Recent Posts

Senin, 05 September 2011

0 komentar

Hidayah untuk Sang Penyair

“Ketika membaca buku Muhammad karya Lings, kita akan bisa merasakan semacam efek magnetis pada narasi dan komposisi bahasa yang terkombinasi dengan keakuratan serta gairah syair,” kata Profesor Hamid Dabashi dari Columbia University.

Nama Martin Lings tentu tak asing lagi. Terlebih bagi para peneliti dan intelektual muslim yang kerap merujuk pada karya-karya monumentalnya yang mampu memberi inspirasi. Menariknya, sang penulis adalah seorang Kristen yang taat. Namun berkat hidayah-Nya akhirnya Martin memeluk Islam, yang kemudian mengganti namanya dengan “Abu Bakr Siraj Ad-Din”, nama yang tak kalah populernya dengan nama aslinya.

Ajaran Sufi Sadziliyyah

Kisah pengembaraan spiritualnya berawal pada tahun 1939. Lings, yang terlahir dari keluarga pemeluk Kristen Protestan di Burnage, Lancashire, Inggris, pada 24 Januari 1909, datang ke Mesir untuk mengunjungi seorang teman dekatnya yang kebetulan asisten filsuf Prancis, Rene Guenon, dan mengajar di Universitas Kairo.

Sayang, saat kunjungannya itu, sang teman meninggal dalam sebuah kecelakaan lalu lintas. Kemudian, Lings diminta untuk mengisi posisi yang ditinggalkan oleh temannya ini, yaitu menjadi asisten Rene Guenon. Ilmuwan yang menghabiskan masa kecilnya di AS mengikuti ayahnya itu menerima tawaran tersebut.

Sebagai seorang ilmuan berlatar belakang Kristen, Lings sempat mengalami kendala dalam menyampaikan kuliah keislaman kepada mahasiswanya. Namun, bukan Martin Lings bila gampang menyerah. Sejak itu ia mulai belajar bahasa Arab dan ilmu keislaman lainnya secara intens.

Lebih dari itu, pria yang menyelesaikan studinya di Magdalen College, Oxford, ini mempelajari dan banyak berhubungan dengan ajaran sufi Sadziliyyah.

Sejak itulah ia kerap merenung dan memikiran ajaran Islam, yang sangat humanis. Tarekat sufi Sadziliyyah begitu indah “menggambarkan” Tuhan dan ciptaan-Nya.

Pergolakan hatinya yang begitu dasyat memaksanya untuk tidak sekadar mengenal dan menyampaikannya pada kuliah umum, lebih dari itu bathinnya berkata bahwa ia harus mengamalkan ajaran Islam, agama yang hanif, dengan menjadi seorang muslim sejati.

Alhasil, setelah berpikir cukup lama, hatinya mulai yakin untuk memeluk Islam. Sejak saat itulah, ia menjadi pribadi baru.

Setelah masuk Islam, ia makin dekat dengan Guenon, yang kemudian juga memeluk Islam. Dia lantas menjadi penasihat spiritual Guenon.

Karyanya untuk Islam

Baginya, Islam bukan sekadar agama. Islam menjadi petunjuk hidup umat manusia. Ia sangat terkesan dengan Al-Quran dan pribadi Rasulullah SAW.

Saking kagumnya kepada Nabi SAW, Abu Bakr Siraj Ad-Din menunjukan rasa cintanya dengan menulis sebuah buku berjudul Muhammad: His Life Based on the Earliest Sources, yang diterbitkan tahun 1983.
Buku berisikan biografi Rasulullah SAW ini dikisahkan dengan narasi yang halus, mudah dipahami, dan sangat mendetail.

Ditulis dari perspektif seorang cendekiawan-sejarawan yang juga mempraktekkan ajaran Islam dalam keseharian, buku tersebut cepat terkenal.

Buku ini sudah diterjemahkan ke dalam 10 bahasa serta memperoleh sejumlah penghargaan dari dunia Islam.
Profesor Hamid Dabashi dari Columbia University mengungkapkan kekagumannya. “Ketika membaca buku Muhammad karya Lings, kita akan bisa merasakan semacam efek magnetis pada narasi dan komposisi bahasa yang terkombinasi dengan keakuratan serta gairah syair,” katanya. Lings adalah cendekiawan sekaligus seorang penyair.

Selain melalui buku fenomenalnya itu, nama Abu Bakr Siraj Ad-Din juga banyak dikenal dari berbagai karyanya yang mengapresiasi kebesaran ajaran Islam, di antaranya terjemahan teks-teks Islam, puisi, seni, dan filsafat.

Melalui tulisan-tulisan dan artikel-artikelnya yang tajam dan kritis itu, ia kerap diidentikkan sebagi seorang sufi yang gigih dalam menyebarkan Islam di Barat

Komitmennya dalam syiar Islam terbawa sepanjang hayat. Sepuluh hari menjelang kematiannya tahun 2005, Abu Bakr Siraj Ad-Din masih sempat menjadi pembicara di depan 3.000 pengunjung pada acara Maulid Nabi Muhammad SAW yang bertajuk Bersatu untuk Sang Nabi, yang diadakan di Wembley, Inggris. 

Pada kesempatan itu Abu Bakr Siraj Ad-Din mengatakan, itu adalah pertama kalinya ia berbicara di depan publik mengenai makna kehidupan Nabi Muhammad SAW, dalam waktu 40 tahun.
Kini, sosok ilmuwan besar ini telah tiada, namun sejatinya ia akan tetap ada melalui karyanya.

0 komentar:

Best viewed on firefox 5+

Blogger templates

Blogger news

Blogroll

Copyright © Design by Dadang Herdiana