Recent Posts

Rabu, 05 Oktober 2011

0 komentar

MISTERI 'SWASTIKA' DIUNGKAP

Hindu, Buddha, Kristen dan Yahudi, mempunyai dalam agamanya masing-masing, beberapa tanda atau lambang yang bersifat mistis yang mewakili sejarah dan etika dari agama-agam tersebut, seperti halnya bangsa dan pemerintahan di dunia ini mempunyai lambang dan tandanya masing-masing, yang mencerminkan sejarahnya serta berfungsi sebagai petunjuk bagi generasi mendatang. Lambang ini bukannya tanpa kehormatan atau arti, tetapi maknanya telah dikenal tidak hanya bagi beberapa orang yang terdidik, manfaat dari dirancangnya lambang itu telah hilang bagi kebanyakan manusia. Karena itulah maka esei ini di tulis.


Betapa sedikit diketahui arti kata Sanskrit ‘OM’ dengan gambar bulan sabit dan bintang  di atasnya dan tiga ‘Ma’ di bawahnya; dan ‘OM’ dalam kitab suci Buddha, bunga teratai, terletak terbuka dengan satu permata di setiap ke tujuh ujung kelopak bunganya. Tanda-tanda ini jelas menunjuk kepada masa depan, kedatangan dari ‘Seorang Yang Mendatang’ dimana lambang agamanya adalah bulan sabit dan bintang, cahaya yang semakin bersinar, membimbing orang tulus ke jalan yang benar, dan dengan rembulan pengikutnya akan membuat kalender. Mempunyai suatu nama yang unik dan tak tertandingi di kerajaan langit, yakni, tiga ‘Ma’ dalam namanya, dia akan berjiwa suci dan salih seperti setangkai kembang teratai yang mengapung di atas air yang jernih dan tenang. Kredonya adalah tujuh permata, berdasarkan atas tujuh sifat mulia yang utama, menyajikan suatu aturan hidup yang lengkap dan langkah pasti menuju Tuhan. Apakah ‘Seorang Yang Mendatang’ ini sama dengan sumber harapan dan keinginan dari kaum Kristen awal? Ma-ranatha, (‘Ma’ yang dijanjikan segera datang) adalah kata kiasan dan ilham pada hari-hari penuh penganiayaan itu.


Sebelum mengungkap makna dan arti penting dari Swastika, saya hendak menyatakan bahwa para ahli agama hingga saat ini hanya sedikit sekali menaruh perhatian kepada hal yang paling penting ini, yakni bahwa lambang mistis dari zaman kuno, meskipun berbeda dalam bentuk, bahasa, agama, dan tujuan; ‘Om’ dari agama Hindu, Alpha dan Omega dari Yunani, ‘Maranatha’ dari Kristen, ‘Emet’ dari Yahudi, dan ‘metreya’ dari Buddhis – yang merupakan bentuk kebalikan dari kata Yahudi ‘Emet’.


Dalam ‘Emet’ juga terdapat tabir yang hangat; yakni, dalam kitab suci Ibrani nama Dia Yang  akan  Datang (Nabi Islam) adalah Muhammad M. Emet mengandung tiga huruf; alpha, ma dan tau menunjukkan yang pertama, tengah dan akhir dari alfabet Ibrani. Menurut pengaturan ini, ada tiga ma dalam ‘Emet’, karena masing-masing dari dua silabus itu tergantung pada ma yang membentuk inti dari ma ketiga. Lalu, apa arti Mahammadim (tiga M) bagi kaum Yahudi? Kami merujuk lagi kepada  Kidung Agung Sulaiman, nabi besar Bani Israil:


“Kata-katanya manis semata-mata, segala sesuatu padanya menarik. Demikianlah kekasihku, demikianlah temanku, hai putera-puteri Yerusalem” (Kidung Agung 5:16; yakni para ulama Yahudi dan Kristen).


Dalam kitan suci Buddha Dia Yang akan Datang itu bernama Metreya tetapi artinya sama saja; treya berarti tiga, maka kata itu sendiri, secara harfiah diterjemahkan, berarti ‘dia yang namanya mengandung tiga M’. Perdebatan di antara para ulama, merujuk kepada kedudukan dari M ini dalam nama nabi ini, hanya berbeda bunyi akibat bahasa dari mana lambang ini berasal. Bahasa itu memiliki bentuk strukturnya masing-masing dan sarana untuk mengucapkannya dan, selanjutnya tanda-tanda ini diwahyukan pada manusia yang kapasitas spiritual dan mentalnya berbeda-beda tingkatannya. Jadi, adalah suatu akibat yang wajar bila terdapat variasi dalam pembentukan dan pengucapan dari tanda-tanda ini. Misalnya, silabus im dalam bahasa Ibrani adalah dia yang mendapatkan penghormatan dan kehormatan bila diikuti dengan nama tertentu misalnya, Elohim, Mahamadim.  Posisi M di sini menunjukkan tiga tingkat yang besar dalam kehidupan nabi yang dijanjikan ini. Kita rujuk lagi kepada kata-kata Nabi Sulaiman: ‘Mulutnya paling manis; ya, segala sesuatu padanya sangat menarik’. Dalam bahasa kiasan ini berarti bahwa Alpha-nya (permulaannya) begitu manis, dan Omega-nya (akhirnya) juga yang paling manis dan kehidupan di antara keduanya sangat menarik hati. Im dari Mahamadim juga meramalkan sukses serta kejayaan yang tak ada tandingannya yang akan menjadi mahkota penggenapan dakwahnya ini. Dalam menunjang argumen kita, maka kitab suci Yahudi memberi kita gambaran yang lebih rinci dari Nabi kita serta begitu kedekatannya dengan pemberian namanya yang sejati. Karena itu, diterangi dengan akal sehat, fakta sejarah yang konsisten, satu-datunya kunci atas misteri yang terkunci di dalamnya adalah tanda yang menjadi acuan umum bagi semuanya – yakni bahwa Nabi Yang Dijanjikan itu memiliki tiga M dalam namanya dan beliau adalah yang paling berhasil dalam dakwahnya.


Lalu siapakah, kecuali Nabi Suci Muhammad dapat dikatakan bisa menggenapi dan membuat jelas arti dari tanda-tanda ini? Adalah suatu perkara nyata bahwa namanya mengandung tiga M dan beliau adalah yang paling berhasil dalam mencapai semua tujuannya. Para musuhnya tidak bisa menghalangi dakwahnya, melemahkan keyakinannya atau  menghilangkan nyawanya; tidak, bahkan musuhnya yang paling keras pun berubah menjadi pengikutnya yang setia. Kredonya berkembang sepenuhnya, Kitabnya diwahyukan dan dicatat, bahkan sejak beliau sendiri masih hidup. Tak ada sukses yang lebih besar daripada yang dianugerahkan kepada Nabiullah s.a.w.


Tetapi mungkin kita bertanya, mengapa Sulaiman yang memuji dan meramalkan kedatangan Muhammad dan bukannya Yesus Kristus yang adalah saudaranya sebapak? Alasannya jelas. Kitab suci Yahudi melemparkan fitnah kepada Nabi Sulaiman, menudingnya penuh kemesuman dan menyembah berhala. Yesus jelas berdiam diri atas tuduhan ini, tetapi Muhammad bersabda, dengan rahmat Ilahi:


“Dan mereka mengikuti apa yang dibuat-buat oleh setan terhadap kerajaan Sulaiman, dan Sulaiman tak kafir, tetapi setanlah yang kafir” (Quran Suci 2:102).


Para ulama berpendapat bahwa Sulaiman mempunyai banyak isteri, baik Bani Israil maupun bukan, yang kemungkinan besar ada benarnya, tetapi dia tidak membuat altar untuk mereka maupun menyembah berhala isteri-isterinya yang non-Israil yang disukainya melebihi Yahweh (1). Muhammad sendirilah yang membersihkan Sulaiman serta para Nabi lain-lainnya, dari rekayasa setan ini, maka karenanya penting bahwa Sulaiman itu harus meramalkan kedatangan Nabi Muhammad.



‘Swastika’ – Emblem dari Matahari Yang Besar.



Sekarang setelah saya menyingkap rahasia yang mendalam dan sulit dari empat agama besar dunia, dan pada saat yang sama menyajikan pembuka telaah mendalam atas ilmu perlambang; sekarang saya hendak mengungkapkan rahasia mistis dari Swastika, Emblem dari Matahari yang Besar. Saya bertaruh, dengan rahmat Allah, bahwa ini adalah penafsiran yang tepat. Swastika, yang barangkali digunakan secara geografis jauh lebih luas dan lebih universal dibanding lambang lain yang berkembang dari zaman kuno. Dan di dapati baik di dunia lama maupun baru. Meskipun penggunaannya dan maksud artinya berbeda, namun secara konsisten itu menjadi lambang kemakmuran, perlindungan dan kedermawanan bagi banyak kaum, baik yang kuno maupun kontemporer, yang kehidupannya diberkahi. Swastila ini digunakan di Inggris oleh bangsa Gaul dan Celt, pada  koin, altar serta benda-benda sakral lainnya; di India, pada buku-buku di toko dan pada pot-pot hitam di ladang serta dangau penjaga kebun sebagai perlindungan terhadap tanaman; di Cina dan Jepang, pada tapak-tilas Buddha serta orang-orang suci lainnya (versi Swastika dalam Buddha ini tangan-tangannya bengkok ke kiri); di Athena, di dada dewa Apollo; serta penghormatan yang sama di Yunani, Kepulauan, Cyprus, Rhodes, Irlandia, Amerika Utara, Selatan dan Tengah.


Dari kejayaan begitu banyak kerajaan kuno ini, melalui takhayul serta kebrutalan abad kegelapan di Eropa, Swastika bertahan hingga abad pencerahan dan  pengetahuan, lalu bangkit sebagai simbol dari filsafat dan doktrin yang carut-marut dari Adolf Hitler. Swastika yang tetap dan tahan uji, dilucuti dari kewibawaannya yang abadi, menjadi sinonim dengan superioritas bangsa Arya, kemenangan Arya, serta anti-semit dan anti segala sesuatu selain Arya. Dengan penghinaan yang berlebihan, dia nampak di tank, pesawat tempur, meriam, uniform, stempel dan bendera dari mesin perang Jerman, menjadi saksi kekerasan terhadap kemanusiaan oleh manusia. Terpujilah Tuhan bahwa Naziisme dengan ancamannya yang luar-biasa kepada umat manusia telah bisa dimusnahkan, namun marilah kita membersihkan Swastika dari segala fitnah berupa segala dosa yang dilekatkan oleh banyaknya kejahatan yang berkembang pada waktu bangkitnya pembantaian oleh Hitler, dan marilah kita sajikan kepada umat manusia ilmu dan hikmah yang terkunci dalam keempat tangannya.



Swastika di Mesir Kuno.



Kita telusuri Swastika ke orang-orang Afrika kuno yang mendirikan peradaban Mesir dan yang menggunakan Swastika sebagai lambang serta membangun Piramida Besar sebagai monumen agama mereka, dan sebagai suatu simbol nubuatan dari seorang guru agung yang akan membawakan agama sempurna. Betapa pun, sejarah memberi kita sedikit sekali pengetahuan tentang asal-usul Swastika dan itupun, tidak konsisten serta kabur. Tetapi saya percaya ada suatu kunci untuk setiap misteri, yang dengan rahmat Ilahi serta kerja tekun akan bisa diketemukan; dihubungkan dengan sejarah agama, Egyptology, Great Pyramid dari Ghizeh serta tradisi yang berhubungan dengan Swastika, maka pembimbing dan yang berwenang haruslah Quran Suci, yang merupakan wahyu terakhir serta satu-satunya yang masih murni dari Yang Maha-mengetahui Segala Yang Ghaib, ‘Buku Sempurna’ yang dirujuk oleh semua agama sebelumnya. Banyak rahasia dunia ini diwahyukan melalui al-Quran 1400 tahun yang lalu, dan telah diterima oleh sebagian besar cendekiawan serta ilmiawan hanya dalam abad yang lalu atau sekitar itu. Marilah kita tidak membuang waktu yang sangat berharga dengan membaca pinggir-pinggirnya, pintu telah terbuka kini, kita boleh langsung masuk ke dalam rumah itu sendiri.


Saya kaaitkan bahwa Swastika itu adalah kontraksi dari lima cita ideal dari Mesir Kuno – satu Pencipta dengan empat sifat utama – padanan atasnya banyak kita jumpai di tempat-tempat lain di dunia. Di sini kita menghubungi otoritas kita, al-Quran:


“Dan mereka berkata: Janganlah kamu meninggalkan tuhan-tuhan kamu, dan jangan (pula  meninggalkan) Wad, dan Suwa, dan Yaghuts, dan Ya’uq, dan Nasr” (HQ.71:23).
   
“Dan sungguh mereka telah menyesatkan banyak orang. Dan tiada Engkau menambah kaum lalim kecuali kerusakan”(HQ.71:24).

“Karena kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan, lalu dimasukkan ke Neraka, maka mereka tak menemukan penolong bagi mereka selain Allah”(HQ.71:25).


Di sini kita dapati nama lima berhala yang ‘disembah pula oleh orang Arab’ pada zaman Nabi Nuh: Wadd tuhan lelaki, Su’wa tuhan perempuan, Yaghuts tuhan-singa, Ya’uq tuhan-kuda dan Nasr tuhan-rajawali.. Ahli Mesir Kuno, dalam menggali tulisan hiroglip dari Piramida Besar, dan menterjemahkan tradisi kaum Mesir Kuno, menemukan lima indikasi kuat bahwa lima tuhan yang sama ini, atau sekutunya, telah disembah juga di Mesir – Horus beserta empat anak lelakinya, yakni, Amsta dewa-lelaki, Hapi dewa-singa, Taumutf dewa ox atau sapi, Kablsenuf dewa-rajawali. Sekarang marilah kita bangun persamaan universal dari dewa-dewi ini (cita-ideal yang asli):


Arab
Mesir
Yahudi
Chaldean
Wadd – lelaki Horus Adam – lelaki Ustur – lelaki
Suwa – perempuan Amsta – lelaki

Yaghuts – singa Hapi – singa Aryih – singa Nirjul – singa
Ya’uq – kuda Taumutf – sapi Shor – sapi Sed-Alap – banteng
Nasr – rajawali
 
Kablsenuf – elang
 
Neher-rajawali (Ezek.1:10)
 
Nattij – rajawali.
 

Cina
Meksiko
Afrika Barat
Tai-Tsong – dewa timur Acattal Ibara
Sigan-fo – dewa barat Tecpate Edi
How-Kwang – dewa selatan Colli Oyekum
Chenusi – dewa utara
 
Tochtti
 
Oz-be
 


Kemiripan yang umum, dari simbol ini, didukung oleh munculnya Swastika yang berkaitan dengan mereka, dengan pasti menegakkan asal-usul yang murni dan sama, yakni agama ilahi monoteistik yang diwahyukan. Mengenai paganisme, ini agaknya menjadi nasib alamiah dari agama sebelum Islam, yang dekrit Ilahinya tidak awet sepanjang masa. Seperti dalam agama Kristen, Buddha, Hindu, Yahudi dan sebagainya, para pemeluknya merubah nabi-nabinya (lelaki dalam bentuk berhala) sambil meninggalkan Tuhan yang diajarkan oleh nabi tersebut. Meskipun ada perubahan ini tetapi kebenaran aslinya tidak hilang, berkurang atau hancur, mereka tersaji sebagai tantangan dan petunjuk pasif bagi manusia yang ingin mencari kebenaran sejati.

Albert Churchward, ahli sejarah dan batu purba terkemuka menulis:

“Kita menganggap bahwa Piramida Besar dari Gizeh itu diabngun di Mesir sebagai sebuah monumen dan memorial abadi bagi agama awal ini, dengan hukum ilmiah yang benar, dengan ilham ilahi dan ilmu tentang hukum-hukum alam semesta. Sungguh kita bisa melihat Piramida Besar ini sebagai kuil sejati dari batu yang pertama di dunia, mengungguli yang lain yang telah dibangun, dengan rahasianya yang digambarkan di batu itu, secara simbolis, untuk dibaca oleh mereka yang mendalami rahasia misteri dari agama mereka” (2).

Sebelum kita mulai memecahkan rahasia Swastika, marilah pertama-tama kita mengakrabkan diri kita dengan ilmu menarik tentang perlambang (simbolisme) dengan menelusuri dua lambang umum ke sumber mereka, dan mencatat betapa mereka itu (simbul pada umumnya) bisa dalam rentang waktu berbalik dari baik ke buruk atau sebaliknya. Misalnya, sekarang ini cincin kawin melambangkan persatuan dari seseorang, pengabdian serta kehendak antara seorang lelaki dengan seorang perempuan yang berikrar dalam ikatan perkawinan; bulan madu itu melambangkan kegembiraan, kemandirian mereka serta ‘meninggalkan semuanya yang lain-lain’. Namun, bila kita telusuri, kita dapati bahwa cincin itu melambangkan ikatan atau rantai yang diperuntukkan seorang budak. “Sekarang engkau dalam ikatanku, kehendak bebasmu berakhir hari ini” – bulan madu kita telusuri sebagai perkosaan terhadap seorang perawan muda dari orang tuanya oleh seorang muda yang keras hati, melarikannya ke tempat yang jauh dan sunyi untuk menikmatinya.

Jadi kita bisa melihat betapa banyak lambang telah mengalami perubahan di tangan masyarakat dan budaya yang berbeda, meninggalkan hanya bayangan dari maknanya yang asli.
Swastika mewakili Piramida Besar dari Ghizeh.

Swastika telah berumur 7000 tahun, digunakan oleh demikian banyak bangsa, sesungguhnya telah diabdikan kepada macam-macam, tetapi, dengan mengambil maknanya, yakni makna yang konsisten serta paling orisinil, kita bisa membangun suatu dasar bagi penterjemahannya. Sejauh ini kita telah menyusun arti bahwa Swastika itu merupakan kontraksi dari lima citra-ideal yang disembah dalam bentuk berhala baik oleh bangsa Arab maupun Mesir, yang dalam kasus ini yang terdekat dengan agama aslinya. Ahli-ahli Mesir Kuno menyatakan kepada kita bahwa Horus, Maha-dewa, berdiri di puncak piramida didukung oleh empat puteranya yang berdiri di masing-masing pojok-penjuru.

Gambar berikut ini akan memfasilitasi perbincangan kita:

Horus dan empat puteranya melambangkan Sifat Utama Ilahi

Quran  Suci menyeru manusia agar beriman kepada para nabi yang telah di kirim ke segala bangsa dan kaum, dengan petunjuk dari Tuhan Yang Maha-kuasa; bahwa berhala, seperti yang kita lihat sebagai contoh adalah Horus dengan ke empat anak laki-lakinya, adalah produk dari kesalahan pemikiran manusia, seperti juga ketidak-sucian kitab-kitab suci adalah hasil interpolasi manusia. Maka kita temukan bangsa Mesir dan Arab menyembah – seperti juga banyak bangsa lain – menyembah nabi dan citra-ideal dari agama mereka dan bukannya Tuhan Yang-esa Yang memiliki semua citra-ideal kesempurnaan, Yang membangkitkan para nabi dari antara manusia. Tetapi kita tahu bahwa nabi itu bukan dewa ataupun berhala, mereka tiada lain adalah cermin yang terbabar di hadapan manusia akan adanya dan aspek Ketuhanan.

Horus -sepertinya dia adalah seorang nabi atau guru dari Mesir Kuno – selanjutnya jelas tidak benar dalam simbolnya, karena kita tahu bahwa Tuhan itu bukan laki-laki, dan tidak punya putera atau puteri, tetapi, bila kita melucuti lambang ini dari semua mitologinya, maka kita tiba pada cita-ideal yang melatar­belakanginya atau atribut (asma/sifat)nya; Horus kemudian menjadi Tuhan Yang Maha-esa dari semesta, anak-anak lelakinya adalah empat atributnya yang utama; yakni, Yang Maha-kuasa, Yang Maha-pengasih, Yang Maha-bijaksana, Yang Maha-adil.

Sifat-sifat Allah

Surat pertama dari Quran Suci, al-Fatihah, dikenal sebagai Ummul Kitab, Induknya Kitab, Pembukaan Kitab; ini adalah inti-sari kebenaran, inti keimanan bagi jutaan Muslim dan semuanya adalah, atau bahwa, Islam terbangun dalam tujuh ayat di dalamnya yang selalu hidup (karena dulang-ulangi dalam salat –Pent.). Surat ini dimulai:

“Dengan nama Allah, Yang Maha-pemurah, Yang Maha-pengasih.

Segala puji kepunyaan Allah, Tuhan sarwa sekalian alam,

Yang Maha-pemurah, Yang Maha-pengasih.

Yang memiliki Hari Pembalasan”. (Q.S.1:1-3).

Empat asma utama terdapat dalam tiga ayat ini dan mereka adalah dasar dari aspek-Nya, sifat ilahi-Nya yang lain memancar dari sini. Asma Ilahi ini tetap konstan, seperti yang kita lihat, perbedaannya hanyalah bahwa agama yang belakangan sewajarnya lebih mencakup dalam pengertian dan penerapannya. Di sini lagi-lagi Islam itu unggul dibanding agama lainnya, karena al-Quran tidak membiarkan kita melewatkan sifat-Nya tetapi dengan tegas menyatakan dan menerangkan asma-asma Ilahi, yang secara tanpa disangka berfungsi memperkaya kosa-kata dari agama lainnya.

Dia adalah Rabbul a’lameen, Tuhan sarwa sekalian alam (Yang Maha-kuasa); Dia adalah Rahman, Yang Maha-pemurah (Yang Maha-penyayang); Dia adalah Rahim, Yang Maha-pengasih (Yang Bijak dalam Kasih-sayang). Dia adalah Maliki yaumiddiin, menunjukkan keadilan-Nya yang sempurna.

Lambang Sapi, Banteng dan Horus

Sekarang kita telah menegakkan pendapat bahwa lambang ini, yang digunakan oleh bangsa purba, berfungsi sebagai cermin dari sifat Tuhan tertentu; dengan ungkapan yang lebih langsung, lambang itu diadakan untuk menunjukkan akibat perbuatan manusia yang didukung oleh sifat tersebut. Misalnya, banteng adalah simbol dari kemakmuran karena tenaga reproduksinya dan manfaat besar yang mengikutinya kepada manusia. Akhir dari semuanya, sapi atau lembu adalah basis peradaban awal, dan sapi kelihatannya menjadi lambang kebudayaan. Lembu itu memberi susu, menarik bajak, dan mengairi ladang. Bila kita pertimbangkan keadaan orang-orang dahulu, kita dapat siap melihat pentingnya binatang ini. Sungguh pastilah pentingnya hewan ini, karena, bila manusia tanpa melalui pertolongannya membuka ladang, menanam dan menetap, maka abad batu akan masih tetap berlangsung.

Ada dua surat dalam al-Quran yang mencurahkan  cahaya yang melimpah terhadap masalah ini, satu adalah surat kedua, “Sapi”, yang lainnya “Keluarga Imran”, surat ke tiga.  Kedua surat ini dimulai dengan huruf ‘alif’,’lam’,’miim’. ‘Alif’ dalam tulisan kuno hieroglip bangsa Mesir dan Phunisia adalah sapi, yang digunakan mengolah tanah dalam persiapan menanam biji-bijian, ‘lam’ adalah batang atau tongkat yang digunakan untuk memerintah dan mengendalikan sapi, (bentuknya berkebalikan dalam bahasa Arab dan Inggris), ‘miim’ adalah air yang diperlukan biji agar bisa dipanen. Lembu itu merupakan lambang yang diperlukan oleh bangsa kuno, tetapi ini adalah satu fase dari sejenis budaya tertentu. Al-Quran menerangi dengan cahaya akan perkembangan dari budaya manusia, menyatakan bahwa ini ada dua cabang, spiritual dan fisikal. Karena itu, sapi melambangkan pengolahan bumi (budaya fisik) dan juga persaudaraan serta kesatuan tujuan (budaya spiritual) (3), yang keduanya adalah saling menunjang. Dalam bahasa Ibrani, Imran berarti ‘seikat gandum yang masak’, yakni, produk dari budaya fisik – evolusi manusia ke tujuan spiritual. Di medan perang Uhud, Nabi Suci s.a.w. melihat dalam rukyah sapi-sapi disembelih. Beliau sendiri menafsirkan bahwa dalam pertempuran itu sejumlah sahabatnya akan gugur, yakni para sahabatnya itu disebut sapi karena kasih-sayang dan saling menyayanginya.

Dalam Kitab Weda kita membaca bahwa banteng itu memanggul semesta, tetapi banteng juga budaya fisik dan spiritual, penyebab tunggal dan pemelihara bumi. Dalam filsafat Cina ada tiga huruf ‘ann, ho dan ping’. Ann (beras di mulut) menunjukkan arti pemelihara, awal kebutuhan kehidupan.

Dasar ideal dari contoh-contoh ini terdapat dalam sifat utama-Nya yang pertama, Rabbul ‘Alamiin; yakni, Dia adalah Tuhan sarwa sekalian alam, melalui mana hadirlah hukum alam, penciptaan, pemeliharaan, pengembangan dan perlindungan.

Setelah sapi atau banteng, dalam filsafat Cina ‘HO’ digambarkan sebagai ‘Seorang wanita  di dalam tenda’. Lihatlah dalam kitab alam ini engkau akan melihat bahwa burung membuat sarangnya ketika mulai birahi. Perempuan, sarang, rumah dan kasih adalah sinonim. (Inilah al-Nisa, surat keempat dari al-Quran). Dalam Egyptologi, setelah sapi atau banteng, adalah perempuan dan kemudian datanglah makanan (al-Maida), atur meja makan bagi sekeluarga manusia. Adalah cinta spiritual atau kasih Ilahi dan cinta keada sesama manusia pada umumnya, yang dalam terminologi Quran disebut Rahmaniyyat. Kemudian tibalah atribut ke tiga, ‘Hikmah’, dimana manusia belajar dari mereka – kebijaksanaan tentang anatomi, obat-obatan, bahasa dan mekanis  - yang Allah tetapkan dalam dirinya. Setelahnya datanglah Al-A’raf, tempat yang tinggi dan luhur; boleh anda namakan ini kebijakan spiritual. Ini dalam terminologi Quran adalah “Kitab dan Hikmah-Nya”. Dan dalam bahasa kiasan, ini adalah seekor elang rajawali. Dalam filsafat Cina ini adalah ‘Ping’, atau persamaan dari hati nurani.

Setelah persediaan (sapi), rumah (perempuan), persamaan hati (atur meja untuk seluruh keluarga manusia), wahyu (hikmah-rajawali), sekarang tibalah ‘Singa’. Ini adalah lambang keadilan di gerbang majelis, tidur ketika manusia tidak berbuat kesalahan, mengaum ketika kejahatan merebak. Dalam Quran Suci ada dua surat. Rampasan perang (Al-Anfal) dan Taubat (Al-Tauba) yakni, singa mengaum. Mereka yang telah merasakan penelitian filosofis dari Quran Suci akan menyadari betapa singa itu beristirahat atau mengaum. Dalam al-Anfal (hadiah sukarela bagi umat yang papa dan tertindas), singa itu tertidur, karena segalanya berjalan menurut aturan berbuat keadilan. Dan betapa singa itu mengaum dalam al-Taubah. Masalah yang sangat menkjubkan ini diringkas dalam surat yang sangat pendek (al-Fatihah) dalam Quran Suci: Ada empat penyangga arasy Tuhan kita, yakni, Kekuasaan, Pemurah-penyayang, Kebijaksanaan, dan Keadilan (Rabb, Rahman, Rahim, Malik Yaumiddin). Tetapi disini kita pertimbangkan delapan surat permulaan yang berkaitan dalam Quran Suci. Sebagaimana dikatakan di sana:

“Dan para Malaikat ada di sebelahnya. Dan pada hari itu delapan (Malaikat) memikul Singgasana Tuhan dikau di atas mereka”(QS.69: 17).

Dan ini digenapi pada hari penaklukan Mekkah. Analogi yang mirip dengan ini, dalam Egyptologi, bahwa pada setiap sudut-penjuru alam semesta ini ada empat malaikat yang mendukung alam semesta atau langit atau Kerajaan Ilahi. Missionaris Kristen dengan sia-sia mencoba mencocokkan para penulis Alkitab dengan jumlah dibulatkan kepada sudut-sudut Atribut Tuhan ini. Dan lihatlah omong kosong ini, bahwa Mateus sebagai lelaki, Markus sebagai singa, dan Yohanes sebagai rajawali (4), Egyptology melambangkan empat kekuatan ciptaan Yang Maha-kuasa (disebut secara kiasan putera Yang Maha­kuasa), dan mereka, merasa sedih bahwa Yesus tidak berputera, karenanya menetapkan bahwa keempat penulis Alkitab adalah puteranya. Lebih masuk akal kiranya kalau dikatakan bahwa Nabi Suci kita memiliki empat putera perkasa dan yang keempat dari mereka adalah Ali, singa Tuhan. Tetapi ini hanyalah guyonan buat orang yang kekanak-kanakan. Empat sifat utama, Mencipta, Menyayangi, Bijaksana dan Adil, masing­masing dari mereka diperlukan dan dalam suatu cara adalah saling melengkapi. Mencipta tanpa kasih dan kasih tanpa kebijakan dan bijak tanpa keadilan adalah sia-sia dan tak berguna. Al-Quran tidak dimulai dengan silsilah yang kabur dari seorang tertentu ataupun ilmu geologi yang rancu dalam Surat Kejadian. Ini adalah murni (tak tersentuh oleh tangan manusia) Firman Tuhan, Yang Maha-bijaksana, Yang Maha­mengetahui. Demikianlah al-Quran dimulai dengan asma-Nya yang Tepat, Ke-Maha-kuasaan-Nya dan empat Sifat-Nya yang paling mencolok yakni Kekuasaan, Kasih-sayang, Kebijaksanaan dan Keadilan.

Ini adalah Sapi, Perempuan, Elang-rajawali dan Singa dalam Egyptiologi. Mungkin seseorang dari kalian berfikir bahwa keempat atau kelima berhala dari kaum pagan dan penyembah berhala dari Mesir Kuno (apakah disembah ataupun tidak di seluruh dunia) tidak berkaitan dengan citra-ideal tinggi dari monoteisme atau Teologi Sejati. Saya tarik perhatian anda kepada rukyah Yehezkiel, nabi terkemuka dalam Alkitab. Dia, dalam sangat awal dari bukunya, menyatakan bahwa dia melihat suatu rukyah(vision) dimana dia ditangkap di Babylonia. Dia melihat perupaan dari empat makhluk hidup, dan inilah penampakan mereka:

“Keempatnya mempunyai muka manusia di depan, muka singa di sebelah kanan, muka lembu di sebelah kiri, dan muka rajawali di belakang.” (Yehezkiel 1:10).

Sekarang anda perhatikan bahwa empat patung dari batu itu menjadi masalah penting dalam rukyah seorang nabi. Seolah 7000 tahun usia Egyptologi dibenarkan oleh rukyah Yehezkiel,, yang hidup 595 tahun sebelum Kristus.

Lagi kita baca hal itu (dalam sebuah kitab seratus tahun sesudah Kristus) dalam wahyu kepada Yohanes, yang berucap:

“Aku melihat: Sesungguhnya, sebuah pintu terbuka di sorga dan suara yang dahulu telah kudengar, berkata kepadaku…..Naiklah kemari dan Aku akan menunjukkan apa yang harus terjadi sesudah ini”

“Dan di hadapan takhta itu ada lautan kaca bagiakan kristal; di tengah-tengah takhta itu dan sekelilingnya ada empat makhluk penuh dengan mata, di sebelah muka dan sebelah belakang. Adapun makhluk yang pertama sama seperti singa, dan makhluk yang kedua sama seperti anak lembu, Dan makhluk yang ketiga mempunyai muka seperti muka manusia, dan makhluk yang keempat sama Dengan burung elang yang sedang terbang” (Wahyu kepada Yohannes 4:1, 6-7).

Kata-kata “Aku akan menunjukkan apa yang harus terjadi sesudah itu” pantas dicatat. Ini mengindikasikan bahwa ini bukan kisah kuno melainkan suatu nubuatan yang harus digenapi di masa depan. Karena itu jelas bahwa Yesus tidak ada kaitannya dengan ramalan dari zaman kuno ini. Betapa menakjubkan nubuatan itu! Pertama dari semuanya, ini disiarkan ke seluruh negeri di dunia. Kedua, Piramida Mesir, keajaiban dunia yang paling mengagumkan, dari ketinggian 500 kaki berdiri selama 7000 tahun untuk memproklamirkan ramalan ini. Ketiga, wahyu kepada nabi besar Yehezkiel dan juga St. Yohannes memperjelas prediksi ini baik sebelum maupun sesudah kedatangan Yesus. Nubuatan tentang kemasyhuran, prestise, keagungan, dan kemuliaan ini dipenuhi dalam pribadi MUHAMMAD s.a.w. Piramida, Swastika, Buku Kematian, wahyu kepada nabi Yehezkiel, dan St. Yohannes, semuanya sepakat mengumumkan bahwa ada seorang yakni Horus atau Matahari yang Besar; yakni Tuhan Yang Maha-kuasa Sendiri, dengan keempat ‘putera’nya yang adalah Asma-sifat Utama-Nya, yang menciptakan alam semesta. Dalam gambar Swastika tangan­tangannya ini yang menciptakan apa yang di Timur, apa yang di Barat, apa yang di Selatan dan apa yang di Utara, atau apapun juga di langit dan jauh di bumi. Dalam fraseologi Quran Suci, Dia-lah Pencipta langit dan bumi. Keempat puteranya ialah keempat asma-Nya yang paling menonjol, Pencipta dan Pemelihara, Yang Maha-pemurah, Yang Maha-pengasih-penyayang, Yang memiliki hari Pembalasan(QS.1:1-3).

 Swastika dalam Kitab Suci Hindu.

‘Swastika’ memancar dari tanah Piramida dan disebarkan ke seluruh dunia termasuk di India. Ini adalah tanda ‘sehat wal afiat’, rahmat-karunia dan nasib baik. Dalam Kitab Weda inilah ‘Swasti’ tetapi dalam Ramayana, Mahabharata serta kitab-kitab lain ini dalam bentuk lengkap ‘Swastika’. Bentuknya dalam bahasa Sanskerta adalah ‘Sutasti’, sehat wal afiat dan harapan baik. Pertama dari semuanya, marilah kita periksa apa yang dikatakan pakar: Sir Monier Williams dalam Sanskrit-English Dictionary menulis: Swasti berarti sehat, bahagia, penuh sukses, boleh juga diserupakan dengan, salam, sehat, suatu istilah untuk memberi salam (Swastika-Assalamu’alaika yakni ‘damai bagi kalian’ A.Haque) terutama pada pembukaan surat atau sanksi atau pujian (seperti kita berkata sallamna). ‘Swasti-kara’ nama seorang lelaki, ’Swasti karman’ menyebabkan sejahtera dan sukses, ‘Swastikar’ penyair yang menyerukan ‘swasti’ (Ramayana). Khususnya semacam palang mistis, dengan ekstremitas empat lengan yang condong memutar ke jurusan berlawanan (jarum jam). Mayoritas pakar menganggapnya suatu simbol rembulan; yakni, mewakili bentuk pemendekan roda Dewa Wisnu, terdiri dari empat jari-jari roda yang saling  memotong pada sudut kanannya ada bagian yang pendek di pinggiran rodanya di tiap ujung jari-jari roda itu yang memutar ke satu jurusan untuk menunjukkan arah perputaran matahari. Di kalangan Jain (suatu sekte Hindu) ini adalah satu dari 24 tanda harapan kesejahteraan dan adalah emblem dari tujuh Arhant dari Avsarpini yang hadir (seorang pembaharu yang dijanjikan). Saling memotong dari tangan-tangannya atau tangan-tangan di dada (Mahabharata), adalah pertemuan dari empat jalan. Suatu cara duduk khusus telah dipraktekkan oleh Yogis (dimana jari-jemarinya ditaruh disela lututnya). Swasti Atreya adalah nama dari saga kuno pengarang Kitab Rig Weda, bab 50.51.

Swasti dalam Kitab Weda

Kitab Weda umumnya dipercaya sebagai otoritas yang tinggi dalam kebanyakan sekte Hindu. Dan  Rig Weda adalah, kata kisah itu selanjutnya, menciptakan tiga Kitab Weda lainnya. Ada banyak mantera ‘Swasti’ dalam Kitab Weda, saya pilih merujuk hanya bait-bait yang dipandang oleh teman maupun lawan, kaum Orientalis maupun pendeta Hindu, sebagai ambigu dan kabur. Dengan rahmat Allah saya akan ungkapkan misteri dan rahasianya.

Seorang Putera dari Perawan kepada siapa Tuhan memberi dia kehidupan yang baru.

Dalam Rig Weda ditulis: “Dewa dari kuda spiritual yang berwarna merah kecoklatan, Engkau telah bawakan dari bukit-semut seorang putera dari perawan yang belum menikah, kepada siapa semut makan. Orang buta melihat dengan jelas, ketika dia mencengkeram ular naga, dia bangkit dan memecahkan bejana; tempatnya digabungkan lagi (Rig Weda 4:19:9). Dewa dari kuda spiritual yang berwarna merah kecoklatan adalah Indra atau Surya sang matahari yang berpendar kemerahan, kita bisa mengatakan bahwa sepanjang Tuhan Yang Maha-kuasa mengizinkan sebagai kiasan, maka yang dibawa dari bukit-semut, dalam bahasa sanskerta  adalah rayap.

Analogi Kata

Dewa dari kuda spiritual yang berwarna merah kecoklatan: Kuda dewa itu adalah kuda merah yang secara kiasan berarti pendar kemerahan, yakni bahwa: Dewa dari pendar kemerahan yakni Surya (Matahari). Ini adalah dewa merah di Egyptologi.
Dibawa dari bukit-semut: Dalam bahasa sanskrit ini adalah rayap atau rayap besar, secara alegoris adalah orang yang paling jahat disebut rayap pengkhianat .
Putera Perawan: Perawan berarti (a) (Tanah) yang belum diolah dan tidak produktif, (b) Tanpa dosa baik sudah menikah ataupun belum, (c)Para pakar yang tidak menjual ilmunya untuk memperoleh keuntungan dunia dan menjaga pengetahuan mereka tetap bersih-suci.
Orang buta: Dia yang dalam kegelap-pekatan, dipaksa oleh musuhnya untuk meraba-raba dan berkelana untuk mencari jalan keluar.
Naga : Adalah musuh, yang akhirnya dicengkeram.
Bejana dipecahkan, yakni dia menjadi bebas.
Tempatnya digabung lagi: Tempatnya ini yalah para sahabatnya.

Dikatakan dalam bait ini: Dewa merah atau Tuhan Yang Maha-kuasa datang untuk membebaskan yang tertindas yang terjebak oleh musuhnya, meraba-raba dalam kegelapan tidak tahu jalan keluarnya, ketika musuh ditangkapnya, dia menjadi bebas dan para sahabatnya bergabung kembali.

Kini bait Kitab Weda ini mempunyai tujuh titik yang paralel dengan kisah dalam Egyptologi:
Dalam Egyptologi adalah ‘Tuhan Merah’ dan dalam Weda ini adalah Tuhan dari kuda spiritual yang
berwarna merah kecoklatan atau pendar kemerahan  yakni Tuhan Yang Maha-kuasa Yang berbuat
keadilan, membawa orang yang tak berdosa dan tertindas dari jebakan musuh, dia memecahkan jebakan itu dan menjadi bebas serta para sahabatnya bergabung lagi. Suatu peringatan yang menakjubkan di sini adalah: bahwa masalah yang dibahas dalam bait Kitab Weda dan abstraksi dari gambaran Mesir Kuno ini sekali lagi dinyatakan dalam Quran Suci:

“Demi terangnya waktu siang! Dan demi malam tatkala sunyi senyap! Tuhan dikau tak meninggalkan engkau, dan tak pula Ia kecewa. Dan sesungguhnya yang belakangan itu lebih baik bagi engkau daripada yang permulaan. Dan Tuhan dikau segera akan memberikan kepada engkau, sehingga engkau menjadi puas. Bukankah Ia menemukan engkau seorang anak yatim, lalu Ia memberi perlindungan? Dan Ia menemukan engkau meraba-raba, lalu Ia menunjukkan jalan yang benar.Dan Ia menemukan engkau orang kekurangan, lalu Ia mencukupi engkau. Oleh karena itu terhadap anak yatim, janganlah engkau sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang bertanya, janganlah engkau membentak. Dan tentang kenikmatan Tuhan dikau, umumkanlah” (Q.S.S.93).

Kalajengking dan rayap menggigit dan menyengat Nabi Suci ketika ada jeda dalam turunnya wahyu. Kata-kata ini menenteramkan, Tuhan tak akan meninggalkanmu. Memang ada malam dan tetap gulita, tetapi matahari akan bersinar terang dan keadaaan mendatang pasti lebih baik dari keadaan sekarang.

Dalam Egyptologi adalah Tuhan Merah, dalam Kitab Weda adalah matahari dewa dari kuda atau kuda merah, dan dalam Quran Suci ini juga matahari ketika ini semakin bersinar. Dalam Egyptologi dalam kelopak matanya ada semak, dalam Weda ada kebutaan yang dilemparkan oleh musuh-musuhnya, sehingga dia meraba-raba dalam kegelapan. Maka Tuhan yang Maha-kuasa membawanya keluar dari bukit-semut yang penuh rayap dan kalajengking serta memberi semua yang disukainya.

Suatu nubuatan yang menakjubkan untuk masa depan.

Bait-bait Weda ini dan gambar-gambar dari Egyptologi sebagaimana ayat-ayat dalam al-Quran mengandung arti yang lebih mendalam. Ini adalah ramalan yang menakjubkan dari dunia baru atau bangsa­bangsa yang materialistis di Barat yang telah kehilangan semua perasaan tentang nilai hidup tertinggi. Kalajengking besar, ular naga sepanjang 600 kaki, dari Egyptologi, rayap yang besar-besar dan banyak, Tiamat dan Ahi, ular naga yang besar dari Weda, Behemoth, Leviathan dalam Alkitab, Tiamat dari Babylonia, Dajjal dalam kitab hadist kaum Muslim adalah serupa dalam perasaannya. Maka monster ini dari laut telah muncul. Apakah itu rayap, kalajengking, ular naga, monster, Behemoth, Leviathan, dan Keledai Dajjal adalah kejahatannya. Dan kepalanya akan diremukkan oleh Paraclete atau para pengikut sejati dari Paraclete dengan dalil yang meyakinkan dan bukti-bukti yang menentukan, yang telah dilengkapi oleh Quran Suci dengan wahyunya. Saya tak dapat mewacanakan masalah ini dengan rinci, karena hal ini akan dikaitkan dengan nubuat Nabi Ayyub.

Hasrat yang teguh dari seorang bijak dalam Weda.

Tertulis dalam Rig Weda: Surya(matahari) sang bijak, seperti bila tidak menikah, dengan pasangannya, dalam pertempuran dengan semangat penuh cinta bergerak menuju musuh-musuhnya. Semoga dia,  yang mulia sendirinya, memberi kita satu rumah perlindungan, suatu rumah yang menjaga dari teriknya panas dari segala penjuru (Rig Weda 5:44,7).

Benar-benar bait yang membingungkan, kata para mufasir. Kesulitannya adalah: ‘Matahari sang bijak’.
Pertanyaannya adalah apakah ini dewa matahari atau  seorang yang bijaksana?
Dikatakan lagi: Dia itu ‘tak menikah’ tetapi mempunyai ‘pasangannya’.
Dalam pertempuran yang penuh cinta, nampak bertentangan dengan semangat sang bijak.
Bergerak mengatasi musuh, demi maksud apa, matahari atau orang bijak?
Semoga dia, yang mulia sendirinya, tak menikah dengan seorang pasangan, pertempuran dengan
semangat kecintaan, bergerak menuju musuh tanpa suatupun  tujuan yang positif, dalam pemaparan ini tak nampak kebajikan sama-sekali.
‘Berilah kita satu rumah perlindungan’. Bila ini matahari jelas tak bisa memberi anda rumah perlindungan.
Bila dia seorang bijak, maka dia akan menasehati anda. Saya bukanlah pejabat pemberi tempat tinggal, maka berdoalah kepadanya.
‘Suatu rumah yang menjaga dari teriknya panas dari segala penjuru’. Suatu permohonan yang tidak cocok ke kantor matahari. Pejabatnya akan membalikkan kepadamu dengan catatan ini: hanya panas terik yang bisa kami hadiahkan kepadamu. Kami tidak punya rumah beralat pendingin.
Anda bisa minta kepada dewa matahari, agar dia memberi anda rumah yang mencegah dari dingin yang mencekam, tetapi anda tak bisa berharap dari Agni (dewa api) menghadiahi anda dengan es krim.
Anda bisa mengatakan bahwa bait-bait ini adalah kiasan yakni Matahari adalah nama Tuhan yang Maha-kuasa, dan kita bisa berdoa mohon perlindungan, keputusan yang bijak, tetapi ini tak bersangkut-paut dengan masalah yang dipersoalkan dalam bait ini: ada matahari sang bijak, tidak menikah tetapi punya pasangan, bergerak menuju musuhnya, dan seterusnya.
Namun, bila seseorang mendesak terus untuk perkara ini, maka jawaban dari sekretaris Yang Kuasa akan menjadi: Kami telah mengaruniaimu dengan otak dan kecerdasan, maka pergilah dan bangun rumahmu sendiri.

Penafsiran rasional atas bait-bait ini

Dengarkanlah dariku penerjemahan yang masuk akal dari bait-bait ini: Matahari yang bijak bukanlah benda langit yang penuh gas. Dia seolah tidak menikah tetapai mempunyai pasangan. Seorang Muslim yang sempurna pada waktu berpuasa. Dia dalam pertempuran dengan semangat kecintaan. Pertempuran ini adalah melawan dirinya sendiri terhadap nafsu rendah, melawan pasukan kejahatan, kemesuman, ketidak-adilan dan kerusakan moral. Pertempuran ini membutuhkan barisan yang tangguh, latihan untuk menciptakan kemauan yang keras, disiplin, pengendalian, pemeriksaan ketat, karenanya, dia melewatkan sepanjang hari dalam panas terik dari segala penjuru, tanpa makan dan minum, dia memiliki pasangan cantik di sampingnya, tetapi sepanjang hari seolah dia tidak menikah, segala macam minuman pelepas dahaga dia punya, dan tak ada kelangkaan makanan yang lezat cita rasanya, tetapi dia tidak makan dan minum, karena Tuhannya telah melarangnya dan dia memiliki keyakinan teguh bahwa Dia melihatnya dan dia itu di hadapan Tuhannya sepanjang hari. Dia menyusun perispan untuk memerangi pasukan iblis, dan dia bergerak menuju musuh-musuhnya. Hadiahilah kami suatu rumah perlindungan! Dia mohon perlindungan, suatu tempat suci, suatu pengamanan terhadap Setan dan perbuatan jahatnya. Suatu rumah yang menjaga dari teriknya matahari dari segala penjuru? Rumah itu bukanlah bangunan dari batu atau bata, tetapi rumah itu adalah agama sempurna yakni Islam, barangsiapa yang masuk ke dalamnya pasti akan selamat. Yakni al-Quran yang penganugerahannya terjadi pertama pada bulan ramadhan, bulan panas terik dari segala penjuru (terjemahan kata asli dari Ramadhan). Dalam Egyptologi, ‘Horus’ (matahari yang dijanjikan) dalam bulan ini mengikat dan menelikung Sut dan Sab (Setan) dengan rantai. Dan ini adalah tempat berlindung serta rumah berpendingin yang mengusir panas teriknya neraka baik di dunia maupun di akhirat. Maka, para saudaraku yang beragama Hindu, masuklah dalam rumah yang ditandai Swastika ini dan anda akan selamat. Jangan salahkan atau takut kalau seorang muslim mengundang anda, karena ini adalah orang suci yang bijaksana milikmu sendiri dalam Weda yang menghimbau anda agar masuk dalam suaka perlindungan Islam ini.

Suatu cahaya yang luas untuk menerangi bangsa Arya.

“Di dalammu, O terang benderang seperti Mitra (matahari), Vasus (pendar cahayanya), duduklah  kekuatan dari Asura (orang bijak) karena mereka cinta kepada semangatmu. Engkau telah mengusir  Dasyus (putera kegelapan) dari rumah mereka, O Agni (pribadi yang memberi cahaya) dan membawa  cahaya yang luas untuk menerangi bangsa Arya” (Rig Weda 7:5:6).

Baik kawan maupun lawan mengakui, bahwa bangsa Arya mengusir penduduk asli India dari tanah-airnya. Mereka menamainya Dasyus, sebagai perampok, pencuri, dan putera kegelapan dan sebagainya serta memperlakukan mereka sebagai kriminal. Tetapi bait-bait ini memberi kita suatu penerangan yang luas atas pertanyaan kritis ini. Jelas bahwa putera kegelapan tidak menyukai cahaya. Sewajarnya, mereka adalah musuh cahaya dan ingin memadamkan cahaya. Karenanya tak bisa dipersalahkan atau tidak adil kalau dewa cahaya itu mengusirnya dari rumahnya. Tidak, mereka sendiri lari dari rumahnya yang gelap untuk memadamkan cahaya dan melenyapkannya. Untuk memahami terjemahan yang benar dari bait-bait yang membingungkan ini bacalah ayat berikut dari Quran Suci:

“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, dan setelah api menerangi sekelilingnya, Allah mengambil cahaya mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan –
mereka tak dapat melihat” (Q.S. 2:17).

Bait dari Weda menunjukkan: Di dalammu, O terang benderang seperti Mitra atau matahari, pendar-pendar cahayanya (yakni para pengikutmu), duduk melingkar, seperti orang-orang bijak yang belajar darimu karena mereka mencintai semangatmu. O Agni, yang menyalakan api, engkau telah mengusir Dasyus (putera kegelapan) dari rumahnya. Orang yang menyalakan api ini adalah dewa Agni yang terpuji, Nabi Suci s.a.w.(Bukhari 81:26). Ada kegelapan di sekitar. Ketika dia menyalakan api, ini bersinar di sekelilingnya, karenanya, putera kegelapan, bingung dan buta, keluar dari rumah mereka seperti laron, dan menyerbu api, serta membakar dirinya sendiri. Sebaliknya ada orang-orang baik yang memetik manfaat dari cahaya itu. Sesungguhnya, cahaya yang luas ini adalah untuk menerangi bangsa Arya. Kata-kata bijak dalam Weda itu telah digenapi dengan segala cara. Kami kaum muslim di sub-benua India, 30 hingga 35 juta, telah menyaksikan kebenaran dari nubuatan yang menakjubkan ini, dan penulis buku ini adalah satu diantaranya, mengajak saudara-saudaranya yang masih meraba-raba dalam kegelapan. Alhamdulillah! diberkahilah mereka yang berjalan dalam cahaya.

NUBUATAN  YANG UNIK DAN MENAKJUBKAN :  MATAHARI DI TENGAH MALAM.

Dinyatakan dalam Quran Suci:

“Salam! hingga terbitnya fajar” (Q.S. 97:5).

 Dan di dalam Kebijaksanaan Kitab Weda:

“Paling bijak adalah dia, membuka paksa pintu-pintu Panis, membawa matahari yang benderang kepada kita, dia yang memberi makan banyak orang, pendeta yang ceria, sahabat sesama dan kawan serumah melalui kegelapan malam yang masih ada, dia membuatnya nyata”(Rig Weda 7:9:2).

Dalam kelanjutan perbincangan sebelumnya dari baris-baris Weda, bacalah yang satu ini. Hanya ada satu bundel yang mesti diurai yakni: “Siapakah yang mebuka-paksa pintu Panis dan membawa matahari yang benderang? Siapakah Panis itu? Panis, seperti Dasyus, adalah musuh bangsa Arya, seperti dinyatakan berulang kali dalam Rig Weda. Ini juga sering kali dikisahkan bahwa mereka mencuri sapi dan menyembunyikannya di pegunungan, dan Indra dengan bantuan matahari menemukannya serta membawanya kembali. Nirukta, komentar singkat Kitab Weda, berkata: Panis adalah rentenir tetapi Weda mendekritkan bahwa mereka harus dibakar (Nirukta 6:26). Bait-bait ini jelas kabur, kata komentator. Sekarang, dengarkanlah tafsiran yang masuk akal dari saya: Panis adalah Bani’s (Bani Israil) dan mereka itu suku bangsa yahudi. Mereka tak pelak lagi adalah pelepas uang dan mereka juga percaya bahwa wahyu Ilahi itu hanya monopoli bani Israil. Sekarang terjemahan yang benar dari bait-bait ini adalah pada kebijakan ini:: Sungguh bijak dia yang membuka paksa dan memecahkan pintu-pintu Bani Israil serta membawa matahari ini kepada kita (yakni Nabi Suci), yang membawa roti ruhani kepada semua orang; dia itu pendeta ceria atau Pembimbing spiritual yang baik, sahabat sesama dan pemberi harapan baik kepada umat manusia, yang masih dalam kegelapan diberi cahaya yang nyata".

Sekarang tiba pada pertanyaan ‘Panis mencuri sapi’. Sapi dalam Weda mempunyai macam-macam arti; satu di antaranya adalah pembicaraan atau wahyu Ilahi. Karenanya, Panis mencuri sapi berarti: Mereka menyembunyikan kebenaran dan petunjuk Tuhan, sebagaimana yang dinyatakan berulang-kali dalam Quran Suci. Maka penalaran dari baris-baris ini adalah bahwa ini suatu nubuatan bahwa Panis atau banis telah mengunci dan menyembunyikan kebenaran, tetapi Tuhan yang paling bijaksana memecah pintu-pintu mereka dan membawakan matahari ketulusan bagi pedoman umat manusia. Tepat seperti matahari fisik menyiapkan bagi kita makanan dan buah-buahan, seperti itu pula matahari ruhani membawakan roti spiritual bagi semuanya. Dia adalah harapan baik bagi seluruh umat manusia. Hal yang pantas dicatat dari sini adalah bahwa matahari ini pemunculannya pada waktu malam masih sunyi dan gelap. Ini diungkap dalam bait Weda (Rig Weda 7:9:2) begitu pula dalam Quran Suci: “Demi langit yang datang pada waktu malam!”(86:1).

Bandingkanlah ini dengan bait-bait Weda. Langit disebut sebagai sebagai saksi. Pendatang pada waktu malam tiba dan mendapati pintu tertutup, dia mengetuk, kemudian membuka-paksa pintu. Dia datang pada saat gelap pekat melingkupi seluruh dunia. Bait-bait Weda menunjukkan bahwa dia membawa terangnya matahari kepada kita, sebagaimana diterangkan oleh ayat Quran Suci:

 “Dan apakah yang membuat engkau tahu apakah yang datang pada waktu malam itu? (Yaitu) bintang yang mempunyai sinar tembus” (86: 2-3).

Bait-bait dalam Weda adalah saksi dari langit yang memberi kebijakan kepada pakar dunia dari setiap agama bahwa Tuhan yang paling bijaksana telah mengirim utusan-Nya pada waktu malam ketika pintu­pintu Panis (atau mereka yang hanya melihat hari ini dan bukan esok) ditutup. Dia mengetuk dan mengetuk, kemudian membuka-paksa pintu. Dia juga datang dengan sarapan ruhani bagi seluruh dunia. Dia ceria dan harapan baik bagi seluruh kemanusiaan. Lebih dari itu, dia tak pernah mengatakan bahwa dia itu Tuhan atau putera Tuhan. Dia berkata: Saya kawanmu, saya sahabatmu. Dia datang tepat pada saat yang diramalkan dalam Weda, diperkirakan oleh Yesus dalam perumpamaan sepuluh perawan (mateus 25:1). Temanku yang baik, pengikut agama apapun di dunia, renungkanlah ini dan bercerminlah atasnya. Nabi Suci itu utusan yang buta-aksara dari Tuhan, dia tak pernah membaca Weda, atau mempunyainya, atau mengenalnya. Tetapi seluruh bait-bait Weda ini seperti pintu yang terkunci, mustahil dibuka tanpa seorang juru-kunci yang cerdas dan murni dan kunci ini ada di Quran Suci dan tak ada juru-kuncinya kecuali Nabi Suci. Bacalah setiap terjemahan dari Weda yang anda sukai, anda akan tiba pada kesimpulan bahwa bait-bait ini kabur dan membingungkan. Dengan diterangi al-Quran anda akan temukan kebijaksanaan di dalamnya, ketika kegelap-pekatan meliputi seluruh bangsa-bangsa di dunia, satu matahari pemberi cahaya datang dan mengetuk pintu dunia yang sedang nyenyak. Adalah suatu tanggung-jawab yang dibebankan kepadanya untuk mereformasi kemanusiaan, dan dia mencari pertolongan Tuhan melalui doa kepadaNya, doa yang paling efektif adalah salat di waktu malam, ketika dunia sedang tidur.

Bait-bait Swasti di Rig Weda.

Di dalam Rig Weda banyak bait-bait tentang Swasti. Dari sini, beberapa telah saya sentuh. Bab  64 dari Kitab ke sepuluh  Rig Weda memiliki 17 bait dimana sifat Nabi Suci kita disebut; tetapi saya begitu terbatasi oleh singkatnya waktu sehingga adalah tidak adil untuk memetiknnya dan kemudian menghela nafas atas tema dan tesis yang indah ini. Namun, di sini saya sajikan beberapa petikan dari obat pemberi kehidupan ini.

Kata-kata penutup tentang Swastika.

Di sini beberapa kata penutup tentang Swastika:

Swastika adalah semacam salam atau doa untuk perdamaian.Ini di dalam pilihan kata agama Islam yakni
‘Assalamu’alaika’ sebagaimana dikutip di atas, yang berarti ‘Semoga damai bagimu’ (5).
‘Swastikar’ adalah seorang yang mengucapkan perdamaian, dan ini adalah seorang  muslim sempurna.
Swastika adalah lambang dari perputaran matahari, (rancangan Islam) damai bagi seluruh penjuru bumi. Ini bukanlah suatu agama dari bangsa atau negeri tertentu.
Ini adalah suatu nubuatan simbolis akan datangnya matahari atau matahari besar dalam suasana spiritual.
Ketika seorang muslim melaksanakan salatnya, dia membuat gambaran Swastika (damai) di dada atau hatinya, yakni, saya adalah sumber perdamaian bagi seluruh kemanusiaan.
Ketika dia menyelesaikan salatnya, dia berkata Assalamu-alaikum wa rahmat-Allah wa barakatuhu,
Swastika (damai dan rahmat serta berkah Tuhan) bagi dunia sebelah kanan; lalu damai dan  rahmat serta berkah Tuhan bagi dunia sebelah kiri.

Saudaraku yang terkasih, bila anda dengan baik-baik mau mendengar dengan kecerdasan penuh, anda akan menyadari bahwa di setiap bibir seorang muslim bila bertemu dengan orang lain dia selalu mengucapkan Swastika (damai atas kalian!). Bila mereka mendekat, mereka berangkulan satu sama lain yakni membuat Swastika (damai) dengan ada dan hatinya sambil berkata salaman salama (Saya menyampaikan damai kepada anda dan saya dalam damai dengan anda. Islam adalah semantik yang bersinar dari Swastika (damai), agama seorang muslim yakni Islam atau damai; dia adalah seorang muslim (pencinta damai); Tuhannya bernama Al-salam (sumber perdamaian). Betapa dia seorang Pangeran Perdamaian, karena agamanya summum bonum adalah “Damai dengan Tuhan dan damai dengan sesama”. Inilah swastika yang  murni, Matahari Bersinar yang akan tiba, dinubuatkan oleh semua nabi di dunia, yang mengumumkan, bahwa “Seluruh Nabi-nabi dari bangsa yang berlain-lainan adalah bersaudara”. “Wahai Nabi, Sesungguhnya umat kamu ini, umat satu”(Q.S. 21:92). Apakah ini emblem dari matahari, yang bersinar ke seluruh dunia, atau salam atau ucapan salam di bibir atau ditulis sebagai pembukaaan surat, seperti yang ditulis Sir Monier Williams dalam kamusnya. Ini adalah simbol dengan empat tangan, yang menunjukkan damai ke seluruh dunia, sesungguhnya inilah Islam dan Nabi Islam, sebagaimana telah dibuktikan dengan dalil-dalil. Keempat tangan dari Swastika bertemu di pusat atau titik sentral dalam segitiga di puncak piramida (satu keajaiban dunia yang unik) yang menunjukkan ‘Horus’ mempunyai 60 asma dalam dirinya. Tanpa sedikitpun keraguan ini pasti Nabi Islam. Islam adalah suatu antologi antar-agama, suatu benang merah yang menghubungkan agama-agama, suatu jembatan panjang tempat bertemu segenap orang-orang bijaksana di dunia, suatu kamus lengkap dari segenap kitab-kitab suci, suatu stasiun yang berlimpah dimana kereta-api datang dari Timur, Barat, Utara dan Selatan serta para penumpang dari keempat penjuru dunia berkumpul bersama.Ada gedung rumah makan raksasa di dalamnya dan di mejanya, tergelar makanan yang penuh gizi dan lezat dari langit atas pesanan para penganut serta doa Yesus sendiri. Di sini ada menu, piring-pring India penuh dengan Dal Bhat Weda, dibumbui dengan Swastika yoghurt, panggang ayam Buddhi Cina di Dhammapada yang berminyak, Daging murni bagi Yahudi, dibumbui dengan brambang dan bawang  dalam minyak zaitun, bagi kaum Majusi ada podeng beras dengan susu sapi. Ada juga berpiring-piring Mush yang dibumbui dari Buku Kematian Mesir Kuno.(6).”Di sana mereka akan memperoleh apa yang mereka inginkan, dan di hadapan Kami ada tambahan lagi”(Q.S. 50:35). Masuklah dalam Gedung Swastika ini atau Balai Perdamaian (yakni Islam) pada pertemuan luar biasa bagi segenap pengembara dunia ini. taK ada pembatasan bagi kasta Brahma, Ksatrya, Waisya, Sudra. Israil, non-Israil, hitam atau putih, kasta tinggi atau rendah. Tak akan pernah ada perkataan kepada seorangpun jua: “Kamu anjing, tak ada roti bagimu”(Matius 7:6, 15:27, Markus 7:27, Isaiah 56:10, Phil.3:2).

Semua dengan senang hati diundang dan dilayani dengan sangat memuaskan,
Dan di sana Swastika, damai dan berkah Tuhan bagi semuanya,
Dan salam damai bagi semuanya (Assalamu’alaikum).

Damai dengan Tuhan Yang Maha-kuasa, dan damai dengan umat manusia, agama dari seluruh orang bijak di dunia dan agama bagi kemanusiaan seluruhnya.



--------------------------------------------------------------------------------


1. T.K. Cheyne: Encyclopaedia Biblica, Col. 4689.

2. Signs and Symbols of Primordial Man; hal.9

3. Rigveda 9:112.3 Yakni: ‘Seorang yang telanjang saya ini, kemalanganku adalah kehausan, mumi sebagai penggiling gandum, berusaha demi kekayaan dengan pelbagai rencana, kita semua hidup bersama seperti sapi’.
4. Churchward, Primordial Man, hal.321.

5. Monier Williams, Sanskrit English Dictionary.

6. Matt.7:6, 15:27, Mar.7:28, Isai.56:10, Phil.3:2.

0 komentar:

Best viewed on firefox 5+

Blogger templates

Blogger news

Blogroll

Copyright © Design by Dadang Herdiana