Recent Posts

Selasa, 22 Februari 2011

0 komentar

Pondok Pesantren Babul Khairat


Salaf Dipertahankan, Modern Disaring


Adalah ciri khas kebanyakan pondok pesantren salaf di Indonesia, para santrinya , diarahkan untuk pandai membaca kitab-kitab kuning, gundul (kitab berbahasa Arab klasik yang tidak berharakat). Dipacu untuk banyak menghafal berbagai matan kitab, seperti Alfiyah Ibnu Malik, al-ajurumiyah, safinatunnaja, zubad dan lainnya.



Sebaliknya belakangan ini, dengan diawali Ponpes Gontor di Ponorogo, juga sudah banyak berdiri pondok-pondok pesantren modern, yang tidak terlalu memperhatikan kajian-kajian kitab kuning dan hafalan. Kalau pondok salaf begitu menekankan penguasaan ilmu alat (nahwu dan sharaf), maka pondok modern tidaklah begitu, pondok modern justru lebih mengutamakan keterampilan berbahasa Arab secara verbal. Sebagaimana juga, menekankan pembelajaran ilmu-ilmu umum yang kontemporer dan penguasaan bahasa asing selain Arab, seperti Inggris dan Mandarin.


Pondok pesantren Babul Khairat hadir (didirikan) untuk melengkapi apa yang tidak ada pada dua model pondok pesantren di atas. Babul Khairat tetap secara istiqamah dan optimal, berupaya menjaga nilai-nilai kesalafan yang menjadi trade merk pondok salaf. Seperti mewajibkan semua pelajar, melazimkan membaca wirid-wirid harian, rawatib (ratib ‘Atthas, Haddad dan ‘Idrus), manakib, qasidah Burdah, maulid Diba’, maulid Habsyi (sinthud durar) dan beberapa amalan lainnya. Begitu juga, para pelajar pondok Babul Khairat, sesuai dengan jenjangnya masing-masing, diwajibkan untuk menghafal matan beberapa kitab klasik. Seperti ‘aqidatul ‘awwam, safinatun naja, zubad, al-ajurumiyah, alfiyah Ibnu Malik dan lain-lain.


Meski demikian, Pondok Pesantren Babul Khairat juga, tidak menutup diri terhadap kehadiran ilmu-ilmu kontemporer dan bahasa asing (khususnya Inggris), sebagaimana yang menjadi ciri khas pondok modern. Di Babul Khairat, bahasa Inggris diupayakan menjadi bahasa komunikasi kedua setelah bahasa Arab. begitu juga bahasa Jerman, walaupun belum maksimal, tapi sudah diajarkan. dan sejak tahun 2005, Pondok Pesantren Babul Khairat telah membuka SMP dan SMA yang langsung di bawah Depdiknas. kurikulum dan materi pelajarannya semuanya merupakan standart Diknas.


Kalau di pondok-pondok pesantren modern, biasanya pembelajaran dilakukan di kelas, seperti layaknya sekolah-sekolah umum, Babul Khairat sejak pertama berdiri (28 juni 1998), memang telah melalkukan proses belajar mengajar secara klasikal di dalam kelas. Sedangkan sistem sorogan seperti yang dilakukan pondok-pondok salaf, juga tetap dilakukan. biasanya untuk pelajaran-pelajaran idhafi (tambahan). Dan biasanya dilakukan di mushalla, perpustakaan, ataupun rumah pengasuh.


Fasilitas
Beberapa hal yang membuat kebanyakan anak tidak betah belajar di pondok, adalah kurangnya air, terbatasnya jumlah kamar mandi, tidak ada ruang perawatan khusus bagi pelajar yang sakit, tidak ada sarana komunikasi, dan paling tidak mengenakkan, adalah tidur di atas lantai dan memasak makanan sendiri.


Pondok pesantren Babul Khairat, telah mengantisipasi semua ketidak nyamanan tersebut. AlhamdulilLah, karena pondok ini terletak di kecamatan Lawang, daerah Malang utara yang mudah air, maka air tidak pernah menjadi masalah. Apalagi, disamping menggunakan air PDAM, di Pondok Babul Khairat juga ada dua sumur, yang alhamdulillah, sampai sekarang belum pernah kehabisan air. walaupun dipakai selama 24 jam nonstop.


Untuk merawat santri yang sakit, telah disediakan satu ruangan khusus dan akan dijaga dan dirawat oleh beberapa santri senior yang telah ditugaskan oleh dewan guru. Lebih dari itu, begitu ada pelajar yang sakit, maka pengurus akan membawanya ke dokter atau puskesmas ataupun memanggil seorang dokter untuk mengobatinya. Karena para pelajar Babul Khairat 80% adalah datang dari luar malang (luar Jawa), ada yang dari Sulawesi, Sumatra, Kalimantan, NTT, NTB, Jakarta dan beberapa orang dari pada Malaysia, maka pondok merasa wajib menyediakan wartel, agar murid-murid bisa menghubungi keluarganya. Tentunya tetap dengan batasan waktu yang telah ditentukan oleh para guru dan pengurus pondok.


Masalah kenyamanan istirahat pelajar, begitu sangat diperhatikan. sehingga pondok merasa wajib untuk menyediakan ranjang/katil lengkap dengan kasur/tilam dan bantalnya. begitu juga soal makan, para murid tidak disita waktu belajarnya dengan urusan masak-memasak, karena pondok telah menyediakan makan tiga kali sehari untuk semua pelajar. Tentu tetap dengan kadar gizi yang cukup.


Lokasi, Pendiri, Pengasuh dan Para Guru
Pondok Pesantren Babul Khairat terletak di JL. Ngamarto 1 no. 426 Lawang Malang, Jawa Timur Indonesia. Sekitar 80 kilo meter arah selatan kota Surabaya. Pondok ini didirikan oleh al-Murabbi al-Habib Muhsin bin Umar al-Attas, seorang ulama yang mengabdikan hampir seluruh hidupnya pada dunia pendidikan agama. (baca profil pendiri).


Setelah beliau wafat pada februari tahun 2006, maka kepemimpinan pondok ini dilanjutkan oleh putra sulung beliau al-Ustadz as-Sayyid Umar al-Attas. Seorang ustadz yang mendalami fiqh, pernah belajar di Rubath Tarim Hadhramaut asuhan al-’Allamah al-Habib Salim as-Syatiri. Sedangkan para guru yang mengajar di Pondok Pesantren Babul Khairat, adalah alumni beberapa pondok pesantren dan lembaga pendidikan agama dan bahasa Arab di Indonesia. Seperti Pondok Pesantren Mamba’us Shalihin Suci Gresik, Ma’had Darullughah Wadda’wah Bangil
Pasuruan, Pondok Pesantren Raudhatul ‘Ulum Besuk Pasuruan, Pondok Pesantren Ploso Kediri, LPBA Sunan Ampel Surabaya, Ma’had Abdurrahman bin ‘Auf Malang, LIPIA Jakarta, Darul Zahraa Tarim Hadhramaut Yaman dan Rubat al-Habib Zain bin Semeit Madinah al-Munawwarah Saudi Arabiyah.


Adapun guru-guru yang mengajar di SMP dan SMA Babul Khairat, adalah para sarjana alumni dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia. Seperti IKIP Negri Jakarta, UM Malang, Unair Surabaya, Unmuh Malang, IKIP PGRI Malang dan UNTAN Pontianak.


Profil Singkat Pendiri Pondok Pesantren Putri Babul Khairat
Syaikhut Tarbiyah al-Imamul Washil al-Habib Muhsin bin Umar al-Atthas



Ketika hendak memulai menulis biografi pendiri pondok ini, saya bingung harus memulai dari mana. Dan saya juga merasa tidak berhak untuk menulisnya. Itu tidak lain, karena orang ini, adalah orang yang teramat mulia di mata saya, dan tentunya di mata semua orang yang pernah mengenalnya, pernah bersama dengannya dan tarlebih lagi di mata orang-orang yang pernah belajar darinya.


Siapa yang kenal nama ini, dan siapa pula diantara kita yang belum pernah mengenalnya. Tapi saya yakin, bahwa Anda sekarang penasaran ingin mengenal lebih jauh lagi tentang guru kita ini.
Beliau adalah seorang ulama yang merupakan keturunan RasululLah shallallahu ‘alaihi wasallama dari Sayyidina Husein ra, dari qabilah al-Atthas, salah satu Qabilah ‘Alawiyah besar di Hadhramaut Yaman Selatan. Hadhramaut memang terkenal sebagai daerah tempat bermukimnya Ba‘Alawi, para keturunan Sayyidina Husein radhiya Allahu ta’ala ‘anhu dari Syekh Ahmad Al-Muhajir rahimahu Allahu yang berhijrah dari Irak ke Hijaz.
Dari Hadhramaut inilah asal ayah beliau, yaitu al-Habib Umar bin Abdullah bin Muhammad bin Abdullah bin Aqil al-Atthas, yang kemudian hijrah ke Aceh.


Al-Habib Muhsin bin Umar al-Atthas, terkenal di kalangan teman-teman dan para muridnya, mempunyai akhlaq yang terpuji dan rendah hati. Begitu juga, orang mengenal beliau sebagai pribadi yang senantiasa menepati janji, dermawan, ikhlas dalam berbuat dan tidak pernah sakit hati pada orang lain. Beliau sangat senang menyambung silaturrahim dan berziarah ke sanak keluarga yang tinggal bertebaran diberbagai kota dan Negara. Bahkan menjelang akhir hayat beliau, ketika beliau sudah sakit-sakitan dan harus cuci ginjal tiga kali sehari, beliau masih menyempatkan diri pergi ke Hadhramaut untuk mengenalkan anak-anak beliau dengan kerabat yang ada disana.


Beliau rahimahu Allahu ta’ala, sangat mencintai anak yatim. Dan selalu berusaha mencari dana, guna keperluan hidup, pendidikan dan masa depan anak-anak yatim. Dan mungkin yang paling berkesan di mata murid-murid beliau, dan teman sesama guru, baik di ma’had Darul Hadits, madrasah al-Atthas dan tentunya juga ma’had Babul Khairat, adalah semangat beliau yang senantiasa membara dalam segala situasi dan kondisi, untuk bisa terus mengajar murid-muridnya. Beliau akan marah sekali, kalau mendapati seorang muridnya bermalas-malasan dan tidak mengulang kaji pelajarannya.
Ketika beliau masih mengajar di ma’had Darul Hadits, hampir tiap malam, menjelang tidur, beliau memeriksa kamar dan tempat tidur murid-muridnya. Dan apabila didapatinya salah seorang diantara mereka tidak berada di atas tempat tidur, beliau pasti akan mencarinya, keliling pondok, bahkan sampai keluar pondok. Beliau akan terus mencari, sampai ketemu.


Kecintaan al-Habib Muhsin terhadap pendidikan tetap melekat pada diri beliau, sampai hari-hari terakhir menjelang beliau meninggal. Beliau masih menyempatkan diri mengajar, walaupun harus sambil berbaring. Beliau tidak menghiraukan rasa sakit beliau, asalkan bisa tetap mengajar murid-murid yang sangat beliau cintai.


Di desa Pedawa, Idi Aceh, pada hari Ahad, 6 Oktober 1935 M / 8 Rajab 1354 H, lahirlah seorang bayi mulia yang kemudian diberi nama Muhsin. Muhsin kecil, tumbuh dan menghabiskan masa kanak-kanaknya dalam keadaan yatim. Karena ayahnya, al-Habib Umar al-Atthas, meninggal dunia ketika beliau masih kecil. Hal itu, membuat beliau harus bekerja, di usia yang masih belia. Walaupun begitu, beliau tidak lantas meninggalkan majlis ilmu dan bangku sekolah. Di pagi hari beliau pergi ke madrasah, dan di sore hari, beliau bekerja apa saja untuk menafkahi ibunya dan dirinya sendiri.
Itu dijalaninya, sampai beliau bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, IAIN ar-Raniri Banda Aceh. Tapi baru menginjak semester dua, beliau berhenti kuliah sementara (cuti) untuk pergi ke Pekalongan, mencari dan menziarahi kerabat beliau disana, seperti wasiat ayah beliau sebelum meninggal dunia.
Sesuai dengan keinginannya, di Pekalongan al-Habib Muhsin berhasil berjumpa dan bersilaturrahim dengan semua famili yang ada di kota ini. Tapi rupanya Allah ta’ala punya rencana lain, di Pekalongan, beliau jatuh sakit, dan secara tidak sengaja, disana jugalah beliau bertemu dengan al-Habib Abdul Qadir Bilfaqih, pendiri Ma’had Darul Hadits Malang. Dalam keadaan sakit, beliau diijazahi al-Habib Abdul Qadir, shalawat thibb. Dan al-Habib Abdul Qadir, meminta beliau kalau nanti sembuh, agar datang ke Malang.
Memang betul, setelah beliau membaca shalawat thibb yang diijazahi al-Habib Abdul Qadir, dalam waktu yang tidak lama, beliau pun sembuh. Sebagai rasa terima kasih dan untuik menepati janjinya pada al-Habib Abdul Qadir, maka beliau pergi ke Malang. Sesampainya di Malang, al-Habib Abdul Qadir meminta beliau untuk mengajar di ma’had Darul Hadits.


Al-Habib Muhsin tinggal di Malang dan mengajar di Darul Hadits selama enam tahun. Kemudian pulang ke Aceh, untuk melanjutkan kuliah di IAIN ar-Raniri. Setelah empat tahun, beliau berhasil menyelesaikan kuliah. Setelah meraih gelar Drs, beliau mendapatkan tawaran untuk berkarier di lingkungan Depag Aceh sebagai guru. Tapi di waktu yang bersamaan, beliau juga mendapat surat dari al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir bilfaqih di Malang, dan meminta beliau untuk kembali lagi ke Darul Hadits.
Setelah beliau shalat istikharah, beliaupun memilih untuk kembali lagi ke Malang, dan mengajar lagi di ma’had Darul Hadits. Di Darul Hadits, beliau dikenal sebagai guru yang yang sangat disiplin dan sangat perhatian pada murid-muridnya.


Setelah selama 20 tahun al-Habib Muhsin mengabdikan dirinya di ma’had Darul Hadits, beliaupun berkeinginan untuk mempunyai pondok sendiri. Maka beliau membeli sebidang tanah di dusun Ngamarto Lawang. Di atas tanah ini, sebagai langkah pertama, beliau membangun rumah untuk tempat tinggal dan mushalla kecil untuk shalat jama’ah dan mengaji al-Quran anak-anak kecil.
Ketika beliau mula-mula tinggal di Ngamarto dan baru merencanakan untuk membangun pondok, banyak rintangan yang harus beliau hadapi. Seperti persoalan tanah yang harus diselesaikan di pengadilan, penolakan dari sebagian warga jahil dan jahat, yang tidak ingin ada orang alim yang mengajarkan kebaikan di wilayah mereka. Beberapa kali mereka berusaha merusak rumah beliau dan berusaha mencelakakan diri beliau dan keluarga. Tapi beliau tidak pernah menghadapi semua itu dengan kekerasan. Beliau selalu tersenyum dan tetap menyapa mereka setiap kali bertemu dengan mereka. Bahkan ketika ada diantara mereka yang meninggal dunia, beliau berta’ziah dan ikut menshalatinya.


Al-Habib Ali bin Muhammad al-Atthas, nazir madrasah al-Atthas Johor Baharu masa itu, ketika mendengar kemahiran dan kegigihan al-Habib Muhsin dalam mengajar, beliaupun diminta oleh al-Habib Ali untuk datang ke Malaysia dan meminta beliau untuk mengajar di madrasah al-Atthas. Karena panggilan jiwa dan kecintaan beliau terhadap dunia pendidikan, beliaupun menyanggupi permintaan itu. Setelah bermusyawarah dengan istri dan anak-anak beliau, beliau segera berangkat pergi ke Malaysia, dengan niat untuk berkhidmat pada pendidikan dan lebih mengamalkan ilmu yang ada pada beliau..
Sebagaimana di Darul Hadits, di Madrasah Al-Athas beliau juga sangat dihormati dan dicintai oleh murid-murid beliau. Bahkan dalam waktu yang tidak lama, masyarakat Johor telah banyak yang mengenal dan mencintai beliau. Dengan berbekal do’a-do’a ma’tsur yang di ijazahkan oleh para datuk dan guru-guru beliau, beliau menekuni ruqyah syar’iyah untuk mengobati berbagai penyakit. Baik penyakit jiwa maupun badan. Beliau selalu ikhlas ketika berdo’a untuk orang lain. Hampir seluruh semenanjung Malaysia telah beliau datangi untuk hanya berziarah dan mendo’akan orang lain. Wajah beliau yang teduh dan senyum beliau yang selalu tersungging, telah menumbuhkan kecintaan yang mendalam pada diri orang yang perama kali berjumpa dengan beliau, -ada seorang warga Negara Malaysia keturunan Jerman bernama Zhafir Lembang, ia berkata: belum pernah saya berjumpa dengan seorang yang bisa membuat saya jatuh cinta pada perjumpaan pertama, kecuali perjumpaan saya dengan Habib Muhsin.


Kesejukan nasehat dan keberkahan do’a Al Habib Muhsin dikenal luas di Malaysia, sampai – sampai banyak pasangan suami – istri yang hendak bercerai, setelah dinasehati dan dido’akan oleh Al-habib Muhsin, mereka membatalkan rencana mereka, dan kembali melanjutkan rumah tangga dengan mawaddah sakinah warahmah.


Setelah enam belas tahun beliau tinggal di Malaysia, mengajar, berdakwah dan berziarah, beliaupun kembali ke Lawang, untuk melanjutkan Pembangunan Pondok yang telah lama beliau idamkan. Sudah menjadi kebiasaan beliau bila hendak melakukan suatu rencana dan pekerjaan, beliau selalu istikharah kepada Allah subhanallahu wata’ala, dan meminta saran serta nasehat dari pada para ulama dan Habaib. Adalah Al Habib Muhammad bin Husein Ba’abud Pendiri dan Pengasuh Ma’had Darun Nasyi’in Lawang, yang menyarankan beliau untuk mendirikan pondok pesantren putri, dengan dasar pemikiran, bahwasannya ma’had untuk putra telah banyak, sedangkan ma’had untuk putri. masih sedikit.


Dengan bertahap, lokal demi lokal, ruangan demi ruangan dengan bantuan para aghniyaa dan muhsinin di Malaysia akhirnya pembangunan Pondok Pesantren tersebut selesai dikerjakan. Dan pada hari ahad tgl 28 Juni 1998 / 4 Rabi’ul Awal 1419 H, Pondok yang kemudian dinamakan Ma’had Babul Khairat Litarbiyatil Banat ini, diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur waktu itu, Basofi Sudirman. Sesuai dengan harapan beliau sejak lama, bahwa didirikannya Pondok pesantren Putri Babul Khairat, ialah untuk mendidik dan mengkader para putri-putri islam menjadi srikandi-srikandi muslimah yang memiliki pengetahuan luas dibidang agama, mempunyai sifat keibuan, guna mendidik tunas-tunas bangsa sebagai generasi penerus yang berguna bagi agama dan negara ( baca Profil Pondok ).


Setelah usaha pertama, yaitu mendirikan Pondok Putri selesai, ( Baca sejarah pembangunan ) beliaupun berkeinginan mendirikan Pondok Pesantren Putra, dan telah membeli sebidang tanah seluas 2.400 m2 di desa Kertosari Purwosari Pasuruan. Namun belum lagi beliau melangkah lebih jauh dalam perencanaan pondok ini, ketika beliau jatuh sakit, dan sempat keluar masuk rumah sakit (hospital), baik di Indonesia maupun di Malaysia, hingga akhirnya beliau dinyatakan gagal ginjal.
Walaupun begitu, beliau masih tetap semangat untuk mewujudkan tujuan mulia tersebut. Dalam kondisi sakit sebenarnya mengharuskan beliau istirahat, beliau tetap pulang pergi Indonesia-Malaysia, untuk mencaru bantuan dana, guna pembangunan pondok ini.


Niat tulus, keikhlasan dan azam beliau yang besar, untuk mendirikan pondok pesantren putra Babul Khairat, telah Allah ta’ala catat sebagai amalan yang sempurna disisi-Nya. Beliau tidak bisa mewujudkan cita-cita mulia tersebut, karena Allah tabaraka wata’ala harus memanggil beliau keharibaan-Nya. Pada tanggal 25 Februari 2006 M / 26 Muharram 1427 H, beliau rahimahu Allahu ta’ala menghembuskan nafas yang terakhir di rumah sakit Tun Aminah Johor Baharu Malaysia, setelah sebelumnya beliau sempat dirawat di rumah sakit tersebut selama sebelas hari.
Tinggallah sekarang, anak-anak beliau, para murid beliau dan semua orang yang cinta pada beliau untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan beliau. Segala puji bagi Allah Tuhan yang maha pengampun lagi maha penyayang, shalawat dan salam tetap tercurah pada sayyidina Muhammad, para keluarga, sahabat dan segenap orang yang masih setia meniti jalannya yang lurus.

0 komentar:

Best viewed on firefox 5+

Blogger templates

Blogger news

Blogroll

Copyright © Design by Dadang Herdiana