Kutipan:
JIL: Gus, ada yang berpendapat dengan adanya RUU APP dan sejumlah perda-perda syariat, Indonesia akan ‘diarabkan’. Apa Gus Dur setuju dengan pendapat itu?
Iya betul, saya setuju dengan pendapat itu. Ada apa sih sekarang ini? Ngapain kita ngelakuin gituan. Saya juga bingung; mereka menyamakan Islam dengan Arab. Padahal menurut saya, Islam itu beda dengan Arab. Tidak setiap yang Arab itu mesti Islam. Contohnya tidak usah jauh-jauh. Semua orang tahu bahwa pesantren itu lembaga Islam, tapi kata pesantren itu sendiri bukan dari Arab kan? Ia berasal dari bahasa Pali, bahasa Tripitaka, dari kitab agama Buddha.
JIL: Kalau syariat Islam diterapkan di Indonesia secara penuh, bagaimana kira-kira nasib masyarakat non-muslim?
Ya itulah’ Kita tidak bisa menerapkan syariat Islam di Indonesia kalau bertentangan dengan UUD 45. Dan pihak yang berhak menetapkan aturan ini adalah Mahkamah Agung. Hal ini menjadi prinsip yang harus kita jaga bersama-sama. Tujuannya agar negeri kita aman. Jangan sampai kita ini, dalam istilah bahasa Jawa, usrek (Red: ribut) terus. Kalau kita usrek, gimana mau membangun bangsa? Ribut mulu sih... Dan persoalannya itu-itu saja. Komentar:
Aturan Moral pun ditolak
Pertanyaan maupun jawaban sama-sama hanya untuk menolak gejala adanya upaya menerapkan syari’at Islam. Tetapi tampaknya pertanyaan maupun jawaban, sama-sama kurang canggih. Sehingga ditutup dengan kata: ‘Dan persoalannya itu-itu saja.’ Ini sebenarnya, sikap JIL maupun Gus Dur ya memang seperti dia katakan itu pula: ‘Dan persoalannya itu-itu saja.’ Yaitu menolak upaya diterapkannya syari’at Islam (kebalikan dari pihak yang menginginkan diterapkannya syari’at Islam). Dengan aneka ungkapan pun ujung-ujungnya juga penolakan itu. Hingga yang menyangkut moral biasa pun, sampai Gus Dur dkk tolak, lantaran dianggap ada kaitannya dengan Islam. |
0 komentar: