kekuasaan-Mu kuletakkan kesusahan dan keraguanku. Semoga kelak nabi yang Engkau simpan menemukan dan memperoleh haknya demi kebahagiaanku. Pemikirmu yang baik dan yang Kau anugerahi rahmat mukjizat, semoga Saoshyant-Mu (Muhammad) menyaksikan betapa hadiah ganjaran-Mu kelak bagi dirinya.
Kapan, wahai Mazda! Datang lelaki dengan pemikiran sempurna?…
Saya datang kepadamu, wahai engkau dermawan abadi, sebagai seorang pendeta yang memuji, dan mohon pertolongan, sebagai seorang pengingat, membacakan doamu, dan sebagai yang bersenandung demi pengorbanan dan kehormatanmu.
Kehendak baikmu, dan doamu.
Wahai, engkau Saoshyant yang suci (Muhammad dan para sahabatnya) dan demi salatmu yang tepat waktu demi rahmat dan pembebasan dosa darimu.
Wahai engkau dermawan abadi, yang memerintah dengan benar dan yang mengungkap (semuanya) dengan benar!
Saya serahkan kepadamu daging jasadku ini sendiri, dan begitu pula semua rahmat kehidupanku.
Dalam Dasatir dikatakan: Ketika kaum Zoroastrian meninggalkan agama mereka, seorang laki-laki akan muncul di Arabia, yang para pengikutnya akan menaklukkan Persia.
Sebagai ganti menyembah api mereka akan menghadapkan wajahnya ke rumah Tuhan yang dibangun oleh Mahabad (Ibrahim) dalam doanya, yang akan dibersihkan dari semua berhala.
Mereka (para pengikut Nabi itu) akan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Mereka akan menjadi tuan dari Persia, Madain, Tus dan Balkh, tempat-tempat suci dari kaum Majusi.
Nabi mereka kelak adalah seorang lelaki elok yang mengungkapkan perkara-perkara yang ajaib.
Orang-orang bijak dari Iran dan lain-lain akan bergabung dengan mereka.

Silahkan teman-teman Persia kita serta orang-orang lain yang bijak di dunia merenungkan perkara ini:

Bagaimana nubuatan ini yang telah diramalkan ribuan tahun sebelumnya, kata demi kata, telah digenapi dalam pribadi Muhammad dan agamanya? Jadi, bijaksanalah mereka, hanya mereka yang percaya kepada nubuatan ini, dan memeluk Islam serta bergabung dengan Persaudaraan dari segenap Nabi di dunia.

--------------------------------------------------------------------------------


1. Kerusakan juga mudah menemukan jalannya ke dalam kitab-kitab akibat persamaan dari huruf Pahlevi, seperti misalnya vouru (luas) bila ditulis dalam huruf Pahlevi sering identik dengan varen (hasrat).

2. Nemo dari Avesta diterjemahkan dalam Pahlevi sebagai Niyaysn (pujian) yang seolah seperti vokhshisn (meningkat).

3. Bandingkan pendahuluan Gatha Sarodhai Zarthustra, diterbitkan oleh Iranian Association of Zoroastrian, 1927.

4. Atharva Veda, 15:6.12.6 11:7.24.7. Dalam Bundahish ditulis: “Ahur Mazda pertama membuat langit dan kemudian cahaya dunia, kedua air, ke tiga bumi, ke empat tanaman, ke lima hewan, ke enam manusia, 1:21.28).
Adanya manusia dari Mashya dan Mashyoi hingga datangnya ‘Saoshyant’ berlangsung hanya 6000 tahun,
Ibid. 4/1,15.1 Encyclopaedia of Religion and Ethics, jilid I halaman 209.

5. Wudhu, dalam agama Majusi itu sama seoerti dalam al-Quran: Yakni pada pagi hari ketika bangun tidur pertama-tama perlu membersihkan tangan dengan sesuatu setelah itu mereka mencuci tangan sebersih-bersihnya dengan air, dengan cara sedemikian hingga mereka membersihkan tangan tiga kali dari siku sampai ujung jari, dan muka dari belakang telinga hingga di bawah dagu.

Tayammum yakni ketika air tak ditemukan atau kiranya bisa merugikan dirimu dengan mengambil  tanah yang suci dan menghapus wajah dan tangan dengan debu.
6. Sacred Books of the East jilid 24 halaman 337. 

James Darmestar, Introduction to Vendidad hal.69.

7. Elisacus, The war of Yartan.

8. Hastings Encyclopaedia, Art. Saoshyant.

9. Dinkart,ed. Peshotan Bombay  (1814-1917) bab II:82.

10. Beberapa mufasir mengira bahwa Sasan I tidak dapat memahami apa arti kata Hoshshe nshor. Tetapi suatu kajian terhadap Zend-Avesta menunjukkan bahwa kata ini sama dengan ‘Soeshyant’ yang menurut Avesta berarti dia yang terpuji (atau Muhammad). Hastings Encyclopaedia, Art.”Soashyant” atau ‘Rahmat bagi segala bangsa’.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

pengasas kerajaan parsi ialah cyrus the great...mungkinkah dia iskandar zulkarnain?

Anonim mengatakan...

kenapa enggak diringkas mas? ._.
oh ya bojanya mana mas :)

Best viewed on firefox 5+

Blogger templates

Blogger news

Blogroll

Copyright © Design by Dadang Herdiana