Ketuhanan Dalam Islam
Filsafat Ketuhanan dalam IslamKata Pengantar
Bismillaah, Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah Subhana wa Ta’ala, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah kami dapat diselesaikan tepat waktu dan dengan hasil yang insyaAllah semaksimal mungkin. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad Sholallohu ‘alaihi wa salam yang telah membawa ajaran kebenaran yang menerangi hati kita dengan Nur Ilahi.
Terima kasih kami sampaikan kepada dosen Pendidikan Agama Islam kami yang telah membimbing kami agar selalu berada pada jalan yang lurus. Terima kasih kami sampaikan pula pada orang tua kami yang selalu memberi dukungan dan do’a demi kelancaran studi kami. Tidak lupa kami juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah bersusah payah bekerja sama dalam pembuatan makalah ini, sehingga kami dapat menyelesaikannya dengan maksimal.
Kami menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini termasuk makalah kami, untuk itu kami membutuhkan segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari segala pihak untuk kebaikan bersama. Terima kasih.
Penyusun
Ramadhan 1429 H/September 2008
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Islam sebagai agama yang sempurna dan diakui kebenarannya dari segi ilmiah. Untuk itu kita harus bangga beragama islam. Dalam QS Ali ‘Imran ayat 19 difirmankan bahwa hanya islam yang diridhoi disisi Allah. Segala aspek kehidupan tidak ada yang luput dari islam. Dari kita bangun sampai kita bangun kembali esok pagi. Hal ini menunjukkan betapa sempurnya agama kita, Islam.
Kita sebagai umat islam tidak boleh sembarangan mempelajari ilmunya dan juga tidak boleh setengah-setengah dalam memahami ajaran terindah ini. Islam harus dipelajari secara keseluruhan agar tidak terjadi kesalahpahaman yang membuat kita semakin menjauh dari Islam.
Akidah adalah pondasi dalam membangun pehaman kita tentang islam. Untuk itu kami menuis tentang ketuhanan dalam islam. Hal ini berkaitan langsung dengan masalah akidah. Dalam mempelajari akidah kita semua wajib berhati-hati karena bila salah sedikit kita dapat terjerumus ke jurang kekafiran.
1.2. Tujuan
Kami memiliki beberapa tujuan dalam penulisan karya tulis ini, yaitu:
- Untuk berdakwah di jalan Allah.
- Untuk menunjukkan kecintaan kami pada Allah, Rasul, dan saudara sesama muslim
- 3. Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
1.3. Rumusan Masalah
Kami memiliki babarapa rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:
- Siapakah Tuhan itu?
- Bagaimanakah sejarah pemikiran tentang Tuhan?
- Bagaimana Tuhan menurut agama?
- Bagaimana pembuktian wujud Tuhan dalam perspektif fisika, astronomi, dan wahyu?
BAB II
PEMBAHASAN
Filsafat Ketuhanan
- Islam sebagai agama yang sempurna dan diakui kebenarannya dari segi ilmiah
- QS Ali ‘Imran ayat 19 difirmankan bahwa hanya islam yang diridhoi disisi Allah
- Dari kita bangun sampai kita bangun kembali esok pagi semua diatur dalam islam. Hal ini menunjukkan betapa sempurnya agama kita ini.
- Akidah atau Ketuhanan merupakan pondasi pemikiran seseorang dalam memahami islam
2.1. Siapakah Tuhan Itu?
Tuhan dalam dalam islam adalah Allah yang dalam Al-Quran ada 3 bahasa yang selain kata Allah, yaitu Rabb, Ilah, Malik. Ilah memiliki arti : Yang diAgungkan, Yang diPentingkan, dan Yang patut disembah.
2.2. Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan
Dalam perjalanan sejarah manusia, muncul berbagai macam kepercayaan terhadap Tuhan. Ada kepercayaan yang disebut ‘dinamisme’ yang berarti kepercayaan kepada kekuatan gaib yang misterius. Dalam paham ini ada benda-benda tertentu yang mempunyai kekuatan gaib dan berpengaruh pada kehidupan manusia sehari-hari. Kekuatan gaib itu ada yang bersifat baik dan ada yang bersifat jahat. Benda yang mempunyai kekuatan gaib baik tentu akan disenangi, dipakai dan dimakan agar orang yang memakai atau memakannya senantiasa dipelihara dan dilindungi oleh kekuatan gaib yang terdapat di dalamnya. Sebaliknya, benda yang mempunyai kekuatan gaib jahat tentunya akan ditakuti dan dijauhi.
Ada pula kepercayaan yang disebut dengan ‘animisme’ yang berarti kepercayaan bahwa tiap-tiap benda, baik yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa mempunyai ruh. Tujuan mempercayai ruh ini adalah untuk mengadakan hubungan baik dengan ruh-ruh yang ditakuti dan dihormati itu dengan senantiasa berusaha menyenangkan hati mereka dan menjauhi perbuatan yang dapat membuat mereka marah.
Ada lagi kepercayaan yang disebut dengan ‘politeisme’, yakni kepercayaan kepada dewa-dewa. Dalam kepercayaan ini hal-hal yang menimbulkan perasaan takjub dan dahsyat bukan lagi dikuasai oleh ruh-ruh, tetapi oleh dewa-dewa. Kalau ruh dalam animisme tidak diketahui tugas-tugasnya yang sebenarnya, dewa-dewa dalam politeisme telah mempunyai tugas-tugas tertentu.Ada dewa yang bertugas memberikan cahaya dan panas ke permukaan bumi. Dewa ini dalam agama mesir kuno disebut Ra, dalam agama India Kuno disebut Surya, dan dalam agama Persia Kuno disebut Mithra. Ada pula dewa yang tugasnya menurunkan hujan, yang diberi nama Indera dalam agama Mesir Kuno, dan Donnar dalam agama Jerman Kuno. Selanjutnya ada pula dewa angin yang disebut Wata dalam agama India Kuno, dan Wotan dalam agama Jerman Kuno.
Dalam paham politeisme, tiga dari dewa-dewa yang banyak meningkat ke atas dan mendapat perhatian dan pujaan yang lebih besar dari yang lain. Dewa yang tiga itu mengambil bentuk Brahma, Wisnu, dan Syiwa. Dewa yang tiga ini dalam agama Veda disebut Indra, Vitra dan Varuna; dalam agama Mesir Kuno dikenal dengan Osiris dengan istrinya Isis dan anaknya Herus; dan dalam agama Arab Jahiliyah dikenal dengan al-Lata, al-Uzza, dan Manata. Selain itu, dalam paham politeisme, ada satu dari dewa-dewa itu yang meningkat di atas segala dewa yang lain, seperti Zeus dalam agama Yunani Kuno, Yupiter dalam agama Rumawi, dan Amor dalam agama Mesir Kuno. Paham ini belum menunjukkan adanya pengakuan terhadap satuTuhan, tetapi baru pada pengakuan dewa terbesar di antara dewa yang banyak. Paham ini belum meningkat menjadi paham monoteisme, tetapi masih berada pada paham politeisme.Begitu juga kalau dewa yang terbesar itu saja yang dihormati dan dipuja, sedang dewa-dewa lain ditinggalkan, maka paham demikian telah keluar dari politeisme dan meningkat kepada henoteisme. Henoteisme mengakui satu Tuhan untuk satu bangsa, dan bangsa-bangsa lain mempunyai Tuhannya sendiri-sendiri. Henoteisme mengandung paham Tuhan nasional.
Dalam masyarakat yang sudah maju, kepercayaan yang dianut bukan lagi dinamisme, animisme, politeisme, atau henoteisme, tetapi kepercayaan monoteisme, baik monoteisme praktis, monoteisme spekulatif, monoteisme teoritis, maupun monoteisme murni. Monoteisme praktis adalah kepercayaan yang tidak mengingkari dewa-dewa lain, tetapi hanya satu Tuhan saja yang diarah dan dipuja. Monoteisme spekulatif adalah kepercayaan yang terbentuk karena bermacam gambaran dewa-dewa lebur menjadi satu gambaran yang akhirnya dianggap sebagai satu-satunya dewa. Monoteisme teoritis ialah paham yang mempercayai bahwa Tuhan itu Esa dalam teori, tetapi dalam praktek dipercayai lebih dari satu Tuhan. Terakhir monoteisme murni adalah paham yang menyatakan bahwa Tuhan itu Esa dalam jumlahnya dan sifat, dalam teori dan praktek, dan dalam pemikiran dan penghayatan.
Selain kepercayaan pada monoteisme, pada masyarakat maju juga ada kepercayaan yang tidak mengakui adanya Tuhan, seperti para evolusionis yang mengatakan bahwa kehidupan berawal dari sebuah sel yang terbentuk secara kebetulan dari kondisi bumi yang primitif.
Kepercayaan ini mendapatkan perlawanan dari kalangan ilmuwan. Mereka mengatakan bahwa terlalu berlebihan untuk menduga bahwa organisasi alam yang begitu halus dan harmonis adalah hasil kebetulan belaka seperti yang diungkapkan oleh Robert Boyle yang mengatakan bahwa sistem besar dunia yang teratur, struktur tubuh binatang dan panca-inderanya yang demikian menakjubkan dan lainnya yang ada di muka bumi ini, tidak mungkin ada kalau tidak ada yang menciptakannya. Oleh karena itu, para filosof mengakui dan mempercayai bahwa Tuhan sebagai pengarang atau pencipta struktur-struktur yang mengagumkan ini.
Demikian pula, percobaan laboratorium dan perhitungan probabilistik secara gambling menjelaskan bahwa asam amino yang merupakan sumber kehidupan tidak dapat dibuat secara kebetulan. Sel yang dikira timbul secara kebetulan dalam kondisi yang primitif dan tak terkontrol menurut para evolusionis, masih tidak bisa disintesiskan, sekalipun di laboratorium dengan teknologi tercanggih abad ke-20.
Dengan demikian, kepercayaan kaum evolusionis merupakan kepercayaan yang palsu dan tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak mempercayai adanya Tuhan.
2.3. Tuhan Menurut Agama-agama
Pengertian Tuhan dalam Perspektif Islam
Untuk mengetahui pengertian Tuhan dalam Islam, maka perlu dikaji rujukan dari al-Qur’an tentang kata-kata yang memiliki makna Tuhan. Dalam al-Qur’an, perkataan Tuhan dikenal dengan istilah
- Rabb
- Malik
- Illah
- 1. Rabb
Masing-masing istilah tersebut mempunyai tekanan arti sendiri-sendiri. Sebutan yang pertama, yaitu Rabb, sering dihubungkan dengan kata kerja seperti yang terdapat dalam Al-Alaq ayat 1-5 yang artinya:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”
Selain itu, kata Rabb juga ditemukan dalam surat Al-A’la ayat 1-5 yang artinya:
“Sucikanlah nama Tuhanmu yang Paling Tinggi, yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan-Nya) dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberikan petunjuk dan yang menumbuhkan rumput-rumputan, lalu dijadikan-Nya rumput itu kehitam-hitaman.”
Dalam Al-Alaq 1-5 dan Al-A’la 1-5 terdapat kata-kata kerja, seperti menciptakan, menentukan, member petunjuk, menumbuhkan, dan menjadikan. Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan itu benar-benar ada, dan tidak hanya berada di alam pikiran saja. Makna kata Rabb dapat pula digunakan untuk menyebut selain Allah SWT, seperti dalam At-Taubah ayat 31 yang artinya:
“Mereka menjadikan orang-orang alim mereka dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah”
- 2. Malik
Kata lain yang umum digunakan dalam Islam adalah Malik. Malik dipakai untuk menunjuk pada Tuhan yang berkuasa, mempunyai, memiliki atau merajai sesuatu. Al-Qur’an surat al-Fatihah (1) ayat 4 menyebutkan maalikiyaumi al-din artinya yang menguasai hari pembalasan dan di dalam surat al-Nas (114) ayat 2 menyebutkan: malik al-nas artinya Raja manusia.
Secara kronologis, Malik menduduki jabatan kedua setelah Rabb, artinya apabila Rabb itu menunjuk pada yang berbuat aktif, maka Malik menunjuk pada yang menguasai semua apa yang telah diperbuat-Nya tadi. Karena kedua kata itu ditujukan kepada Allah SWT, maka berarti bahwa Allah SWT itu pencipta alam dan Dia pula yang menguasainya.
- 3. Ilaah
Kata lain sebagai penggambaran Tuhan yaitu Illah. Illah mempunyai arti sebagai yang disembah dengan sebenarnya atau tidak sebenarnya. Apa saja yang disembah manusia, dia itu Ilaah namanya. Apabila manusia menyembah hawa nafsunya dalam arti selalu mengikuti jejaknya, maka hawa nafsu itulah Ilahnya atau Tuhannya yang disembah. Al-Qur’an surat al-Furqon (25) ayat 44 menyebutkan artinya:
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya”.
Meskipun segala sesuatu dapat disebut sebagai Ilaah,namun Ilaah yang sebenarnya ialah Ilaah yang mempunyai jabatan Robbun dan Malikun. Dengan kata lain, walaupun segala sesuatu dapat dipertuhan dan disembah manusia, namun Tuhan yang sebenarnya yang berhak disembah manusia ialah Tuhan pencipta dan penguasa alam semesta yaitu Allah SWT.
Dalam agama Islam, yang disebut Tuhan itu adalah Dzat yang memiliki sifat:
- Sifat nafsiyah
Yaitu sifat yang dengan sifat itu kita dapat membuktikan zat Allah Ta’ala. Yang dimaksud sifat nafsiyah adalah sifat wujud.
- Sifat Salbiyah
Sifat salbiyah artinya yang menafikan. Sifat ini tidak menerima sifat-sifat yang tidak mungkin dan tidak layak bagi Tuhan.Yang termasuk sifat salbiyah adalah sifat qidam, baqa, mukhalafatu lil hawaditsi, qiyamuhu binafsihi dan wahdaniyah.
- Sifat Ma’ani
Sifat ma’ani adalah sifat yang memastikan bahwa yang disifati itu bersifat dengan sifat tersebut. Yang termasuk sifat ma’ani adalah sifat qudrat, iradat, ilmu, hayat, sama, bashar dan kalam.
- Sifat Ma’nawiyah
Sifat ma’nawiyah adalah sifat-sifat yang lazim atau memastikan sifat-sifat ma’ani. Setiap ada sifat ma’nawiyah pasti ada sifat ma’ani. Sifat ma’nawiyahada tujuh yaitu: kaunuh qadiran, kaunuhu muridan, kaunuhu aliman, kaunuhu hayyan, kaunuhu samian, kaunuhu bashiran, dan kaunuhu mutakalliman.
Dari empat kelompok sifat wajib Allah yang berjumlah dua puluh itu, tidak semuanya akan dipakai sebagai detektor, hanya sifat salbiyah yang jumlahnya lima untuk dijadikan detektor. Sebelum kita mengaplikasikan sifat salbiyah pada suatu zat yang dianggap Tuhan, maka kita harus tahu bahwa Tuhan itu ‘wujud’, artinya ‘ada’, meskipun adanya tidak dapat dilihat dengan mata kepala karena memang Dia tidak dapat dilihat dengan mata kepala di dunia. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-An’am (6) ayat 103 yang artinya, “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui”. Selain dengan menggunakan detector seperti di atas, keberadaan Allah dapat pula kita ketahui dengan menggunakan “mata hati”.
2.4. Pembuktian Wujud Tuhan
2.4.a Melalui Pendekatan Fisika
Salah satu ilmuwan besar Islam bernama Al-Kindi meneliti keberadaan Allah menurut hukum fisika. Al-Kindi dalam menguraikan pcrsoalan-persoalan fisika, merujuk kepada dua filosof besar, yaitu Aristoteles dan Plato. Dalam beberapa risalahnya tentang fisika, terlihat jelas corak Aristoteles dan Platonisme mewarnai cara berpikirnya. AI-Kindi mengikuti cara berpikir kedua filosof tersebut dengan jalan memilih dan menggabungkannya. Mengenai alam. AI-Kindi berpendapat bahwa alam ini mempunyai 'illat ula (the First Cause), yaitu Tuhan. Tuhan, menurut AI-Kindi, menjadikan alam dari tiada menjadi ada (creatio ex nihiio). Tuhan tidak hanya menjadikan alam, tetapi jugn mengendalikan dan mengaturnya, serta menjadikan sebagiannya menjadi sebab bagi sebagian yang lain. Dengan demikian alam yang awalnya tidak ada menjadi ada, tidak dapat dikatakan qadim menurut Al-Kindi.
AI-Kindi juga menyebutkan bahwa di dalam alarn ini terdapat bermacam-macam gerak, antara lain gerak kejadian. Adapun sebab (Ulat) gerak, yaitu apabila terhimpun empat sebab sebagaimana disebutkan oleh Aristoteles, yaitu; 1) sebab unsur (iliat unshuriyyah; material cause), 2) sebab bentuk (itlat shuriyyah; form cause). 3) sebab pencipta (iliat fa'ilah; moving cause), baik yang bersifat dekat maupun jauh, 4) sebab tujuan (iliat ghayah; final cause).
Tentang terciptanya alam, AI-Kindi berbeda pandangan dengan Aristoteles. Jika Aristoteles tidak mernbenarkan bahwa alam itu tercipta dari tidak ada sama sekali menjadi ada, karena hal ini mengharuskan adanya sesuatu sebagai tempat berlangsungnya gerak, maka AI-Kindi mengatakan bahwa penciptaan (ibda', kejadian dari tidak ada sama sekali) bagi benda bersamaan dengan geraknya.
Jika waktu tercakup dalam jagad raya dan tunduk pada hukum fisika kuantum (quantum physics), ia harus dimasukkan dalam jagad raya yang Tuhan diduga telah menciptakannya. Tetapi apakah artinya mengatakan bahwa Tuhan menciptakan waktu, dalam kaitan dengan pemahaman suatu sebab harus mendahului efeknya? Kausasi adalah aktivitas temporal. Waktu harus telah eksis sebelum sesuatu dapat disebabkan. Gambaran naif tentang Tuhan yang eksis 'sebelum' jagad raya jelas absurd jika waktu tidak eksis--jika tidak ada 'sebelum'.
Alam semesta yang kompleks tetapi teratur secara mengagumkan ini pasti memiliki suatu sistem pengatur yang lebih canggih dari hukum alam semesta itu sendiri. Akan tetapi, sistem pengatur tersebut bukan suatu pribadi yang dikenal dengan sebutan "Tuhan" (atau God/ dalam definisi Yudeo-Kristiani), sebab Tuhan tidak dapat menjadi yang paling perkasa jika Dia sendiri tunduk kepada hukum fisika kuantum mengenai waktu. Jika Tuhan tidak menciptakan waktu karena waktu melahirkan dirinya sendiri, tentunya Dia juga tidak pernah menjadi pencipta alam semesta. Kedua masalah tersebut saling bergantungan.
Keimanan Islam kepada Tuhan sebagaimana ditegaskan Nabi SAW: "Dia (Allah SWT) satu; Dia nyata sekaligus gaib, pertama sekaligus terakhir, tak ada bandingan dan tak ada yang menyamai." Dan Al-Quran menegaskan, "Tuhan kami adalah Tuhan yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk." (QS.20:50)
2.4.a Melalui Pendekatan Astronomi
Beberapa gejala astronomi yang mampu membuktikan keberadaan Tuhan, antara lain:
- 1. Mengapa begitu banyak ruang kosong?
Seorang ilmuwan bernama Greenstein berangggapan, ruang yang luar biasa besarnya di angkasa memungkinkan unsur-unsur fisik tertentu untuk diatur sedemikian tepat agar cocok untuk kehidupan manusia. Dia juga menekankan pentingnya ruang yang begitu besar ini bagi keberadaan bumi sambil memperkecil kemungkinan tabrakan dengan bintang lain.
Dengan kata lain, penyebaran benda-benda langit di alam semesta adalah pengaturan yang tepat bagi manusia untuk dapat hidup di planet ini. Ruang yang begitu besar ini adalah hasil dari rancangan yang disengaja dengan maksud tertentu dan bukan hasil peristiwa yang kebetulan semata.
- 2. Entropi dan Keteraturan
Untuk mengetahui konsep keteraturan di alam semesta, mula-mula kita perlu membahas Hukum Kedua Termodinamika, salah satu hukum fisika dasar.
Hukum ini menyatakan, jika dibiarkan, sistem yang teratur akan menjadi tidak stabil dan berkurang keteraturannya sejalan dengan waktu. Hukum ini disebut Hukum Entropi. Dalam ilmu fisika, entropi adalah derajat ketidakteraturan dalam sistem.
Ada dua kesimpulan dari pengamatan ini:
1. Dibiarkan begitu saja, alam semesta tidak akan bertahan untuk selamanya. Hukum kedua menyatakan bahwa tanpa campur tangan dari luar dalam bentuk apapun, entropi pada akhirnya menuju maksimal di seluruh penjuru alam semesta, menjadikannya dalam keadaan benar-benar homogen.
2. Klaim bahwa keteraturan yang kita amati bukan hasil campur tangan dari luar juga tidak benar. Segera setelah dentuman besar, alam semesta benar-benar dalam keadaan sama sekali tak beraturan seperti terjadi jika entropi telah mencapai derajat paling tinggi. Namun hal tersebut berubah seperti yang terlihat dengan mudah di sekitar kita. Perubahan ini berlangsung dengan melanggar salah satu hukum alam paling dasar Hukum Entropi. Jelas, tidak mungkin menerangkan perubahan ini kecuali dengan mengakui adanya penciptaan supranatural.
- 3. Tata Surya
Pada struktur tata surya, kita menemukan keseimbangan antara gaya sentrifugal planet yang dilawan oleh gaya gravitasi dari benda primer planet tersebut. (Dalam astronomi, benda primer adalah benda yang dikitari oleh benda lainnya. Benda primer bumi adalah matahari, benda primer bulan adalah bumi). Tanpa keseimbangan ini, segala sesuatu yang ada di tata surya akan terlontar jauh ke luar angkasa. Keseimbangan di antara kedua gaya ini menghasilkan jalur (orbit) tempat planet dan benda angkasa lain mengitari benda primernya.
Jika sebuah benda langit bergerak terlalu lambat, dia akan tertarik kepada benda primernya. Jika bergerak terlalu cepat, benda primernya tidak mampu menahannya, dan akan terlepas jauh ke angkasa. Sebaliknya, setiap benda langit bergerak pada kecepatan yang begitu tepat untuk terus dapat berputar pada orbitnya. Lebih jauh, keseimbangan ini tentu berbeda untuk setiap benda angkasa, sebab jarak antara planet dan matahari berbeda-beda. Demikian juga massa benda-benda langit tersebut. Jadi, planet-planet harus memiliki kecepatan yang berbeda untuk tidak menabrak matahari atau terlempar menjauh ke angkasa.
Kepler dan Galileo, dua ahli astronomi yang termasuk orang-orang pertama yang menemukan keseimbangan paling sempurna, mengakuinya sebagai rancangan yang disengaja dan tanda campur tangan Ilahiah di seluruh alam semesta. Isaac Newton, yang diakui sebagai salah satu pemikir ilmiah terbesar sepanjang masa, pernah menulis:
Sistem paling indah yang terdiri dari matahari, planet, dan komet ini dapat muncul dari tujuan dan kekuasaan Zat yang berkuasa dan cerdas... Dia mengendalikan semuanya, tidak sebagai jiwa namun sebagai penguasa dari segalanya, dan disebabkan kekuasaan-Nya, Dia biasa disebut sebagai "Tuhan Yang Mahaagung."
"Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang, dan masing-masing beredar pada garis edarnya." (QS. Yaasin, 36: 40)
4. Tempat Kedudukan Bumi
Temuan terakhir astronomi menunjukkan pentingnya keberadaan planet lain bagi bumi. Ukuran dan posisi Yupiter, sebagai contoh, ternyata begitu penting. Perhitungan astrofisika menunjukkan bahwa, sebagai planet terbesar dalam tata surya, Yupiter menjamin kestabilan orbit bumi dan planet lain. Peran Yupiter melindungi bumi dijelaskan dalam artikel "How Special Jupiter is" karya George Wetherill:
Tanpa planet besar yang dengan tepat ditempatkan di posisi Yupiter, bumi tentunya telah ditabrak ribuan kali lebih sering oleh komet dan meteor serta serpihan antarplanet. Jika saja tanpa Yupiter, kita tidak mungkin ada untuk mempelajari asal usul tata surya.
Tata surya kita berada di salah satu cabang spiral raksasa dari galaksi Bima Sakti, lebih dekat ke tepi daripada ke tengah. Keuntungan apa yang didapat dari posisi seperti ini? Dalam Nature's Destiny, Michael Denton menjelaskan:
Yang mengejutkan adalah bahwa alam semesta bukan saja luar biasa tepat bagi keberadaan manusia dan adaptasi biologis manusia, namun juga bagi pemahaman kita... Karena posisi tata surya kita di tepi galaksi, kita dapat pada malam hari memandang jauh ke galaksi nun jauh di sana dan menggali pengetahuan dari struktur keseluruhan alam semesta. Andai saja kita berada di tengah galaksi, kita tidak akan pernah menyaksikan keindahan galaksi spiral atau memiliki gagasan tentang struktur alam semesta.
Dengan kata lain, bahkan posisi bumi di galaksi merupakan bukti bahwa bumi diciptakan bagi manusia untuk hidup, demikian pula seluruh hukum fisika alam semesta.
Adalah kebenaran nyata bahwa alam semesta diciptakan dan diatur oleh Allah bagi manusia untuk hidup, seperti yang diungkapkan dalam Al-Quran:
"Dan tidak Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka." (QS. Shaad, 38: 27)
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Ali 'Imran, 3: 190-191)
Setiap galaksi di alam semesta adalah bukti struktur teratur yang ada di mana-mana. Sistem-sistem yang luar biasa ini, dengan rata-rata 300 miliar bintang di setiap sistem, menunjukkan keseimbangan dan keselarasan nyata.
Ringkasnya, untuk memahami keteraturan alam semesta diperlukan pemahaman dan pengetahuan yang dalam dan luas. Alam semesta dirancang, diatur, dan dijaga oleh Allah.
Allah mengungkapkan dalam Al Quran, bagaimana bumi dan langit dijaga dengan kuasa-Nya yang agung:
"Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun." (QS. Faathir, 35: 41)
Keteraturan ilahiah di alam semesta mengungkapkan kelemahan kepercayaan materialisme bahwa alam semesta adalah sekumpulan materi tak beraturan. Ini diungkapkan dalam ayat lain:
“Andaikan kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (QS. Al Mu'minuun, 23: 71)
Bahkan, seorang penulis sains dari Amerika, Guy Murchie, mengungkapkan:
...Sesuatu yang lain pasti berada di belakang segalanya, mengarahkan. Dan itu, bisa disebut, semacam bukti matematika atas ketuhanan.
2.4.a Pembuktian Wujud Tuhan Melalui Pendekatan Wahyu
QS.Al-An’aam: 74-78
Akhirnya Nabi Ibrahim mendapatkan petunjuk dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa Allah-lah Ilah yang patut disembah. Allah-lah yang menguasai seluruh alam semesta seisinya.
Dengan pencarian ini Nabi Ibrahim memiliki keteguhan yang kuat bahwa “Laa ilaha illa Allah”, Tidak ada Ilah yang patut disembah kecuali Allah.
0 komentar: