Recent Posts

Senin, 05 September 2011

0 komentar

Revolusi Terhadap Umat Yang Berbeda Keyakinan

Ketika Nabi Muhammad SAW mulai berda’wah, di kolong langit ini telah terdapat bermacam-macam umat, atau bermacam-macam agama. Da’wah Muhammad SAW merupakan lanjutan da’wah para nabi terdahulu, bedanya adalah para nabi pra Muhammad dibatasi oleh Tuhan hanya untuk kelompok tertentu, daerah tertentu dan waktu tertentu. Walau kitab suci menyebut jumlah nabi sebanyak 25 nama, sesungguhnya jumlah mereka lebih banyak dari itu. Kitab suci menjelaskan bahwa tuhan menampilkan para nabi “… yang sebagian aku kisahkan padamu dan sebagian tidak aku kisahkan padamu…..”. Jika kita mengenal istilah pahlawan yang dikenal dan pahlawan tak dikenal maka para nabi pun ada yang dikenal dan ada yang tak dikenal. Tersebut dalam suatu hadits bahwa jumlah nabi ada 124.000 orang, di antara mereka ada 313 orang menjadi rasul.

Apa perbedaan antara nabi dan rasul ?

Nabi menerima wahyu untuk diri sendiri, dia mengamalkan wahyu tersebut dan orang lain diharapkan mencontoh. Adapun rasul menerima wahyu untuk diri sendiri dan juga untuk orang lain, tegasnya bertabligh atau berda’wah. Wahyu disampaikan kepada orang lain, istilah sekarang dimasyarakatkan atau disosialisasikan. Memasyarakatkan wahyu dan mewahyukan masyarakat (pinjam jargon Orde Baru).

Dalam kitab suci disebut bahwa antara Tuhan dengan para nabi terdapat perjanjian yaitu:

Saling membenarkan satu sama lain walau tidak sezaman. Dengan demikian antar nabi tidak ada perselisihan. Adapun inti ajaran para nabi adalah satu, yaitu tauhid. Percaya kepada satu tuhan, malaikat, nabi, kitab suci dan hari kiamat. Biasanya diringkas dengan percaya kepada Tuhan dan hari kiamat. Yang berbeda mungkin syari’at, sekadar contoh dalam syari’at Musa hari Sabtu adalah yang dimuliakan, hari untuk ibadat ritual. Tidak boleh ada kegiatan duniawi pada hari itu. Adapun dalam syari’at Muhammad hari Jum’at dimuliakan, ada ritual yang disebut ibadat Jum’at atau shalat Jum’at. Kaum Muslim lelaki diwajibkan untuk menghadiri ritual tersebut, kecuali halangan yang dibenarkan oleh syar’i. Sebelum dan sesudah waktu ritual Jum’at manusia boleh melaksanakan kegiatan duniawi. Kitab suci menyebut, ”Hai orang beriman, jika telah diseru untuk shalat Jum’at maka tinggalkanlah jual beli…..apabila telah selesai shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan cari anugerah Tuhan sebanyak-banyak sambil mengingat Tuhan…..”
 
Memberi tahu kepada masyarakatnya akan ada nabi terakhir dan membawa agama terakhir. “Jika kamu bertemu dia maka ikuti dia”, kira-kira begitulah jargonnya. Walau mungkin tidak disebut nama, namun para nabi memberi info ciri-ciri nabi terakhir tersebut. Nabi yang dimaksud membawa agama universal, berlaku untuk segala zaman, segala tempat dan segala orang.
Dengan demikian mestinya Muhammad mudah mendapat sambutan. Manusia sudah diberi info oleh para nabi sebelumnya supaya tidak ada keraguan padanya. Namun apa yang terjadi? Perlawanan hebat yang terjadi. Da’wah Muhammad mendapat tantangan terhebat justru dari umat yang sudah kenyang kedatangan nabi, yang mestinya mereka mendapat info yang sangat lengkap tentang nabi terakhir. Dalam Islam mereka disebut ahlul kitab, orang yang telah menerima kitab suci. Berulang-ulang perang terjadi, dan Muhammad mengalami usaha pembunuhan.

Mengapa ini terjadi?

Dalam kitab suci dijelaskan bahwa asalnya manusia adalah umat yang satu, namun beselisih atau berpecah setelah mendapat info yaitu wahyu. Muncullah berbagai mazhab atau sekte, satu sama lain saling mengkafirkan. Perpecahan tersebut terjadi setelah para nabi atau nabi yang bersangkutan tiada. Tampillah tokoh agama dengan berbagai istilah semisal pendeta, rahib, bhiksu atau rabbi. Merekalah yang berperan mengubah pesan-pesan kitab suci, mengubah isinya dan dikatakan bahwa itu berasal dari Tuhan. Pesan yang diubah tersebut antara lain ya info nabi terakhir itu. Pesan “jika kamu ketemu dia ikuti dia” diganti dengan “jika kamu ketemu dia habisi dia”. Dengan demikian dapat kita saksikan kitab-kitab suci saat kini: ada yang simpang siur, ada kisah yang melecehkan para nabi bahkan ada kisah pornografi. Untuk mencari info nabi terakhir sungguh perlu ketelitian dan ketekunan yang luar biasa.

Berdasar info di atas maka tak heran jika sejak dalam kandungan Muhammad dicari-cari untuk dibunuh. Ketika masih berumur 12 tahun, dia ikut pamannya yaitu Abu Thalib berdagang ke Syam, kini mencakup wilayah Suriah, Libanon, Yordania, Israel, Palestina dan selatan Turki. Di kota Bushrah dia singgah di biara, rahib di situ melihat ciri-ciri kenabian, berdasar info dari kitab sucinya, pada diri Muhammad. Maka dia menasihati Abu Thalib untuk waspada, jangan masuk terlalu jauh ke Syam karena umat di situ akan mencoba membunuh Muhammad. Mungkin saat itu gosip atau kabar kabari tentang nabi terakhir telah lahir atau sebentar lagi lahir telah beredar begitu luas. Sejumlah orang bertekad akan mencari dan membunuhnya. Usaha tersebut gagal.

Usaha menghabisi nabi terakhir dan tentu saja agama terakhir terus berlanjut. Sejumlah tokoh Yahudi menghubungi tokoh musyrik Quraisy untuk bersekutu menyerang Madinah, pusat kaum Muslim. Sebelumnya perlu penulis jelaskan bahwa agama Yahudi, Nashrani dan Islam adalah agama satu rumpun atau keluarga. Kaum Yahudi dan Nashrani tahu banyak tentang wahyu, nubuwat atau hal semacam itu, kaum paganis (penyembah berhala) Arab cenderung menghormati mereka dan bertanya mengingat mereka umumnya intelek. Tokoh kedua umat tersebut antara lain tahu sejarah semisal hukuman Tuhan terhadap bangsa-bangsa purba. Musyrik Quraisy minta kejelasan tentang kebenaran antara Islam dengan agama pagan, maka tokoh Yahudi menjelaskan bahwa agama pagan lebih baik atau lebih benar dibanding Islam. Maka persekekutuan antara paganis Arab dengan kaum Yahudi menyerbu Madinah dikenal dalam sejarah Muslim dengan Perang Parit (627).

Pendapat Yahudi tersebut di atas agaknya mengundang komentar atau lebih tepatnya murka Tuhan. Logikanya, mestinya kaum Yahudi yang lekas percaya kepada Muhammad dan menjadi Muslim, mengingat mereka sudah kenyang kedatangan beberapa nabi. Dan Yahudi adalah agama yang berdasar monoteis, sama halnya dengan Nashrani dan Islam. Mengapa mereka begitu lancang menyatakan agama berhala lebih benar dari Islam? Bukankah larangan menyembah berhala adalah termasuk Hukum Sepuluh, hukum dasar dalam agama Yahudi? Bagi penulis, mungkin inilah awal dari fakta bahwa betapapun jauh atau besar perbedaan atau perpecahan antar non Muslim namun mereka bersatu jika berhadapan dengan Muslim. Persekongkolan demikian terus berulang hingga saat ini. Hal ini penulis telah jelaskan dalam karya tulis yang lain dan agaknya perlu diulang supaya kaum Muslim selau waspada dan kompak.

Pada abad ke-13 terjadi persekutuan antara paganis Mongolia dengan Nashrani Eropa. Pasukan Eropa menyerbu pesisir Syam dan pasukan Mongolia menyerbu hingga sejauh Palestina, tak jauh dari benteng-benteng pasukan Eropa. Maksudnya adalah mengepung dunia Muslim. Baghdad dimusnahkan dan merupakan musibah besar bagi peradaban. Hasil akhirnya, pasukan Mongolia dapat dihalau pada 1260 dalam pertempuran di ‘Ayn Jalut dan pasukan Eropa dapat dihalau dari benteng terakhir mereka di Acre (al-‘Aqqa) pada 1291. Walau demikian, usaha-usaha membentuk front bersama anti Islam masih berlanjut bertahun-tahun setelahnya. Kedua fihak saling tukar kirim utusan dan duta. Pada abad ke-14 berangsur-angsur bangsa Mongolia menjadi Muslim. Kelak mereka membangun peradaban Muslim di India, Persia, Turkistan dan Rusia.

Kini, kelompok non Muslim kiranya dapatlah dibagi menjadi 4 kelompok yaitu salibis, zionis, paganis dan komunis. Kaum salibis menduduki Afghanistan pada 2001 dan ‘Iraq sejak 2003, kaum zionis sejak 1948 mencaplok Palestina dan membentuk negara Israel, kaum paganis di India menduduki Kasymir dan Thailand menindas wilayah selatan negeri yang nota bene mayoritas Muslim, serta kaum komunis mewarisi dan mempertahankan kekuasaan Cina di wilayah Xinjiang atau Sinkiang yang juga mayoritas Muslim. Persekutuan anti Islam tersebut tampil lagi dengan jelas karena menemukan momentnya dari Peristiwa 11 September 2001,  yang mungkin peristiwa besar awal abad ke-21. Usamah bin Ladin dengan gerakan “al-Qa-idah” agaknya ingin melaksanakan revolusi Islam –dengan fokus terhadap non Muslim– untuk membebaskan kaum Muslim sedunia dari apa yang disebut dengan penindasan orang kafir beserta antek-anteknya. Walau kurang jelas keterkaitan langsung antara Usamah dengan peristiwa tersebut, namun AS sukses memanfaatkan momentum tersebut untuk (kembali) menggiatkan agenda lama non Muslim perang melawan (kebangkitan) Muslim, dengan kedok war against terrorism.

Penulis menilai revolusi yang dilaksanakan oleh Usamah bin Ladin –dan semoga dia konsisten– sudah relatif tepat namun pasti berat. Dia melaksanakan dua revolusi sekaligus yaitu revolusi terhadap kalangan seumat dan beda umat. Dan sejarah pun berulang, tantangan lebih berat adalah dari kalangan seumat.

Revolusi terhadap beda umat antara lain mencakup:

Melaksanakan dialog yang berkesinambungan terhadap non Muslim yang relatif berniat baik atau simpatik terhadap kaum Muslim. Kita perlu ingat bahwa tidak semua non Muslim itu jahat atau musuh. Walau minoritas dan belum mencapai hasil yang diharapkan, kerja keras mereka untuk melawan berbagai fitnah terhadap Islam layak dihargai mungkin semisal Karen Armstrong dan John L. Esposito. Atau mereka yang memiliki pendapat yang imbang terhadap Islam.

Dialog jangan hanya “beredar” di lapisan masyarakat menengah ke atas, namun juga perlu –bahkan terkesan mendesak– dialog tercurah untuk masyarakat awam atau menengah ke bawah. Merekalah yang justru lebih rawan gesekan dalam hidup sehari-hari. Jika menggesek terus dibiarkan, akan berpeluang besar menjadi menggosok dan akhirnya menggasak. Indonesia sempat mengalami hal tersebut, konflik di Maluku dan Poso adalah contoh yang tepat tentang gesek, gosok dan gasak. Yang mayoritas terlibat adalah orang awam.
Umat perlu diingatkan bahwa antara agama yang satu dengan yang lain bukan hanya menyajikan perbedaan namun juga persamaan. Tak dapat disangkal bahwa dalam hal teologi dan ritual banyak berbeda, namun dalam hal moral penulis menilai sangat banyak persamaan. Sebagai contoh, tidak ada –penulis ulangi tidak ada– agama yang menghalalkan korupsi, pornografi dan judi. Semua agama mengajarkan untuk berbuat manfaat bagi sesama makhluk, tidak menzhalimi. Dalam hal moral dapat terjalin kerja sama antar umat semisal pemberantasan maksiat.


Bersikap tegas –jika perlu dengan perlawanan bersenjata– terhadap non Muslim yang bersikap zhalim. Memboikot produk, membekukan hubungan diplomatik hingga pemutusan hubungan diplomatik adalah sejumlah contoh. Untuk mencapai hal tersebut pembentukan khilafah sedunia adalah suatu keharusan, sebagai pengganti Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang terbukti tidak ampuh jika tawar menawar dengan non Muslim. Organisasi tersebut hanya mampu sebatas mulut: mengecam dan mendukung, namun tidak atau kurang disertai follow up. Agaknya OKI masih mengutamakan jumlah dibanding mutu, negara yang memiliki kaum Muslim kurang 50% ternyata boleh menjadi anggota. Sadar tak sadar OKI memenuhi syarat disindir oleh hadits “kamu jatuh hina bukan karena sedikit namun banyak, sebanyak buih di laut…..”. Sebanyak buih di laut artinya banyak namun ringan, alias tidak berbobot, alias tidak bermutu!
Penutup

Berdasar uraian dari bab sebelumnya maka dapat dinilai bahwa revolusi dalam Islam adalah revolusi menyeluruh, yang dimulai diri sendiri. Betapa berat namun sudah merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak.

Kaum Muslim adalah kaum yang terkepung (dari luar) dan tergerogot (dari dalam). Cukup sudah kaum Muslim berada di bawah angin sejak abad ke-19. Jika diukur antara 1800 hingga 2000 maka terentang waktu 200 tahun menjadi umat underdog. Apakah 200 tahun belum cukup kelamaan dalam posisi terhina dan terfitnah? Sampai kapan kaum Muslim puas atau bangga dengan prestasi masa lalu, hal yang kadang penulis saksikan beberapa kali?

Perlu penulis jelaskan bahwa akibat-akibat yang dialami oleh manusia –individu maupun kelompok– muncul setelah memenuhi syarat-syaratnya, termasuk musibah. Kaum Muslim tertinggal oleh kaum lain juga demikian, syarat-syarat untuk menjadi tertinggal, hina, atau lemah memang telah terpenuhi. Perpecahan, kelalaian, kejumudan, perselingkuhan adalah sejumlah syarat yang telah dipenuhi kaum Muslim untuk menjadi sebagaimana kini. Tuhan berjanji jika mau mengubah nasib maka peluang untuk berubah akan besar, tergantung besar usaha yang dilaksanakan. Revolusi adalah usaha. Usaha setengah-setengah maka hasil yang didapat kemungkinan besar akan setengah-setengah pula.

Setengah-setengah berbeda dengan bertahap-tahap. Usaha bertahap-tahap artinya berjuang semampu-mampunya untuk mencapai tahapan tertentu dan tahapan tertentu tersebut adalah batu loncatan untuk berjuang mencapai tahap berikut. Dengan demikian revolusi dilaksanakan secara terencana, ada target yang jelas harus dicapai: apa, kapan, di mana dan berapa.

Adapun berbuat setengah-setengah berarti ada semacam keraguan atau kelesuan dalam berbuat, karena ada niat yang belum utuh, terbagi antara ya atau tidak: tercapai syukur tak tercapai ya sudah. Jelas tersebut dalam hadits bahwa “segala perbuatan tergantung niat…..”. Usaha model begini cenderung tanpa target yang jelas atau tanpa rencana yang matang. Pokoknya bisa atau asal jalan, pokoknya tidak nganggur.

Firman tuhan,”…..masuk Islamlah secara menyeluruh…..” seakan memberi pesan terselubung bahwa setengah-setengah mengamalkan Islam mencerminkan iman yang setengah-setengah. Lebih berabe jika setengah iman setengah kafir atau setengah tauhid setengah syirik. Ini yang terdapat dalam Muslim, khususnya di Indonesia. Hingga kini mereka memperlakukan agama dengan tercampur segala faham yang bertentangan dengan Islam semisal selamatan, ruwatan atau klenik. Hasilnya adalah mencampur adukkan hak dengan yang batil. Penulis menilai bahwa bangsa ini dijajah oleh bangsa non Muslim karena keislaman yang setengah-setengah.

Agaknya Tuhan membalas sikap itu dengan pemikiran begini, ”Kalian mencampur adukkan antara iman dan kafir, antara tauhid dan syirik, antara ibadah dengan bid’ah. Maka sekalian saja aku kirim bangsa kafir atau musyrik untuk menjajah kalian”.

Bukan mustahil bangsa ini dijajah kembali oleh non Muslim jika kaum Muslim masih berislam setengah-setengah. Hal tersebut agaknya disadari oleh gerakan Darul Islam atau gerakan kebangkitan Muslim lain: pilih tauhid atau syirik, pilih hak atau batil, pilih iman atau kafir. Wallahu a’lam.


0 komentar:

Best viewed on firefox 5+

Blogger templates

Blogger news

Blogroll

Copyright © Design by Dadang Herdiana