MUHAMMAD DALAM KITAB SUCI HINDU
MUHAMMAD DALAM KATA SINGKATAN
MISTIK DARI KITAB SUCI HINDU
MISTIK DARI KITAB SUCI HINDU
Kaum Hindu, Buddha, Kristen dan Yahudi mempunyai kata singkatan mistik milik mereka masing-masing. Dan 'Om' adalah 'Kata singkatan mistik yang besar' dari kaum Hindu dan Buddha. Mereka mendakwahkan, bahwa suatu pembacaan ulang yang berkali-kali dari kata singkatan ini membimbing mereka di dunia ini menuju perbendaharaan yang paling berharga berupa tujuh macam permata berharga, dan di akhirat akan mendapat rahmat yang unggul, serta persatuan dengan Dzat Ilahi. Begitu pula 'Alpha-Omega' adalah kata singkatan dari kaum Kristiani dan 'Emet' dari kaum Yahudi.
Marilah kita, dalam kesempatan pertama, merenungkan apa yang telah dikatakan oleh wali dan rishi Hindu mengenai hal ini. Kaum Hindu, umumnya, memegang Kitab Weda dengan penuh penghormatan dan keyakinan; dan dari Kitab ini Rig Weda memiliki keunggulan yang paling utama serta berharga. Dalam Rig Weda dikatakan:
"Seluruh mantra(1) dari Rig Weda ada di langit tinggi,
dimana segenap dewa-dewi tinggal. Mereka dimampatkan
dan disembunyikan dalam satu kata singkatan; kebaikan
apa yang akan dilakukan Weda kepada dia yang tak tahu
kata singkatan itu; dan bagi mereka yang tahu akan
berbahagia dan sejahtera di dunia ini"(2).
Apakah rahasia kata singkatan ini yang disebutkan dalam Weda, dimana telah dimampatkan dan disarikan dari nyaris sepuluh ribu mantra dari Rig Weda dan berisi di dalamnya semua mantra yang dipujikan dari Rig Weda? Yakni kita katakan, semua mantra dalam Rig Weda ditekankan kepada kata singkatan mistik itu. Apa yang harus kita katakan tentang Rig Weda bila tak ada jejak untuk menelusuri kata singkatan ini bisa didapatkan dalam seluruh keempat Kitab Weda. Para penafsir dengan mengingat usahanya yang cukup, belum bisa menemukan satu celah ke arah kata singkatan ini. Seorang penafsir kuno menyatakan:
"Adalah jiwa manusia dimana nalarnya seperti dewa, dan tempat tinggalnya adalah tubuh manusia. Orang yang tidak mengenal jiwanya tidak bisa mengambil manfaat dari nalar dan tubuhnya, tetapi mereka yang mempunyai ilmu jiwa menemukan kehidupan bahagia dan penuh rahmat".
Penafsir itu telah menyajikan fikiran yang baik, tetapi bagaimana seluruh mantra dari Rig Weda, seperti yang dinyatakannya, telah disatukan dan dikumpulkan dalam jiwa manusia dari seorang awam, dan bagaimana dewa ada di dalamnya sedangkan dia tinggal di langit tinggi, tidak dijelaskan, sehingga kata singkatan mistik itu tetap tidak jelas seperti sediakala.
Seorang penafsir lain menerangkan:
"Kata singkatan mistik itu adalah matahari, dan sinarnya yang terang adalah dewa-dewi. Jiwa adalah tenaga di dalamnya yang mendorongnya kepada perbuatan; dan kebajikan apa yang bisa dikenal manusia bila tidak berasal dari matahari serta cahayanya yang terang?".
Ide ini juga masuk akal. Tetapi ini memberi pemahaman bahwa matahari dengan sinarnya itu lebih bermanfaat dibanding mantra dalam Rig Weda, dan, setelah mengetahui hal itu, ada tersisa pandangan bahwa tidak perlu orang membaca Rig Weda. Betapa pun, penafsir itu tidak bisa menerangkan kepada kita apakah jiwa surya itu, ilmu dari mana ada satu kunci untuk mengenal semua ilmu dari Rig Weda.
Namun, seorang peninjau ketiga menyatakan:
"Kata singkatan mistik itu yakni 'Om', dimana semua dewadewi telah tiba bersama dan bersidang. Mereka yang tak tahu apa-apa tentang 'Om' ini, baginya Rig Weda tak bisa membawa kebaikan suatu pun; tetapi bagi orang yang mempunyai ilmu tentang 'Om' ini, dia akan memperoleh kebahagiaan dan sukses, perdamaian serta kesejahteraan di dunia ini" (Nirukt, 13:10-12).
Jumlah dan substansi dari penelitian ini ialah bahwa tak ada nama maupun sebutan dari kata singkatan ini yang bisa didapat dalam Kitab Weda. Bila tidak maka para penafsir akan dapat langsung menunjukkannya. Kami hargai dan puji peragaan yang disajikan oleh para penafsir, tetapi ide dari kata singkatan mistik itu tidak terdapat dalam Kitab Weda saja. Sesubngguhnya Weda telah meminjamnya dari Kitab Upanishad.
'Om' dalam Kitab Upanishad.
Dalam otentisitas dan otoritas, Kitab Upanishad diletakkan sesudah Weda. Tetapi Upanishad mengklaim dirinya dalam posisi yang jauh lebih unggul daripada Weda, fakta mana juga terbukti dan diakui oleh banyak pemimpin dan pendeta Hindu; misalnya Raja Ram Mohan Roy, pendiri Brahmo Samaj, menganut keyakinannya atas doktrin ini (3), dan filsuf Hindu terkemuka Pandit Raja Krishnan, menulis dalam bukunya yang terkenal, "Philosophy of the Upanishads":
"Kami dapati Upanishad ini suatu kemajuan dibanding Samhita (Weda), begitu banyaknya anjuran kebenaran di dalamnya, begitu bermacam-macamnya penafsiran mereka tentang Tuhan sehingga nyaris setiap orang bisa mencari apa yang diinginkan, dan menemukan apa yang dicari"(4):
"Bahwa 'Om' bukanlah suatu seruan primitif dibuktikan dengan perbandingan munculnya yang terlambat dalam kepustakaan. Ini tidak muncul sama-sekali dalam Rig Weda, dan yang sama didambakan dalam Atharwa. Dalam Taitreya Samhita, ini tidak terdapat dalam bait-bait mantranya, namun secara tidak langsung ada sekaligus sebagai pranave, di mana dalam (3.2.9.6) ini jelas mencatat suara pada akhir ayat yang disajikan yang digumamkan oleh Hotri. Begitu pula dalam Vajasni Samhita (Yajurweda)" (5).
Upanishad sendiri telah menggelar klaim mereka dengan kata-kata berikut: "Shaunak, kuasa rumah yang besar, mendekati Augras dengan penuh hormat dan bertanya: Tuan, apakah itu yang melalui mana, bila diketahui, maka segala sesuatu menjadi diketahui?". Dia berkata kepadanya:
"Dua macam ilmu harus kita ketahui, ini adalah apa yang oleh semua yang mengenal Brahma(Tuhan) katakan kepada kita, yakni ilmu yang lebih tinggi dan yang lebih rendah. Ilmu yang lebih rendahyakni Rig Weda, Yajur Weda, Sama Weda, Atharwa Weda, dan sebagainya, tetapi ilmu yang lebih tinggi yakni di mana Akshara itu difahami" (6).
Dalam bait ini yang ingin dimaksudkan untuk dikatakan oleh Upanishad ialah bahwa pengetahuan tentang akshara ini tak dapat diperoleh dari Rig dan Weda lain-lainnya; dan Rig Weda sendiri menyatakan bahwa bila manusia tidak mengenal akshara ini atau kata singkatan rahasia, maka tidak dapat memperoleh manfaat apa pun dari Rig Weda. Selanjutnya ditunjukkan dari Upanishad bahwa suatu ilmu tentang Akshara ini akan membimbing kepada ilmu yang lebih tinggi, yakni ilmu tentang Dzat Ilahi.
Setelah Mundok Upanishad, Kitab Upanishad yang otentik selanjutnya adalah Kath Upanishad, di mana di sana ditulis:
"Yama berkata: 'Bahwa kata dimana semua Weda abai, yang diumumkan oleh para pertapa, yang diinginkan manusia bila mereka mau hidup sebagai siswa agamis, kata yang kukatakan padamu secara singkat, yakni 'Om'" (Kath Upanishad 1:2.15).
Selanjutnya Upanishad yang lain menyatakan:
"Om' berarti 'Brahman", 'Om' berarti 'semua ini', 'Om' berarti 'ketaatan'..... ketika seorang Brahman berangkat memulai pengajarannya, dia berkata,"'Om' semoga saya mencapai Brahman, dus dia memperoleh Weda" (Tait Upanishad 1:8.1).
Pemikiran semacam ini di dapati dalam beberapa tempat di Upanishad. Banyaknya dan substansi di mana 'Om' sebagai kata singkatan mistik, dan seringnya pengulang-ucapan kata itu dalam memulai pembacaan Weda, atau menyampaikan suatu wacana atau meluncurkan eksekusi jaminan, konstruksi bangunan, dalam melakukan Yaggya atau pengorbanan, dalam ibadah dan semedi, pengucapan dengan sepenuh perhatian dan fikiran pada 'Om' adalah tujuan kebahagiaan bagi setiap sarjana dan pendeta agama.
Jika tidak ada 'Om' maka tak akan ada apa-apa dan tak ada sesuatu; tak ada manfaat yang timbul dari suatu telaah terhadap Weda, atau ada suatu kebajikan dari ibadah dan bertapa. 'Om' adalah ilmu yang lebih tinggi dan luhur, yang membimbing seorang manusia kepada kedekatan Ilahi dan keeratannya. Tanpa 'Om' maka tak ada dharma, tiada perbuatan baik, tiada penyelamatan, tiada pembebasan; dengan 'Om' seseorang dapat memperoleh apa yang diinginkannya; 'Om', sebagai suatu perkara nyata, adalah pemenuhan tertinggi dari segala keinginan dan dambaan, dan Weda benar telah berkata bahwa ilmu serta perolehan atas kata singkatan mistik ini mengandung suatu perbendaharaan terdiri dari tujuh permata yang tak ternilai harganya. Mahatma Buddha bisa berbeda pandangan dan tidak setuju dengan Weda di dalam banyak perkara, namun untuk hal ini beliau satu dengan mereka.
Pengucapan dan inti-sari dari 'Om'.
Telah dinyatakan bahwa 'Om' adalah sari-pati dan inti dari Weda. Pembacaan Weda dimuali dengan intonasi kata singkatan 'Om', dan ditutup dengan 'Om shanti', yakni Om-damai dan aman tenteram (atau: Islam). Tetapi 'Om' menjadi suatu kata rahasia lagi untuk alasan lain - yakni, pengucapannya yang tepat dan benar. Bagaimana itu bisa digumamkan dengan mulut, ditulis di atas kertas atau dibaca? Dan apakah nalarnya serta pentingnya?
Ada lima cara berbeda dalam menulis serta empat dalam membacanya. 'Om' memiliki banyak arti yang berbeda, dari mana tak satu pun yang bisa dirinci dan didefinisikan. Sebagaimana dinyatakan di atas, 'Om' diucapkan dalam empat macam cara; (1) a-o-ma (2) oma (3) a va ma (karena akarnya adalah av dan bukan o) (4) Ong. Dari titik pandang Literascripta 'Om' juga ditulis dalam lima bentuk yang berbeda. Dari ini, bentuk pertama dan kelima adalah yang paling kuno dan otentik. Bentuk ketiga dimana disispkan bilangan 3 sebelum M, adalah asli penemuan dari Arya Samaj. Dalam bentuk kelima, suatu diagram matahari digambarkan, dan 'Om' seperti dalam (1) dituliskan di dalamnya. Bentuk ini bisa ditelusuri sebagai yang paling tua antik-nya, dan yang paling penting serta otentik.
Dalam menghormati pentingnya dan nasehatnya 'Om' mempunyai banyak arti yang tidak bisa dihubungkan satu sama lain.(7). Akar dari mana 'Om' , dikatakan berasal dari av, yang berarti memberikan keselamatan dan perlindungan. Karenanya, arti 'Om' adalah dia yang melindungi. Tetapi dari penelitian atas Upanishad itu kelihatannya bahwa 'Om' tidak ada kaitannya dengan tata bahasa serta lexicon. Ini adalah suatu gabungan dari tiga huruf yang berbeda, masing-masing mempunyai arti khusus sendiri. Dimanapun Upanishad tidak menerimanya dalam kaitan aturan grammar dan lexicon, tetapi, dengan menggambarkan satu arti fiktif dari setiap huruf , telah menekankan berulang-ulang dalam fikiran artinya ini serta bermeditasi dengannya, atau telah mengatakan bahwa pembacaan tiap huruf berkali-kali membawa rahmat anugerah kebaikan. Tetapi metode semacam ini dalam menafsirkan suatu kata, tidak dapat diterima oleh lexicografer.
Pandit Dayanand, pendiri Arya Samaj, telah menggunakan kedua metode itu dalam memberikan penafsiran kepada kita tentang 'Om'. (1).'Om' adalah pelindung; (2) Bahwa huruf 'O' berarti 'itu' dan arti dari 'Ma' adalah 'ini'. Tetapi ini hanyalah metode yang dimasak sendiri yang mengabaikan akal sehat, karena alasan apapun dari tatanan huruf 'Om' itu, pengertiannya akan sama, tidak berubah. Misalnya, moa, aom, mao, amo, semua bentuk yang berbeda itu mempunyai arti yang sama dengan 'Om', karena setiap huruf yang mempunyai arti sendiri-sendiri, bila semuanya digabung, dengan mengabaikan susunannya, tetap mempunyai arti yang sama.
Metode ketiga dalam menafsir adalah dari Brahman Granthas; tetapi ini tidak mendapatkan cap pembenaran dari sudut lexicon, ataupun dari aturan grammar, ataupun dari Upanishad. Dalam Shatpath Brahmana, arti 'Om' pada beberapa tempat Shatpath I.(4.1.30); x(6.1.4); xi(6.3.6) telah disajikan sebagai; ya atau tidak, atu semoga-demikian-hendaknya (amien), yang menunjukkan bahwa hal itu tak mengandung hal yang penting di sini. Bagaimana pun, dalam Chandogya Upanishad suatu arti keempat dilekatkan pada 'Om' yakni memberi tatanan dan perintah. Bila suatu tatanan diberikan, maka dikatakan 'Om'. Upanishad ini, sejak awal mula, telah memasuki wacana ini.
Untuk memberi contoh dan membuat suatu saran atas semua pengertian ini: Bila seorang mengatakan bahwa huruf B itu menunjukkan Baik, orang lain bisa saja menyatakan bahwa B itu berarti Buruk. Kedua tafsiran ini hanyalah omong-kosong dan tidak bisa diduga arahnya serta tidak ada otoritas yang dapat mendukungnya. Sama juga dalam kasus 'Om'. Jika metode penafsiran, seperti yang disajikan untuk dipertimbangkan oleh Upanishad, dianggap benar, 'Om' akan merupakan suatu kata yang bisa ditafsirkan semaunya, sehingga arti yang ditekankan baginya bisa semu dan fiktif. Betapa pun, kebenaran dari masalah itu ialah, bahwa bahasa rahasia dan mistis itu tidak dapat diikat dengan dibatasi oleh lexicon. Menyebut kata singkatan itu sebagai suatu rahasia dari Weda dan Upanishad, baik dalam keindahan maupun kehangatannya; dan lalu meletakkannya dalam mesin lexicon untuk memecahkan gabungan itu dan memisahkan dalam komponen masing-masing, sama saja menghancurkannya dan merusak keindahan serta daya-tariknya. Karena itu, kita, mengakui dan menerima bahwa 'Om' itu sesungguhnya adalah suatu kata singkatan mistik. Tetapi bahkan suatu rahasia yang terkunci pada suatu hari akan dibukakan kuncinya untuk menyaksikan terangnya hari.
Jika 'Om' itu sungguh nama dari Dzat Ilahi kiranya tidak perlu tetap disembunyikan dan terkunci. Dapat dinyatakan dengan jelas bahwa ini adalah nama suci dari Parmatma, Tuhan yang Maha-tinggi, dan begini atau begitulah asma-Nya. Dalam Weda Dia telah digambarkan sebagai pemilik dari segala sifat yang paling luhur atau Esa, sebagaimana kini hal itu dinyatakan, yang sangat dipuja-puji oleh dewa-dewi. Dengan cara ini, umat setidaknya akan selamat dari jatuh kedalam kesesatan pemikiran bahwa Weda tidak mengajarkan doktrin Keesaan Ilahi, tetapi menekankan suatu kepercayaan kepada banyak tuhan.
Kunci pemecahan ada dalam huruf 'M' dari 'Om'.
Ada banyak metode untuk memecah biji kacang, tetapi yang paling mudah dan aman, ialah menaruh buah almon itu dalam pemecah-kacang, sehingga pecah tanpa risiko apapun. Dengan cara yang sama, suatu teka-teki bisa diuraikan dan dipecahkan dengan kecerdasan dalam banyak cara tetapi harus dipilih jalan yang paling efektif. Menurut Upanishad, maka keunggulan dan keluhuran 'Om' terletak pada kenyataan bahwa ini merupakan tiga huruf atau kata; yakni, ini merupakan kombinasi dari a, o dan ma, dan bukan suatu kata benda yang berasal dari akar kata Av.
Dengan memusatkan fikirannya kepada masing-masing tiga huruf itu secara terpisah, maka manusia akan terbebas dari kelahiran dan kematian, sama seperti seekor ular yang berganti kulit lamanya (Prashna Upanishad 5:2-5). Tetapi hal yang harus dengan hati-hati dipertimbangkan ialah bahwa pemusatan fikiran kepada huruf A dan O tidak membawa keselamatan, sehingga jiwa itu tetap mengembara kesana kemari; dan refleksi mendalam serta meditasi terhadap huruf Ma, yang menghasilkan pembebasan yang genap-lengkap.
Sama sepenuhnya, 'Om' adalah suatu rahasia agung yang saya akan coba tafsir dan terangkan. Kaum Hindu dan Muslim tidak perlu merasa terganggu atau marah karenanya. Jika kaum Hindu mempunyai kebaikan dan kebenaran yang disajikan, kaum Muslim harus menerimanya dengan gembira dan membaurkannya, begitu pula sebaliknya. Sungguh suatu cara yang baik untuk membuat hidup kita di dunia ini bahagia dan menyenangkan. Saya sungguh-sungguh menyarankan agar baik kaum Hindu maupun Muslim memegang 'Om' yang suci dengan penuh kehormatan dan keluhuran. Rahasia pertama yang terkandung di dalamnya, yang telah dapat saya kumpulkan dari Upanishad, ialah bahwa 'Om' itu suatu kata dengan tiga huruf, yang pertama huruf 'a'. Dalam artikulasi huruf 'a' ini maka dada, yang menjadi sumber dan tempat duduk bagian vokal dari percakapan manusia, terbuka lebar-lebar. Setelah 'a' menyusul kata 'o', untuk mana artikulasi dari mulut harus tetap terbuka lebar, dan seluruh udara harus digunakan dalam mengucapkannya. Tetapi segera setelah kita mencapai huruf 'Ma', maka bibir, begitu pula percakapan, harus ditutup dan dikunci. Dalam kata-kata dari Chandogya Upanishad :
"Om, kata ini harus disembah dan dipuji. Dalam Om, percakapan dan jiwa bersatu dan bergabung. (Om adalah intisari dari semua percakapan). Tempat pertama lahirnya percakapan dalam mulut, yakni dada, dan yang terakhir yakni bibir. Dari tiga huruf itu, 'a' timbul dari dada dan diucapkan dengan mulut terbuka; 'o' menghabiskan seluruh udara dalam mulut, dan ini digumamkan dengan menekan dada. Tetapi dalam mengucapkan 'ma', bibir harus dikunci rapat-rapat, dan ini yang menguasai seluruh tempat" (Chandogya Upanishad, 1:1; Raja ram Bhashya, Lahore).
Renungkan saja dan fikirkan; "Om" adalah essensi dari semua percakapan; siapakah nabi itu di dunia yang menyajikan klaim semacam itu? Yang ajarannya adalah inti-sari dari seluruh Wahyu Ilahi?
"Utusan dari Allah, yang membacakan halaman-halaman yang suci, Yang di dalamnya berisi kitab-kitab yang benar" (Quran Suci 98:2-3).
Ini adalah esensi dari semua percakapan dan Wahyu Ilahi, dimana pada saat bibir percakapan Ilahi itu tiba saatnya untuk ditutup adalah, sebagai suatu fakta nyata, merupakan inti-sari dari seluruh percakapan.
Pemusatan fikiran pada 'Om' pada saat kematian, mengaruniakan ilmu yang penuh serta pengetahuan akan Tuhan Yang Maha-tinggi. 'A' menganugerahkan kebajikan bagi dunia ini, 'o' adalah langit, dan tempat untuk rembulan diperlukan untuk mencerminkan baik 'a' dan 'o', namun meditasi atas Ma memberikan pembebasan (Prashna Upanishad 5.1.27). Rig Weda menganugerahkan kebaikan untuk dunia ini, Yajur Weda mengenai langit, tetapi "Om" dan Sam mantra (ayat-ayat) dari Sama Weda mengaruniakan persatuan dengan Dzat Ilahi.
'A' berarti bahwa Wahyu Ilahi dimulai dengan awal manusia, Adam; 'O' berlangsung terus selamanya; dan itu sampai pada penutupannya pada 'M'. Seluruh rahasia ini berkaitan dengan huruf M. Dengan 'M' dari 'Om' ini berarti manusia yang namanya dimulai dengan huruf 'M'.
Rahasia kedua yang tersembunyi dalam "Om", yang menjelaskan raahasia pertama, dan memisahkan dengan cara yang sangat indah mutiara dari kerangnya, dan yang mengundang kaum Hindu dan Muslim datang bersama-sama serta bersatu, yakni adalah, sesuai dengan konvensi naskah, "Om" hanya mempunyai dua huruf, 'O' dan 'M'; dan kedua huruf ini, berdasarkan otoritas lexicon Sanskerta, adalah penuh arti. Kamus Sanskrit-Inggris yang paling otentik berkata: "(O) adalah suatu partikel untuk mengarahkan, memanggil, mengingatkan, tentang kasih-sayang.
(M) adalah nama dari pribadi yang dimulai dengan M. Rembulan, nama dari macam-macam dewa-dewi, wewenang, cahaya, ilmu, ikatan, buhul tali, bahagia sejahtera.(8)
Dalam ajaran keagamaan Sanskerta huruf 'ma' digunakan dalam sepuluh arti penting yang berbeda-beda:
1. Pribadi yang namanya dimulai dengan huruf ma.
2. Rembulan.
3. Nama dari beberapa dewa-dewi.
4. Wewenang.
5. Cahaya.
6. Ilmu.
7. Berkumpul bersama.
8. Terikat erat seperti sebuah rantai.
9. Kebahagiaan.
10. Mendapatkan keberuntungan dan kebahagiaan.
Menurut kepercayaan Hindu populer, Trinitas Hindu terdiri dari Brahma, Wisnu dan Syiwa; dan tak ada dari nama-nama ini yang dimulai dengan huruf ma. Setelah mereka menyusul dewa-dewi utama(devtas), yakni Agni, Indra, Surya, Wiswa Dewa; tetapi sekali lagi 'ma' menarik karena ketidak-hadirannya. Selanjutnya, kita punya orang suci besar, Krishna dan Ramchandra; dan sekali lagi, huruf pertama dari nama-nama itu bukanlah ma. Maka sekarang adalah dosa bila kita menyembunyikan dan mengunci kebenaran. Nama ini adalah Muhammad, yang dimulai dengan huruf ma; dan nama suci inilah, dimana percakapan Tuhan atau wahyu kenabian telah tiba saatnya untuk ditutup (sebagaimana telah ditekankan dalam Upanishad).
Rahasia ketiga dari kata singkatan mistik "Om" yakni bahwa seluruh arti yang diberikan olehnya menurut lexicon, menunjuk kepada nama suci Muhammad ini. Misalnya, arti kedua adalah, rembulan. Kini seluruh dunia tahu bahwa bulan dan bintang membentuk lambang keagamaan dari kaum Muslim, yang kalendernya, selanjutnya, adalah qomariah berlawanan dengan penanggalan Kristen dan Hindu. Masi ada argumen ketiga ini yakni bahwa dalam menulis lambang "Om", bulan dan bintang menunjukkannya dan ini sedemikian jelas serta mudah diingat sehingga para cendekia Hindu dan Pundit hendaknya merenungkannya. Sesungguhnya agama Hindu adalah dharma, mendekap ke dadanya bahkan musunya yang paling keras. Mahatma Buddha telah menolak Weda dan Brahmana, tetapi agama Hindu telah menerima dan mengakui dia sebagai Inkarnasi dari Dzat Ilahi.
Muhammad s.a.w. tidak pernah berkata sepatahpun yang menolak atau tidak hormat menyangkut Weda ataupun setiap Rishi dan Muni dari agama Hindu. Sebaliknya, beliau telah mewajibkan para pengikutnya untuk beriman kepada semua nabi serta rishi yang benar dari seluruh dunia. Tanda-tanda ini, yang penyebutannya telah dicantumkan di sini, tidaklah kebetulan atau tiba-tiba, tetapi mereka telah sampai ke tangan kita, melintasi abad-abad, dari waktu yang sangat jauh jaraknya. Para pencinta Kebenaran dan Keimanan harus, demi suatu kebutuhan, mengabdikan perhatiannya yang sebaik-baiknya serta pertimbangan yang penuh kehati-hatian atas fakta besar ini. Dan kebenaran itu, tak usah dikatakan lagi, pasti akan menang dalam jangka panjang. Dengan cara yang begini jelas dan bahasa yang tak salah lagi, arti 'M' telah disajikan, yakni, bahwa 'M' adalah nama seseorang yang dimulai dengan huruf 'M'. Terjemahan ini bukan dari saya, melainkan diberikan oleh seorang guru-besar Inggris yang adalah sarjana yang sangat dalam keahliannya untuk bahasa Sanskerta, dan telah mereproduksi kembali pengertian ini dari buku-buku Sanskerta. Dia pun bukan seorang Muslim. Tetapi pendeta Hindu tidak akan menerima suatu rujukan yang diberikan hanya oleh seorang Inggris. Karena itu, beberapa acuan sekarang kami kutipkan dari buku-buku Sanskerta untuk mendukung pengertian Monier William:
1. Makarah puniah pragpam.
2. Tritiah dyau sah makarah.
3. Makaroh maha vibhuti ti artah.
4. Param ev brahm makaren janiyat.
5. Makaren parman brahm anuichhat.
6. Sarvat avasthan ma pyan chakre.
yakni Pembebasan dicapai melalui M. Renungkan M sebagai langit tinggi ketiga. M adalah kehadiran Yang Agung. Ilmu tentang Dzat Ilahi dicapai melalui M. M adalah semacam pusar pusat di mana semuanya berkumpul bersama dan mengeratkan semua buhul tali. Dapat dengan mudah dimengerti bahwa semua sifat ini bisa dimiliki oleh seorang yang namanya dimulai dengan M, atau M adalah huruf pertama dari namanya. Bukankah hanya dengan sarana mengucapkan M, atau meditasi atasnya, bahwa kedudukan yang luhur serta anugerah yang besar dari ilmu Ilahi itu bisa didapat dan dicapai.
Tafsir ketiga yang disajikan oleh Monier Williams adalah "nama dari pelbagai dewa-dewi", yang berarti bahwa dia akan dikaruniai sifat ketuhanan. Pernyataan Rig Weda yang menyatakan, bahwa 'semua dewa-dewi bersidang di sana', menunjang dan membenarkan pengertian ini; dan demikian pula penafsiran yang diberikan Upanishad. Beliau yang mengukuhkan dan membenarkan semua nabi di dunia, dan segenap nabi membenarkan dan mengukuhkan beliau.
Arti keempat dari M adalah otoritas, yakni argumen dan otoritasnya terhadap kebenaran agama-agama; seorang yang menjadi saksi dan membenarkan seluruh agama yang muncul sebelumnya, baik di Timur maupun di Barat, dan yang mewajibkan untuk beriman kepada mereka.
Arti kelima dari M yakni cahaya. Dengan mengacu hal ini, al-Quran telah berfirman:
"Sesungguhnya telah datang dari Allah kepada kamu, cahaya dan Kitab yang terang"(5:15).
Dalam ayat ini, dua perkara telah dibicarakan sebagai yang datang dari Allah, yakni suatu Cahaya dan satu Kitab yang terang. Cahaya adalah nabi dan kitab adalah al-Quran. Nabi ini adalah cahaya ruhani terbesar yang pernah bersinar di muka bumi ini.
Arti keenam yakni 'ikatan'. Beliau, setelah menyingkirkan semua perbedaan dan perpecahan dari segala agama, mengajak mereka datang bersama ke satu landasan yang sama, serta bersatu, dan melalui hubungan yang sama dengan Tuhan Yangesa, menegakkan suatu Persaudaraan universal di antara mereka.
Arti ke tujuh dari M yakni 'menguntai', suatu tali atau rantai yang diikat menjadi satu. Nabi Suci Muhammad menguntai pertalian dari semua umat di dunia bersama-sama dengan doktrin Keesaan Ilahi. Sebelum kedatangannya, segala bangsa di dunia ini terpisah dan tidak bersatu. Nabi-nabi dan agama-agama semua berlingkup kebangsaan. Tetapi Nabi telah mengikat mereka bersama dalam rantai kasih-sayang persaudaraan dan keselarasan.
Al-Quran berfirman:
"Dan peganglah erat-erat tali perjanjian Allah semuanya, dan janganlah kamu berpecah-belah"(3:102)
Mengenai seluruh nabi, al-Quran berfirman:
"Sesungguhnya umat kamu ini, umat satu, dan Aku Tuhan kamu, maka mengabdilah kepada-Ku" (21:92).
Semua agama di dunia, sebelum kedatangan Muhammad, berdiri di tepi jurang kehancuran. Nabi menariknya kembali, dan mengikat mereka bersama-sama dengan kekuatan saling simpati dan persatuan.
Arti ke delapan dari M yakni 'ilmu'. Ilmu dan kebijaksanaan Nabi adalah puncak dari ilmu serta kebijaksanaan segenap nabi. Sesungguhnya, beliau adalah pewaris ilmu dan kebijaksanaan baik yang kuno mapun modern. Dan padanya adalah suatu ilmu yang bahkan tak menimbulkan sedikitpun keraguan atau kesalahan.
Firman al-Quran:
"Kepalsuan tak akan datang kepadanya, baik dari depan maupun dari belakangnya, Wahyu dari Tuhan Yang Maha-bijaksana, Yang Maha-terpuji" (41:42).
Arti ke sembilan dari M adalah 'kebahagiaan', yakni penyerahan diri dan ketaatan pada-Nya mendatangkan kedamaian fikiran dan hidup penuh kebahagiaan. Dari M yang penuh ceria serta sifatnya yang indah ini yang menyingkirkan dan membuyarkan semua kesakitan dan kesukaran, meninggalkan di belakang segala perpecahan di antara bangsa-bangsa ataupun suatu ketakutan akan Akhirat. Ini, seperti yang dengan indahnya dinyatakan dalam al-Quran:
"Obat bagi apa yang ada di dalam hati"(10:57).
Yang ke sepuluh dan arti yang terakhir dari M adalah 'kesejahteraan'. Yakni dengan menyatakan bahwa M adalah huruf pertama dari nama seorang yang besar dan mulia itu yang pasti merupakan penjaga dari kesejahteraan serta keselamatan dari ras manusia; dan tak akan ada sesudahnya, kecuali dia, tak ada pelabuhan lain bagi keselamatan dan sukses; karena fikirannya senantiasa gelisah dan berduka tidak hanya demi pembebasan dari satu kaum khusus, tetapi beliau memperbaiki, dalam gelapnya malam jauh dari rumahnya, ke suatu gua terpencil dimana beliau menangis dan mengaduh atas dosa dan kesesatan manusia, sehingga Param Pita, Tuhan sarwa sekalian alam, mendengar tangisan dan aduhannya lalu berfirman:
"Boleh jadi engkau akan membunuh dirimu karena duka-cita, karena mereka tak mau beriman" (26:3).
Dengan bercermin kepada semua arti M atau Ma ini, sebagaimana digelar oleh Kitab-kitab Suci Sanskerta, jelaslah bahwa pengertian itu hanya cocok diterapkan kepada seorang lelaki di dunia ini dan setiap pencinta kebenaran serta ilmu harus menempatkan keimanannya kepadanya. Laki-laki itu adalah Nabi Suci Muhammad s.a.w. Om. Ringkasnya, "M" dalam Om melambangkan:
Seorang yang akan datang dengan nama yang huruf pertamanya M atau Ma.
Simbul agamanya adalah bulan dan bintang.
Penanggalannya adalah sesuai dengan perhitungan rembulan.
Beliau akan diberkahi dengan seluruh sifat ketuhanan dan kekuatan malaikat.
Beliau akan menjadi otoritas dari semua agama; yakni dengan beriman kepadanya, adalah penting untuk juga beriman kepada segenap aagama wahyu.
Beliau sendiri akan menjadi suatu cahaya, dan akan bersinarlah dengan benderang Kitabnya yang akan menyajikan argumen yang terang dan brilyan untuk mendukung kebenarannya itu, dan akan meniup dan menyingkirkan semua kegelapan keragu-raguan serta kekafiran:
"Kitab ini, tak ada keragu-raguan di dalamnya, adalah petunjuk bagi orang yang memenuhi kewajiban dan menjaga diri dari kejahatan"(2:2).
Dia akan, menyatakan seluruh nabi di dunia sebagai satu kaum, tidak peduli apakah mereka itu Rishi agama Hindu, Parsi atau Buddha, para nabi Bani Israil ataukah Guru-guru Mesir kuno, adalah wajib untuk beriman kepada mereka semuanya:
"Dan yang beriman kepada yang diturunkan kepada engkau dan apa yang diturunkan sebelum engkau" (2:4).
Kitab itu selanjutnya akan menggelar pengakuannya bahwa dia berisi seluruh Kitab-kitab suci sebelumnya, dan menjaga serta menyajikan ajaran dari seluruh nabi-nabi setelah menyatakan mereka suci dan membersihkan mereka semua dari segala hal yang kurang suci.(Quran Suci 98:2-3).
Di hadapan Kitab ini mustahil menolak dan mengingkari pengakuan setiap Rishi atau nabi yang benar didunia dan hal ini saja sudah bisa menciptakan kebahagiaan serta kenikmatan sejati dalam fikiran manusia.
Beliau gelisah dan berduka, tidak saja demi keselamatan suatu bangsa, Bani Israil, atau Arya, bangsa Semit atau Mongol, melainkan beliau menangis dan mengaduh bagi persamaan dari seluruh umat manusia, dan karena alasan inilah maka beliau dijadikan utusan yang merupakan "Rahmat bagi sekalian bangsa" (Quran Suci 21:107).
Sekali lagi dengarkan apa yang telah dikatakan oleh Upanishad:
"Seorang yang memusatkan fikirannya pada huruf aa akan dilahirkan kembali ke dunia dan yang bermeditasi atas huruf O kembali dari bulan, tetapi seorang yang meletakkan fikirannya pada Ma akan dibebaskan dari neraka kelahiran dan kematian, seperti seekor ular yang segar dan bersih setelah membuang kulit lamanya".
Dengan perkataan lain, seorang yang beriman kepada Muhammad akan meningkat diatas tahap-tahap tumimbal-lahir, segera setelah seseorang itu memeluk Islam atau menjadi seorang pengikut Muhammad, dia membuang jauh-jauh tumimbal-lahirnya dan menjadi bebas dari lahir dan lahir kembali serta keberangkan dia dari dunia ini, langsung menuju ke Brahma Loka, tempat tinggal Ibrahim di Surga. Betapa tajam dan jelasnya tanda-tanda yang telah dinyatakan Upanishad dan Weda dalam penghormayan kepada seorang yang namanya dimulai dengan huruf M atau Ma.
Om -Matahari yang bersinar di bumi.
Ada dua macam cara yang kuno dan otentik dalam menuliskan "Om"; satu adalah lambang bulan dan bintang yang melingkari M, dan yang lainnya, "Om" diletakkan dalam matahari, yang berarti untuk menunjukkan bahwa itu adalah matahari ruhani; dan, jikalau matahari lahiriah itu adalah sejumlah gas yang sangat berbahaya, maka matahari ruhani adalah manifestasi keluhuran dari cahaya spiritual serta rahmat samawi. Karena itu, Upanishad menyebut itu inti-sari dari Sama Weda; karena, dewa dari Sama Weda itu adalah matahari, sebagaimana Agni adalah dewa dari Rig Weda, dan Bayu dari Yajur. Kata singkatan mistik ini juga disebut Hiranya garba, yakni, telur emas atau matahari. Jelaslah bahwa Krishna Chandra dan Ram Chandra itu semua adalah bulan, tetapi M adalah matahari dan matahari semacam itu tidak terbatas baik di Timur maupun di Barat, melainkan menyinari seluruh bumi.
'M' adalah matahari dari dunia agama dan juga memberikan bimbingan bagi kemajuan lahiriah di dunia. Dia tidak menunjukkan keadaan pantang kawin atau brahmacharya, ataupun penolakan dan pengasingan dari dunia. Nabi-nabi sebelumnya tak pelak lagi adalah matahari dan rembulan dari kaumnya masing-masing, tetapi yang satu ini yakni Nabi dari abad pemikiran serta ilmu pengetahuan; dan karena itu, tidak ada gelapnya di segala penjuru. Allah Yang Maha-tinggi telah berfirman mengenai beliau dalam al-Quran:
"Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami mengutus engkau sebagai Saksi, dan pengemban kabar baik, dan sebagai juru ingat. Dan sebagai orang yang mengajak kepada Allah dengan izin-Nya, dan sebagai matahari yang menerangi" (Al-Quran 33:45-46).
Nabi di sini dikatakan pertama sebagai pembawa kesaksian atas kemanusiaan yang hilang, yang telah kehilangan semua ide tentang kesadaran Ilahi, yakni bahwa ada Tuhan Yang-esa. Lebih dari itu beliau adalah pembawa kabar baik bagi manusia bahwa Tuhan masih tetap ingat kepada manusia dan setelah keadaan gelap-gulita Dia telah mengirim Nabi-Nya sebagai matahari ketulusan.
Bintang-beintang berkelip di angkasa memberi kabar gembira ke dunia akan munculnya matahari. Mereka mengumumkan dari jauh bahwa 'O' 'M' adalah Muhammad; serta bulan dan bintang yang tergambar di dalamnya menunjukkan bahwa mata dunia (matahari) adalah 'O' 'M' "Muhammad itu"(9), yang kedatangannya menyingkirkan segala macam kegelapan agama dari dunia.
Terlebih lagi, Upanishad selanjutnya mengatakan bahwa refleksi mendalam atas "OM" mengajarkan pelajaran unggul tentang Keesaan, (ekagrata). Sudah menjadi pengetahuan umum saat ini, bahwa Keesaan Ilahi dan kesatuan kemanusiaan, adalah intisari dan gambaran unik dari agama Muhammad, di mana tak ada superioritas dari Bani Israil, ataupun ada pembedaan antara kasta Brahmana, Ksatrya, Waisya dan Sudra, ataupun antara yang berkulit putih dan hitam, timur atau barat, Arya atau non-Arya; sehingga taka ada masalah kasta, tetapi "semua warga ras umat manusia adalah Bani Adam, dan Adam serta keturunannya semuanya diciptakan dari tanah". Suatu sabda yang terkenal dari Nabi Muhammad: Kulluhum banu Adam wa Adamu min turabin. Semua mereka adalah keturunan Adam dan Adam berasal dari tanah.(10). Keunggulan dan kebesaran tidak terletak pada apakah dia orang Arab atau bukan, tetapi dari perbuatan baik serta mulia dari seseorang (Q.S.49:13), dan tidak karena asalusul kelahirannya. Dengan ekagrata berarti menjadi Tuhan, yakni bahwa seseorang harus berfikir bahwa dengan meditasi terusmenerus atas "Om" dia menjadi Tuhan, lalu, betapa banyak orang, berkat sarana rumus ini telah menjadi tuhan di bumi, dan telah diselamatkan dari kematian. Tetapi ini hanyalah anganangan kosong dari seseorang yang kacau dan sakit otaknya. Tulis Prof.Max Muller, pakar Sanskerta modern :
"Meditasi atas kata singkatan "Om" adalah suatu pengulang-ulangan terus-menerus yang lama atas silabus itu dengan suatu pandangan untuk menarik fikiran itu tersingkir dari semua subyek lainnya dan karenanya memusatkannya atas obyek atau pemikiran yang lebih tinggi, yang mana silabus itu dibuat sebagai lambang. Pemusatan fikiran dan perhatian kepada Ekagrata atau satu yang ditunjuk, sebagaimana yang disebut oleh agama Hindu, bagi kita adalah sesuatu yang tak dikenal. Fikiran kita adalah seperti kaleidoskop pemikiran yang bergerak konstan; dan menutup mata atas segala hal lain, dengan hanya memikirkan satu hal saja, bagi kita merupakan hal yang paling mustahil seperti halnya menikmati nada-nada musik tanpa harmoni"(11).
Konsepsi Islam mengenai pengalaman mistik.
Ekagrata (Suatu istilah dalam Kitab Suci Hindu) berarti rekonsiliasi dan harmoni lengkap antara manusia dengan Tuhan, dimana manusia berserah diri sepenuhnya kepada kehendak Tuhan dan menjadi satu dengan-Nya, serta seluruh anggota badannya, lidah, mata dan telinga, tangan dan kaki serta fikiran bertindak sesuai dengan kehendak serta ridla Tuhan Yang Mahatinggi dan tidak melakukan perbuatan dosa serta zalim. Suatu model sempurna dari keadaan yang luhur serta mulia ini yalah Nabi Suci Muhammad, yang telah dibenarkan oleh isterinya yang hidup bersamanya siang dan malam. Ketika ditanya bagaimana akhlak dan kebiasaan Nabi itu, dalam satu kalimat pendek, dia menjawab:
"Akhlak dan kebiasaannya itu persis sama dengan apa yang telah difirmankan Allah Ta'ala dalam al-Quran". Dan inilah apa yang dinamakan Ekagrata, yakni, seorang yang bersatu dengan Dzat Ilahi.
Konsep Islam tentang pengalaman mistik ini berdasarkan atas dua keyakinan pokok, yang didapatkan dalam al-Quran. Pertama bahwa Tuhan itu bersemayam di setiap hati manusia sebagai Yang Berwenang dan Pemelihara makhluk-Nya. Bersemayamnya Tuhan didalam dia ini hadir secara bebas dari jangkauan atau keyakinan seseorang atasnya. Tetapi dengan keyakinannya atas pengenalannya terhadap Tuhan sebagai Dzat Yang Maha-kuasa sebagai obyek pujaannya, dan tentang kecintaan serta pengabdiannya, serta tingkat pengenalan dan pengabdian ini yang timbul berbeda-beda dari satu orang ke orang lainnya. Dalam bentuk yang paling intens yakni dalam mistik, hal ini menimbulkan suatu pengetahuan yang intim, pribadi serta langsung dari kesadaran atas persatuan dengan Tuhan. Para mistik tiba pada kontemplasi ini, tidak dengan tindakan penalaran atau pengkhayalan intelektual, melainkan dengan amalan tertinggi dari intuisi, dimana dia mencapai keadaan ruhani yang paling luhur yang bisa dimungkinkan di dunia ini.
Keyakinan kedua adalah bahwa Tuhan itu bukan ciptaan manusia, tetapi tidak saja Dia yang menjadi sebab dan pemelihara dia, melainkan juga tujuan akhirnya, dan ini bukan dalam pengertian negatif sebagai terminal tetapi sebagai pemenuhan dan penyempurnaan dari sifatnya. Pengalaman mistik ini yang terakhir namun tetap tahap yang belum selesai dari pendambaan manusia akan Tuhan bagi dirinya dan bagi persatuan dengan-Nya yang dimulai di dunia ini dan yang akan membentuk suatu kebahagiaan abadi untuk mana dia diciptakan. Hendaknya dicatat bahwa konsepsi ini, jauh dari menerapkan ketiadaan dari pribadi manusia karena diserap total di dalam Tuhan, melainkan menekankan persatuan sempurna dengan Tuhan, yakni dengan menggunakan tulisan para mistik yang mengalaminya bahwa melihat, menyentuh atau mengalami bertemu Tuhan tidaklah menerapkan sesuatu kepada suatu karakter fisik yang bisa dilihat, karena pengalaman tersebut benar-benar murni spiritual. Ini adalah suatu cara, di atas segalanya, yang berujung kepada "Pertemuan antara Kekasih".
'Om' bukanlah nama Tuhan.
Bahkan bila telah disajikan bahwa akar kata darimana "Om" itu berasal, adalah 'av' yang berarti pelindung atau pemelihara, tetaplah tak perlu bahwa ini dikira sebagai nama Tuhan; karena Krishna telah berkata dalam Bhagawad Gita (9:17) : "Aku membuat semuanya bersih, Akulah "Om", Akulah pengetahuan mutlak, Aku juga Weda, Sam, Rig dan Yajush". Jika 'Om' itu adalah nama pribadi Tuhan, pastilah di suatu tempat dia didefinisikan sebagai suatu obyek dengan rincian asma-Nya, tetapi ini tak terdapat di manapun dalam ke empat Weda.
Bukannya menggunakan bentuk tunggal untuk 'Om', penggunaannya di dalam Weda adalah bentuk dua atau jamak (12). Begitulah disebutkan dalam Yajur Weda: "Semua pelindung dalam bahagia yang sangat" Yajur Weda 7:33, 33:80;(Dayananda bhashya, halaman 213). Ye Vishvadevas (semua dewa) yang melindungi"(Rig Weda 1:3:7; Nirukta 12:40). Dari sini kita bisa beralasan bahwa 'Om' berarti pelindung tetapi ini juga jelas bahwa ini adalah kata benda biasa. Pentingnya adalah ketika seorang pelindung yang diharapkan akan muncul, yang akan meyakini semua utusan Tuhan dan membenarkan ajaran mereka serta mengumumkan kesucian dan kesalehan mereka serta kesalahan mereka yang telah dilemparkan oleh para pengikutnya sendiri. Tidaklah cukup menyatakan: Bahwa Akulah 'Om'; atau 'Akulah Omega'. Akal sehat diperlukan untuk membuktikan pengakuan ini. Bangsa-bangsa dan pelbagai agama dipisahkan oleh tembok besar, lautan luas, dan perbukitan yang menakutkan, seluruh penghalang ini dibikin mulus hanya oleh rahmat yang dijanjikan yakni Muhammad -pengawal yang teguh dari keesaan Ilahi, persaudaraan para nabi serta kesatuan umat manusia. Seandainya misalnya seribu orang diseluruh dunia mengaku nabi, dan dari mereka ternyata 999 orang adalah nabi dan peramal palsu, maka dalam hal seorang yang selebihnya, sudah wajar, akan menjadi sangat diragukan. Tetapi bila salah satu dari mereka keluar untuk menegakkan dan membuktikan kebenaran dari seribu orang itu seluruhnya, dia pasti akan disebut pelindung atau penjaga kehormatan dan penghormatannya. Karena itu Nabi Suci Muhammad, Nabi yang besar, yang merupakan Juru-selamat kenabian dan kehormatan seluruh Nabi-nabi. Bebel, Injil, dan Kitab-kitab Suci kaum Hindu menisbahkan dongeng penuh dosa terhadap masing-masing nabinya dan Guru-guru Ketuhanannya sendiri; tetapi hanya Nabi Suci yang menyatakan dan mengajarkan tiada berdosanya semua nabi; dan karena itu beliau adalah Juruselamat dan Pelindung ('Om') dari kehormatan para nabi seluruhnya. Seorang semacam itu haruslah Nabi yang Terakhir; dan karena alasan inilah maka bibir Wahyu Ilahi ditutuo dan disegel dengan kedatangan yang terpuji, yang dimuliakan M.
Atharwa Weda dan Muhammad.
Dalam "Kuntap Sukt" dari Atharwa Weda, Rishi yang Dijanjikan disebut dalam mantra sebagai 'M' yang besar dan agung. ("Esh rishye mamahe" bagi 'M' rishi yang agung ini". Atharwa Weda, 20:127:1, yang menunjukkan dan membuktikan bahwa M dari 'Om'. Dia disebut seorang Rishi, berarti di sini bahwa dia adalah seorang nabi atau utusan dari Tuhan Yang Maha-tinggi. Kuntap Sukta menyatakan: "Dia akan menjadi seorang yang mengendarai unta," ("Ushtra yasya pravahi"); kendaraannya yang adalah unta membuktikan karenanya bahwa beliau bukan seorang Resi India tetapi seorang pengendara unta dari gurun pasir Arabia; karena di India seorang Rishi, (sesuai dengan Hukum Manu) dilarang mengendarai seekor unta (Manu 5:8.18; 14:201).
Mistik 'Om' dalam agama Buddha.
Dalam semua sekte agama Buddha juga ada suatu kata singkatan mistik yang tertulis seperti dalam agama Hindu, dibikin bulat dan berputar pada suatu roda untuk sembahyang. Kaum Hindu, Kristen, Yahudi dan Muslim, semua mengulang-ulang nama Tuhan dengan tasbih, percaya bahwa hal itu menyingkirkan kesukaran serta mendatangkan berkah kebajikan. Kaum Buddhis memotong proses panjang ini dengan memindahkannya pada roda sembahyang yang membuat seribu putaran dalam satu dorongan, yakni bisa kita katakan, dalam jangka pendek, menghitung ulang seribu biji dari tasbih.Silabus mistik kaum Buddhis yakni Om manipadme hum, dengan sarana mana, mereka percaya, seseorang akan memperoleh segenap rahmat dan kesejahteraan dari dunia ini, atau tujuh perbendaharaan dari permata yang sangat berharga. Rangkaian pada huruf-huruf itu di kalangan kaum Buddhis dianggapnya berarti berlian dan permata, serta harta-kekayaan berupa emas dan perak, dengan mengabaikan fakta bahwa sudah diketahui oleh setiap orang bahwa seluruh perbendaharaan dunia ini akan pergi dan tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan hartakekayaan berupa budi pekerti yang luhur dan kenyamanan spiritual. Jika mereka itu punya nilai, betapa pun, dibandingkan dengan kedamaian spiritual serta mental dan kenyamanan di mata Mahatma Buddha, lantas mengapa beliau menyingkirinya dan lari ke hutan, pada saat perbendaharaan ini telah ada nyata di istana ayahandanya? Tetapi kebenaran masalahnya adalah bahwa tujuh permata ini adalah yang disebut Sapt ratnani dalam Weda, yakni tujuh mutiara ruhani suatu penyebutan yang akan kita rinci nanti. Betapa pun, rumus keyakinan kaum Buddhis adalah "Om mani padme hum" yang berarti, "Semua mengeluelukan, engkau permata dan bunga teratai yang diberkahi". Dalam penghormatan kita kepada bentuk percakapan kiasan dan perumpamaan, segala sesuatu itu mempunyai cara untuk diekspresikan. Seperti halnya dalam bisnis dan perdagangan, ilmu pengobatan, perhubungan dan olahraga, mereka semua mempunyai istilah teknis dan frasa masing-masing, dengan cara yang sama, bunga, juga mempunyai frasanya sendiri.
Pujian kepada Muhammad dalam bahasa bunga.
Bunga-bungaan, kami katakan, mempunyai cara ekspresi mereka sendiri. Misalnya, bila temanmu memberikan sekuntum mawar yang ada daunnya tanpa duri, ini berarti bahwa pertemananmu diterima. dan engkau dijamin tak perlu khawatir atas hal ini. Dan bila bunga itu tanpa daun maupun duri, ini berarti berdiam diri, tidak jelas ya ataukah tidak. Tetapi bila sekuntum di antara dua putik yang belum mekar disajikan, ini menunjukkan bahwa cinta itu ada, tetapi, setidaknya pada saat ini, tetap tersembunyi dan tertutup. Memebri tanda ciuman pada bunga menunjukkan cintamu diterima, sedangkan dengan mematahkan dan membuang daunnya berarti ditolak. Bahasa dan leksikon dari bunga itu sungguh macam-macam. Di dalamnya, bila dedaunannya bicara tentang kemanisan dan kehangatan cinta, maka durinya menggumamkan bahasa perpisahan dan menyakitkan. Dalam keindahannya, setiap jenis bunga, daun, putik dan kuntumnya mempunyai satu bahasa masing-masing.
Sekarang kita sampai pada arti pentingnya rumus keimanan kaum Buddhis, sebagaimana difahami penulis sekarang dengan mengacu pada leksikon bunga serta bahasa permata. Bunga teratai berarti mensucikan hati, serta memisahkan diri dari dosa. Baik putihnya maupun teratai yang di air menunjukkan penolakannya pada fikiran jahat dan keragu-raguan. Tetapi berlian menunjukkan moral yang tinggi dan permata berharga adalah ketinggian spiritual, yang bersinar semuanya dengan cemerlang di kegelapan kesusahan dan penderitaan.
Arti 'Om' telah kami ceriterakan dalam halaman yang lalu. Setelah itu, bunga teratai menunjukkan kesucian hati dimana kejahatan dan fikiran yang sia-sia tak akan pernah bisa timbul; dan dalam teratai itu ada berlian, yang katanya berjumlah tujuh. Ini adalah tujuh bagian dari Quran Suci atau singkatnya tujuh ayat dari Surat al-Fatihah(Surat Pembukaan), dan ini adalah juga tujuh Sifat Mulia, yang disebut 'Sapt-maryadah' dalam Weda, yakni tujuh perbendaharaan yang mahal dan tujuh jalan emas kehidupan (Rig Weda 10:5.6; 5:1.5; 6:74.2). Dalam Weda dan Kitab Suci Buddha hal ini tidak dikaitkan dan dibicarakan secara rinci. Tetapi Tuhan Yang Mah-tinggi berfirman kepada Nabi-Nya:
"Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada engkau tujuh (ayat) yang selalu diulang, dan Quran yang agung" (Quran Suci 15:87).
Ini, tak ragu lagi, adalah tujuh berlian dan permata yang dianugerahkan kepada hati suci Nabi oleh Tuhan Yang Mahatinggi. Ini tidak ditaruh di roda sembahyang, melainkan dijadikan amal perbuatan dan praktek sehingga manusia dapat mencapai rahmat ruhani ini, begitu pula barang-barang yang baik di duinia ini, dan dikarunia persatuan dengan Tuhannya, yakni, dia mendapatkan "Brahma Loka" (Kedudukan spiritual nabi Ibrahim). Dalam silabus mistik kaum Buddhis "'Om' mani padme hum", Nabi Suci, yang huruf pertama dari namanya adalah M, disebut "rahmat" dengan alasan bahwa hatinya itu bersih dan suci, seperti bunga teratai, tidak hanya dari segala macam kerguan dan kekafiran serta fikiran jahat, melainkan juga karena ada tujuh permata spiritual di dalamnya. Setiap orang yang membaca dan melantunkan tujuh ayat dari Surat al-Fatihah, dan beramal sesuai dengan itu, akan menjadi pemilik dari permata yang tak ternilai itu.
--------------------------------------------------------------------------------
1. Richo akshre parme avyoman yasmin devaadhi vishve nishedo, Yastan naved kim richa krishyati ya it had vidotaime smaste. Rig Weda 1:64.39.
2. Terjemahan ini dari Nirukta, yang dianggap sebagai tafsir yang paling otentik dari Weda Nirukta.13:10.12.
3. Raja Rammohum Roy hanya meletakkan jari-jarinya atas Upanishad saja, sebagai biji yang paling benar dari seluruh Weda. F.Max Muller: Sacred Books of the East jilid I. Introduction to Upanishads hal.xiii.
4. Hon. Radha Krishnan, Philosophy of the Upanishads, halaman 16.
5. Hastings, Encyclopaedia of Religion and Ethics jilid ix halaman 490.
6. Dve vidye vedetarya, iii hasm yat Brahm vido vadanti para cha vai apparach athapara Rigvedo, Yajurvedah Samveda, Atharvaveda...ath atha para yayaad aksharamadhi gamyate, Mandak Upanishads,1:1.3-5.
7. Satyarth Prakash, bab "Names of God".
8. Monier Williams, Sanskrit-English Dictionary (New Edition 1899, Oxford).
9. Sungguh aneh bahwa dengan mengulang-ulang 'O' 'M' sesungguhnya kaum Hindu mengumumkan bahwa "Inilah Muhammad" namun mereka tidak menyadarinya.
10. Suatu sabda nabi Muhammad yang terkenal: Kulluhum banu Adam wa adamu min turabin (Semua mereka adalah keturunan Adam sedangkan Adam itu dari tanah). (H.R. Tirmidhi dan Abu Dawud, Mishkat: Bab 223, al-Quran xlix:13).
11. Sacred Books of the East (Introduction to Upanishads Translation).
12. Rig Weda: pri ghransam omna vam avyo gat. (Setiap hari dengan kedua Om yang membantumu dengan persediaan makanan. 7:69.4.(Nirukat, 6.4). Omasah charshni vishve devas aa gat.( Seluruh dewa-dewimu yang memberikan Oms (perlindungan) Nirukt, 12:40. Yang serupa itu rujukan lainnya adalah: Omanam, 1:34.6; 1:118.7, 6:50.7, 1:3.7, Omvatim, 1:112.20; Omyavantam, 1:112.7.
10. Suatu sabda nabi Muhammad yang terkenal: Kulluhum banu Adam wa adamu min turabin (Semua mereka adalah keturunan Adam sedangkan Adam itu dari tanah). (H.R. Tirmidhi dan Abu Dawud, Mishkat: Bab 223, al-Quran xlix:13).
11. Sacred Books of the East (Introduction to Upanishads Translation).
12. Rig Weda: pri ghransam omna vam avyo gat. (Setiap hari dengan kedua Om yang membantumu dengan persediaan makanan. 7:69.4.(Nirukat, 6.4). Omasah charshni vishve devas aa gat.( Seluruh dewa-dewimu yang memberikan Oms (perlindungan) Nirukt, 12:40. Yang serupa itu rujukan lainnya adalah: Omanam, 1:34.6; 1:118.7, 6:50.7, 1:3.7, Omvatim, 1:112.20; Omyavantam, 1:112.7.
0 komentar: