Recent Posts

Rabu, 28 Oktober 2009

1 komentar

Ekonomi Islam

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seiring perkembangan zaman, perekonomian di dunia global saat ini berkembang pesat dengan berbagai macam bentuk. Misalnya, jual beli dengan sistem barter (tukar menukar) yang semakin beragam penampilan, membeli satu barang mendapatkan dua barang dengan maksud menarik perhatian pembeli yang pada akhirnya menguntungkan penjual dan merugikan pembeli. Contoh-contoh seperti ini sebenarnya dalam Islam tidak dibenarkan dan tentunya telah diatur. Namun karena pengaruh budaya-budaya yang masuk ke lingkungan kita, misalnya sistem kapitalis dan sosialis, secara tidak langsung kita terpengaruh budaya mereka. Jika masalah ini dibiarkan terjadi dan berkembang dalam masyarakat Islam, maka perlahan-lahan syariat agama Islam tidak terpakai dan kemungkinan terjadi pencampuran antara syariat Islam dengan budaya kapitalis dan sosialis. hal ini sangat tidak dibenarkan dalam Islam.

 



Tujuan

Mengajak kaum muslimin untuk kembali mengetahui dan mengamalkan Ekonomi Islam

 



 






BAB II

SISTEM EKONOMI ISLAM



2.1 Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat

2.1.1 Pengertian Sistem Ekonomi Islam

Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.
Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah swt memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105:

“Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaan itu”.

Karena kerja membawa pada keampunan, sebagaimana sabada Rasulullah Muhammad saw: “Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan karena kerja tangannya, maka di waktu sore itu ia mendapat ampunan”.(HR.Thabrani dan Baihaqi)

2.1.2 Tujuan Ekonomi Islam
Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.
Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof.Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu:

  1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya.

  2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.

  3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa masalah yang menjad puncak sasaran di atas mencakup lima jaminan dasar:



  • keselamatan keyakinan agama ( al din)

  • kesalamatan jiwa (al nafs)

  • keselamatan akal (al aql)

  • keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)

  • keselamatan harta benda (al mal)


2.1.3 Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar:

  1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada manusia.

  2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.

  3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.

  4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja.

  5. Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang.

  6. Seorang muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti.

  7. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)

  8. Islam melarang riba dalam segala bentuk.


Banyak pihak beranggapan mewujudkan cita-cita kesejahteraan masyarakat sebagai manusia yang saling bersaudara dan sama-sama diciptakan oleh satu Tuhan, saat ini, hanyalah sebuah impian. Hal itu terjadi karena adanya penolakan menggunakan mekanisme filter yang disediakan oleh penilaian berbasis moral, di samping makin melemahnya perasaan sosial yang diserukan agama.

Peningkatan moral dan solidaritas sosial tidak mungkin dapat dilakukan tanpa adanya kesakralan moral yang diberikan oleh agama. Para ahli mengakui, bahwa agama-agama cenderung memperkuat rasa kewajiban sosial dalam diri pemeluknya daripada menghancurkan. Sepanjang sejarah umat manusia tidak ditemukan contoh signifikan yang menunjukkan, bahwa suatu masyarakat yang berhasil memelihara kehidupan moral tanpa bantuanagama.

Ajaran ekonomi yang dilandaskan nilai-nilai agama akan menjadikan tujuan kesejahteraan kehidupan yang meningkatkan jiwa dan ruhani manusia menuju kepada Tuhannya. Menurut Yusuf Qardhawi (1994), sesungguhnya manusia jika kebutuhan hidup pribadi dan keluarganya telah terpenuhi serta merta merasa aman terhadap diri dan rezekinya, maka mereka akan hidup dengan penuh ketenangan, beribadah dengan khusyu’ kepada Tuhannya yang telah memberi mereka makan, sehingga terbebas dari kelaparan dan memberi keamanan kepada mereka dari rasa takut. Dibutuhkan sebuah kesadaran, bahwa manusia diciptakan bukan untuk keperluan ekonomi, tetapi sebaliknya masalah ekonomi yang diciptakan untuk kepentingan manusia.

Islam, sebagai ajaran universal, sesungguhnya ingin mendirikan suatu pasar yang manusiawi, di mana orang yang besar mengasihi orang kecil, orang yang kuat membimbing yang lemah, orang yang bodoh belajar dari yang pintar, dan orang-orang bebas menegur orang yang nakal dan zalim sebagaimana nilai-nilai utama yang diberikan Allah kepada umat manusia berdasarkan Al Qur’an Surah al-Anbiyaa ayat 107. Berbeda dengan pasar yang Islami, menurut Qardhawi (1994), pasar yang berada di bawah naungan peradaban materialisme mencerminkan sebuah miniatur hutan rimba, di mana orang yang kuat memangsa yang lemah, orang yang besar menginjak-injak yang kecil. Orang yang bisa bertahan dan menang hanyalah orang yang paling kuat dan kejam, bukan orang yang paling baik dan ideal. Dengan demikian sulit membayangkan bahwa kesejahteraan akan dapat diperoleh dari sistem pasar dalam peradaban materialisme.

Untuk mewujudkan kesejahteraan ekonomi yang berkeadilan harus ada suatu sistem pasar yang sehat. Pasar itu sebenarnya adalah sebuah mekanisme yang canggih, namun gampang dirusak, untuk menata kehidupan ekonomi, sehingga setiap pribadi memberikan sumbangannya bagi keseluruhan dan juga memenuhi kebutuhannnya sendiri dengan kebebasan penuh untuk melakukan pilihan pribadinya. Pasar yang sehat menggalakkan keragaman, prakarsa dan kreativitas pribadi, dan upaya-upaya yang produktif (Korten, 2002).

Pasar yang sehat sangat tergantung pada kesadaran para pesertanya, sehingga harus ada persyaratan agar masyarakat umum menjatuhkan sanksi terhadap orang yang tidak menghormati hak dan kebutuhan orang lain, serta mengekang secara sukarela dorongan pribadi mereka untuk melampaui batas. Apabila tidak ada suatu budaya etika dan aturan-aturan publik yang memadai, maka pasar gampang sekali dirusak. Pasar yang sehat, tidak berfungsi dengan paham individualisme ekstrem dan kerakusan kapitalisme yang semena-mena, dan juga tidak berfungsi lewat penindasan oleh hierarki dan yang tidak mementingkan diri sama sekali, seperti dalam komunisme. Kedua faham tersebut merupakan penyakit yang amat parah.

Kesejahteraan dalam pembangunan sosial ekonomi, tidak dapat didefinisikan hanya berdasarkan konsep materialis dan hedonis, tetapi juga memasukkan tujuan-tujuan kemanusiaan dan keruhanian. Tujuan-tujuan tersebut tidak hanya mencakup masalah kesejahteraan ekonomi, melainkan juga mencakup permasalahan persaudaraan manusia dan keadilan sosial-ekonomi, kesucian kehidupan, kehormatan individu, kehormatan harta, kedamaian jiwa dan kebahagiaan, serta keharmonisan kehidupan keluarga dan masyarakat.

Ajaran Islam, sama sekali, tidak pernah melupakan unsur materi dalam kehidupan dunia. Materi penting bagi kemakmuran, kemajuan umat manusia, realisasi kehidupan yang baik bagi setiap manuisa, dan membantu manusia melaksanakan kewajibannya kepada Tuhan.

Namun demikian, walaupun kehidupan ekonomi yang baik merupakan tujuan Islam yang dicita-citakan, bukan merupakan tujuan akhir. Kehidupan ekonomi yang baik, pada hakikatnya merupakan sarana untuk mencapai tujuan yang lebih besar dan lebih jauh. Hal ini merupakan perbedaan yang sangat esensial antara ajaran Islam dengan faham materialisme yang dianut oleh kaum Komunis ataupun para Sekuleristik.

Menurut Qardhawi, ideologi-ideologi materialisme bertumbuh kepada pemenuhan nafsu yang tidak terlepas dari ruang lingkup kepentingan ekonomi yang rendah. Kesenangan materi menjadi tujuan akhir dan merupakan surga yang dicita-citakan. Berbeda dengan ekonomi yang dilandasi moral agama, kesejahteraan kehidupan menjadikan tujuan untuk meningkatkan jiwa dan ruhani manusia menuju Tuhannya. Materi digunakan untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi kehidupan yang lebih baik dan lebih kekal.

Ajaran Islam mengakui kebebasan pemilikan. Hak milik pribadi menjadi landasan pembangunan ekonomi, namun harus diperoleh dengan jalan yang telah ditentukan oleh Allah. Pemilikan harus melalui jalan halal yang telah disyariahkan. Demikian pula mengembangkan kepemilikan harus dengan cara-cara yang dihalalkan dan tidak dilarang oleh syariah. Islam melarang pemilik harta menggunakan kepemilikannya untuk membuat kerusakan di muka bumi atau melakukan sesuatu yang membahayakan manusia. Di samping itu dilarang pula mengembangkan kepemilikan dengan cara merusak nilai dan moral (akhlak), misalnya dengan menjual-belikan benda-benda yang diharamkan dan segala yang merusak kesehatan manusia baik akal, agama maupun akhlaknya. Dengan demikian, sebuah pasar yang sehat berlandaskan nilai-nilai moralitas keagamaan sangat diperlukan dalam sebuah sistem distribusi kepemilikan.

2.2 Manajemen Zakat, Infak, Shodaqoh, dan Wakaf

2.2.1 Panduan Zakat, Infak, dan Shadaqah

QS At Taubah : 103

"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat kamu membersihkan dan mensucikan mereka. Sesungguhnya doa kamu menjadi ketenteraman jiwa mereka. Dan Allah Mendengar lagi Maha Mengetahui."

Jumhur ulama menyatakan bahwa yang berhak melakukan pengambilan sebagaimana kata "Ambillah" yang tercantum pada ayat tersebut adalah pemerintah. " Dari Ibnu Umar, semoga Allah meridlai keduanya. Ia berkata : Serahkanlah sedekah kamu sekalian pada orang yang dijadikan Allah sebagai penguasa urusan kamu sekalian.” (HR Baihaqi).

QS At Taubah : 60

"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Umat Islam adalah umat yang mulia, umat yang dipilih Allah untuk mengemban risalah, agar mereka menjadi saksi atas segala umat. Tugas umat Islam adalah mewujudkan kehidupan yang adil, makmur, tentram dan sejahtera dimanapun mereka berada. Karena itu umat Islam seharusnya menjadi rahmat bagi sekalian alam.

Bahwa kenyataan umat Islam kini jauh dari kondisi ideal, adalah akibat belum mampu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri (QS. Ar-Ra'du : 11). Potensi-potensi dasar yang dianugerahkan Allah kepada umat Islam belum dikembangkan secara optimal. Padahal umat Islam memiliki banyak intelektual dan ulama, disamping potensi sumber daya manusia dan ekonomi yang melimpah. Jika seluruh potensi itu dikembangkan secara seksama, dirangkai dengan potensi aqidah Islamiyah (tauhid), tentu akan diperoleh hasil yang optimal. Pada saat yang sama, jika kemandirian, kesadaran beragama dan ukhuwah Islamiyah kaum muslimin juga makin meningkat maka pintu-pintu kemungkaran akibat kesulitan ekonomi akan makin dapat dipersempit.
Salah satu sisi ajaran Islam yang belum ditangani secara serius adalah penanggulangan kemiskinan dengan cara mengoptimalkan pengumpulan dan pendayagunaan zakat, infaq dan shadaqah dalam arti seluas-luasnya. Sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW serta penerusnya di zaman keemasan Islam. Padahal umat Islam (Indonesia) sebenarnya memiliki potensi dana yang sangat besar.

Makna Zakat

Menurut Bahasa(lughat), zakat berarti : tumbuh; berkembang; kesuburan atau bertambah (HR. At-Tirmidzi) atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan (QS. At-Taubah:10)

Menurut Hukum Islam (istilah syara'), zakat adalah nama bagi suatu pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu dan untuk diberikan kepada golongan tertentu (Al Mawardi dalam kitab Al Hawiy).
Selain itu, ada istilah shadaqah dan infaq, sebagian ulama fiqh, mengatakan bahwa sadaqah wajib dinamakan zakat, sedang sadaqah sunnah dinamakan infaq. Sebagian yang lain mengatakan infaq wajib dinamakan zakat, sedangkan infaq sunnah dinamakan shadaqah.

Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan umat manusia.

Macam-macam Zakat

a. Zakat Nafs (jiwa), juga disebut zakat fitrah.

b. Zakat Maal (harta).

Syarat-syarat Wajib Zakat
a. Muslim
b. Aqil
c. Baligh
d. Memiliki harta yang mencapai nishab

Zakat Maal
1.  Pengertian Maal (harta)

1.1. Menurut bahasa (lughat), harta adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali sekali oleh manusia untuk memiliki, memanfaatkan dan menyimpannya

1. 2. Menurut syar'a, harta adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki (dikuasai) dan dapat digunakan (dimanfaatkan) menurut ghalibnya (lazim). Sesuatu dapat disebut dengan maal (harta) apabila memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu:
a.  Dapat dimiliki, disimpan, dihimpun, dikuasai

b. Dapat diambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya. Misalnya rumah, mobil, ternak, hasil pertanian, uang, emas, perak, dll.

2. Syarat-syarat Kekayaan yang Wajib di Zakati

2.1.  Milik Penuh (Almilkuttam)
Yaitu : harta tersebut berada dalam kontrol dan kekuasaanya secara penuh, dan dapat diambil manfaatnya secara penuh. Harta tersebut didapatkan melalui proses pemilikan yang dibenarkan menurut syariat Islam, seperti : usaha, warisan, pemberian negara atau orang lain dan cara-cara yang sah. Sedangkan apabila harta tersebut diperoleh dengan cara yang haram, maka zakat atas harta tersebut tidaklah wajib, sebab harta tersebut harus dibebaskan dari tugasnya dengan cara dikembalikan kepada yang berhak atau ahli warisnya.

2.2.  Berkembang
Yaitu : harta tersebut dapat bertambah atau berkembang bila diusahakan atau mempunyai potensi untuk berkembang.

2.3. Cukup Nishab
Artinya harta tersebut telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan syara'. sedangkan harta yang tidak sampai nishabnya terbebas dari Zakat

2.4.  Lebih Dari Kebutuhan Pokok (Alhajatul Ashliyah)
Kebutuhan pokok adalah kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan keluarga yang menjadi tanggungannya, untuk kelangsungan hidupnya. Artinya apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi yang bersangkutan tidak dapat hidup layak. Kebutuhan tersebut seperti kebutuhan primer atau kebutuhan hidup minimum (KHM), misal, belanja sehari-hari, pakaian, rumah, kesehatan, pendidikan, dsb.

2.5. Bebas Dari hutang
Orang yang mempunyai hutang sebesar atau mengurangi senishab yang harus dibayar pada waktu yang sama (dengan waktu mengeluarkan zakat), maka harta tersebut terbebas dari zakat.

2.6.  Berlalu Satu Tahun (Al-Haul)
Maksudnya adalah bahwa pemilikan harta tersebut sudah belalu satu tahun. Persyaratan ini hanya berlaku bagi ternak, harta simpanan dan perniagaan. Sedang hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang temuan) tidak ada syarat haul.

3. Harta (maal) yang Wajib di Zakati

3.1. Binatang Ternak
Hewan ternak meliputi hewan besar (unta, sapi, kerbau), hewan kecil (kambing, domba) dan unggas (ayam, itik, burung).

3.2.  Emas Dan Perak
Emas dan perak merupakan logam mulia yang selain merupakan tambang elok, juga sering dijadikan perhiasan. Emas dan perak juga dijadikan mata uang yang berlaku dari waktu ke waktu. Islam memandang emas dan perak sebagai harta yang (potensial) berkembang. Oleh karena syara' mewajibkan zakat atas keduanya, baik berupa uang, leburan logam, bejana, souvenir, ukiran atau yang lain.
Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang yang berlaku pada waktu itu di masing-masing negara. Oleh karena segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan, deposito, cek, saham atau surat berharga lainnya, termasuk kedalam kategori emas dan perak. sehingga penentuan nishab dan besarnya zakat disetarakan dengan emas dan perak.
Demikian juga pada harta kekayaan lainnya, seperti rumah, villa, kendaraan, tanah, dll. Yang melebihi keperluan menurut syara' atau dibeli/dibangun dengan tujuan menyimpan uang dan sewaktu-waktu dapat di uangkan. Pada emas dan perak atau lainnya yang berbentuk perhiasan, asal tidak berlebihan, maka tidak diwajibkan zakat atas barang-barang tersebut.

3.3. Harta Perniagaan
Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual-belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan, dll. Perniagaan tersebut di usahakan secara perorangan atau perserikatan seperti CV, PT, Koperasi, dsb.

3.4. Hasil Pertanian
Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan, dll.

3.5. Ma’din dan Kekayaan Laut
Ma'din (hasil tambang) adalah benda-benda yang terdapat di dalam perut bumi dan memiliki nilai ekonomis seperti emas, perak, timah, tembaga, marmer, giok, minyak bumi, batu-bara, dll. Kekayaan laut adalah segala sesuatu yang dieksploitasi dari laut seperti mutiara, ambar, marjan, dll.

3.6 Rikaz
Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa disebut dengan harta karun. Termasuk didalamnya harta yang ditemukan dan tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya.

4. Nishab dan Kadar Zakat

1) Harta Peternakan

a. Sapi, Kerbau dan Kuda
Nishab kerbau dan kuda disetarakan dengan nishab sapi yaitu 30 ekor. Artinya jika seseorang telah memiliki sapi (kerbau/kuda), maka ia telah terkena wajib zakat.
Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh At Tarmidzi dan Abu Dawud dari Muadz bin Jabbal RA, maka dapat dibuat tabel sbb :
































Jumlah Ternak (ekor)Zakat
30-391 ekor sapi jantan/betina tabi' (a)
40-591 ekor sapi betina musinnah (b)
60-692 ekor sapi tabi'
70-791 ekor sapi musinnah dan 1 ekor tabi'
80-892 ekor sapi musinnah

 



Keterangan :
a. Sapi berumur 1 tahun, masuk tahun ke-2
b.     Sapi berumur 2 tahun, masuk tahun ke-3

 




Selanjutnya setiap jumlah itu bertambah 30 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor tabi'. Dan jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor musinnah.

b. Kambing/domba
Nishab kambing/domba adalah 40 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 40 ekor kambing/domba maka ia telah terkena wajib zakat.
Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Anas bin Malik, maka dapat dibuat tabel sbb :


















Jumlah Ternak (ekor)Zakat
40-1201 ekor kambing (2th) atau domba (1th)
121-2002 ekor kambing/domba
201-3003 ekor kambing/domba

Selanjutnya, setiap jumlah itu bertambah 100 ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor.

c. Ternak Unggas (ayam,bebek,burung,dll) dan Perikanan

Nishab pada ternak unggas dan perikanan tidak diterapkan berdasarkan jumlah (ekor), sebagaimana halnya sapi, dan kambing. Tapi dihitung berdasarkan skala usaha.
Nishab ternak unggas dan perikanan adalah setara dengan 20 Dinar (1 Dinar = 4,25 gram emas murni) atau sama dengan 85 gram emas. Artinya bila seorang beternak unggas atau perikanan, dan pada akhir tahun (tutup buku) ia memiliki kekayaan yang berupa modal kerja dan keuntungan lebih besar atau setara dengan 85 gram emas murni, maka ia terkena kewajiban zakat sebesar 2,5 %

Contoh :
Seorang peternak ayam broiler memelihara 1000 ekor ayam perminggu, pada akhir tahun (tutup buku) terdapat laporan keuangan sbb:


















1.Ayam broiler 5600 ekor seharga
2.Uang Kas/Bank setelah pajak
3.Stok pakan dan obat-obatan
4. Piutang (dapat tertagih)
Rp 15.000.000
Rp 10.000.000
Rp 2.000.000
Rp 4.000.000
JumlahRp 31.000.000
5. Utang yang jatuh tempoRp 5.000.000
SaldoRp26.000.000

Besar Zakat = 2,5 % x Rp.26.000.000,- = Rp 650.000
Catatan :
Kandang dan alat peternakan tidak diperhitungkan sebagai harta yang wajib dizakati.
Nishab besarnya 85 gram emas murni, jika @ Rp 25.000,00 maka 85 x Rp 25.000,00=Rp2.125.000,00

 



 



d. Unta

Nishab unta adalah 5 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 5 ekor unta maka ia terkena kewajiban zakat. Selanjtnya zakat itu bertambah, jika jumlah unta yang dimilikinya juga bertambah
Berdasarkan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Anas bin Malik, maka dapat dibuat tabel sbb:














































Jumlah(ekor)Zakat
5-91 ekor kambing/domba (a)
10-142 ekor kambing/domba
15-193 ekor kambing/domba
20-244 ekor kambing/domba
25-351 ekor unta bintu Makhad (b)
36-451 ekor unta bintu Labun (c)
45-601 ekor unta Hiqah (d)
61-751 ekor unta Jadz'ah (e)
76-902 ekor unta bintu Labun (c)
91-1202 ekor unta Hiqah (d)

Keterangan:
(a) Kambing berumur 2 tahun atau lebih, atau domba berumur satu tahun atau lebih.
(b) Unta betina umur 1 tahun, masuk tahun ke-2
(c) Unta betina umur 2 tahun, masuk tahun ke-3
(d) Unta betina umur 3 tahun, masuk tahun ke-4
(e)  Unta betina umur 4 tahun, masuk tahun ke-5

Selanjutnya, jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor bintu Labun, dan setiap jumlah itu bertambah 50 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor Hiqah.

2) Emas dan Perak

Nishab emas adalah 20 dinar (85 gram emas murni) dan perak adalah 200 dirham (setara 672 gram perak). Artinya bila seseorang telah memiliki emas sebesar 20 dinar atau perak 200 dirham dan sudah setahun, maka ia telah terkena wajib zakat, yakni sebesar 2,5 %.
Demikian juga segala macam jenis harta yang merupakan harta simpanan dan dapat dikategorikan dalam "emas dan perak", seperti uang tunai, tabungan, cek, saham, surat berharga ataupun yang lainnya. Maka nishab dan zakatnya sama dengan ketentuan emas dan perak, artinya jika seseorang memiliki bermacam-macam bentuk harta dan jumlah akumulasinya lebih besar atau sama dengan nishab (85 gram emas) maka ia telah terkena wajib zakat (2,5 %).

Contoh :
Seseorang memiliki simpanan harta sebagai berikut :






Tabungan
Uang tunai (diluar kebutuhan pokok)
Perhiasan emas (berbagai bentuk)
Utang yang harus dibayar (jatuh tempo)
Rp 5 juta
Rp 2 juta
100 gram
Rp 1.5 juta

Perhiasan emas atau yang lain tidak wajib dizakati kecuali selebihnya dari jumlah maksimal perhiasan yang layak dipakai. Jika layaknya seseorang memakai perhiasan maksimal 60 gram maka yang wajib dizakati hanyalah perhiasan yang selebihnya dari 60 gram.

Dengan demikian jumlah harta orang tersebut, sbb :


















1.Tabungan
2.Uang tunai
3.Perhiasan (10-60) gram @ Rp 25.000
Rp 5.000.000
Rp 2.000.000
Rp 1.000.000
JumlahRp 8.000.000
UtangRp 1.500.000
SaldoRp 6.500.000

Besar zakat = 2,5% x Rp 6.500.000 = Rp 163.500,-\
Catatan :
Perhitungan harta yang wajib dizakati dilakukan setiap tahun pada bulan yang sama.

 



3) Perniagaan

Harta perniagaan, baik yang bergerak di bidang perdagangan, industri, agroindustri, ataupun jasa, dikelola secara individu maupun badan usaha (seperti PT, CV, Yayasan, Koperasi, Dll) nishabnya adalah 20 dinar (setara dengan 85gram emas murni). Artinya jika suatu badan usaha pada akhir tahun (tutup buku) memiliki kekayaan (modal kerja danuntung) lebih besar atau setara dengan 85 gram emas (jika pergram Rp 25.000,- = Rp 2.125.000,-), maka ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 %

Pada badan usaha yang berbentuk syirkah (kerjasama), maka jika semua anggota syirkah beragama Islam, zakat dikeluarkan lebih dulu sebelum dibagikan kepada pihak-pihak yang bersyirkah. Tetapi jika anggota syirkah terdapat orang yang non muslim, maka zakat hanya dikeluarkan dari anggota syirkah muslim saja (apabila julahnya lebih dari nishab)

Cara menghitung zakat :
Kekayaan yang dimiliki badan usaha tidak akan lepas dari salah satu atau lebih dari tiga bentuk di bawah ini :
1. Kekayaan dalam bentuk barang
2. Uang tunai
3.  Piutang

Maka yang dimaksud dengan harta perniagaan yang wajib dizakati adalah yang harus dibayar (jatuh tempo) dan pajak.

Contoh :
Sebuah perusahaan meubel pada tutup buku per Januari tahun 1995 dengan keadaan sbb :


















1.Mebel belum terjual 5 set
2.Uang tunai
3. Piutang
Rp 10.000.000
Rp 15.000.000
Rp 2.000.000
JumlahRp 27.000.000
Utang & PajakRp 7.000.000
SaldoRp 20.000.000

Besar zakat = 2,5 % x Rp 20.000.000,- = Rp 500.000,-

Pada harta perniagaan, modal investasi yang berupa tanah dan bangunan atau lemari, etalase pada toko, dll, tidak termasuk harta yang wajib dizakati sebab termasuk kedalam kategori barang tetap (tidak berkembang)

Usaha yang bergerak dibidang jasa, seperti perhotelan, penyewaan apartemen, taksi, renal mobil, bus/truk, kapal laut, pesawat udara, dll, kemudian dikeluarkan zakatnya dapat dipilih diantara 2 (dua) cara:

Pada perhitungan akhir tahun (tutup buku), seluruh harta kekayaan perusahaan dihitung, termasuk barang (harta) penghasil jasa, seperti hotel, taksi, kapal, dll, kemudian keluarkan zakatnya 2,5 %.

Pada Perhitungan akhir tahun (tutup buku), hanya dihitung dari hasil bersih yang diperoleh usaha tersebut selama satu tahun, kemudian zakatnya dikeluarkan 10%. Hal ini diqiyaskan dengan perhitungan zakat hasil pertanian, dimana perhitungan zakatnya hanya didasarkan pada hasil pertaniannya, tidak dihitung harga tanahnya.

4)       Hasil Pertanian
Nishab hasil pertanian adalah 5 wasq atau setara dengan 750 kg. Apabila hasil pertanian termasuk makanan pokok, seperti beras, jagung, gandum, kurma, dll, maka nishabnya adalah 750 kg dari hasil pertanian tersebut.
Tetapi jika hasil pertanian itu selain makanan pokok, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daun, bunga, dll, maka nishabnya disetarakan dengan harga nishab dari makanan pokok yang paling umum di daerah (negeri) tersebut (di negeri kita = beras).

Kadar zakat untuk hasil pertanian, apabila diairi dengan air hujan, atau sungai/mata/air, maka 10%, apabila diairi dengan cara disiram / irigasi (ada biaya tambahan) maka zakatnya 5%.

Dari ketentuan ini dapat dipahami bahwa pada tanaman yang disirami zakatnya 5%. Artinya 5% yang lainnya didistribusikan untuk biaya pengairan. Imam Az Zarqoni berpendapat bahwa apabila pengolahan lahan pertanian diairidengan air hujan (sungai) dan disirami (irigasi) dengan perbandingan 50;50, maka kadar zakatnya 7,5% (3/4 dari 1/10)

Pada sistem pertanian saat ini, biaya tidak sekedar air, akan tetapi ada biaya lain seperti pupuk, insektisida, dll. Maka untuk mempermudah perhitungan zakatnya, biaya pupuk, intektisida dan sebagainya diambil dari hasil panen, kemudian sisanya (apabila lebih dari nishab) dikeluarkan zakatnya 10% atau 5% (tergantung sistem pengairannya).



Zakat Profesi

  1. 1. Dasar Hukum


Firman Allah SWT:
dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak dapat bagian. (QS. Adz Dzariyat:19)
Wahai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik. (QS Al Baqarah 267)
Hadist Nabi SAW:
Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan merusak harta itu
(HR. AL Bazar dan Baehaqi)

  1. 2. Hasil Profesi


Hasil profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, notaris, dll) merupakan sumber pendapatan (kasab) yang tidak banyak dikenal di masa salaf(generasi terdahulu), oleh karenanya bentuk kasab ini tidak banyak dibahas, khusunya yang berkaitan dengan "zakat". Lain halnya dengan bentuk kasab yang lebih populer saat itu, seperti pertanian, peternakan dan perniagaan, mendapatkan porsi pembahasan yang sangat memadai dan detail. Meskipun demikian bukan berarti harta yang didapatkan dari hasil profesi tersebut bebas dari zakat, sebab zakat pada hakekatnya adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang miskin diantra mereka (sesuai dengan ketentuan syara'). Dengan demikian apabila seseorang dengan hasil profesinya ia menjadi kaya, maka wajib atas kekayaannya itu zakat, akan tetapi jika hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup (dan keluarganya), maka ia menjadi mustahiq (penerima zakat). Sedang jika hasilnya hanya sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit maka baginya tidak wajib zakat. Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yakni, papan, sandang, pangan dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya.

Zakat profesi memang tidak dikenal dalam khasanah keilmuan Islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat dikategorikan ke dalam zakat harta (simpanan/kekayaan). Dengan demikian hasil profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat maka wajib baginya untuk menunaikan zakat.
Contoh






Akbar adalah seorang karyawan swasta yang berdomisili di kota Bogor, memiliki seorang istri dan 2 orang anak.
Penghasilan bersih perbulan Rp. 1.500.000,-.
Bila kebutuhan pokok keluarga tersebut kurang lebih Rp.625.000 per bulan maka kelebihan dari penghasilannya = (1.500.000 - 625.000) = Rp. 975.000 perbulan.
Apabila saldo rata-rata perbulan 975.000 maka jumlah kekayaan yang dapat dikumpulkan dalam kurun waktu satu tahun adalah Rp. 11.700.00 (lebih dari nishab).
Dengan demikian Akbar berkewajiban membayar zakat sebesar 2.5% dari saldo.

 




Dalam hal ini zakat dapat dibayarkan setiap bulan sebesar 2.5% dari saldo bulanan atau 2.5 % dari saldo tahunan.

3. Harta Lain-lain

1.  Saham dan Obligasi

Pada hakekatnya baik saham maupun obligasi (juga sertifikat Bank) merupakan suatu bentuk penyimpanan harta yang potensial berkembang. Oleh karenannya masuk ke dalam kategori harta yang wajib dizakati, apabila telah mencapai nishabnya. Zakatnya sebesar 2.5% dari nilai kumulatif riil bukan nilai nominal yang tertulis pada saham atau obligasi tersebut, dan zakat itu dibayarkan setiap tahun.
Contoh:






Nyonya Salamah memiliki 500.000 lembar saham PT. ABDI ILAHI, harga nominal Rp.5.000/Lembar. Pada akhir tahun buku tiap lembar mendapat deviden Rp.300,-
Total jumlah harta(saham) = 500.000 x Rp.5.300,- = Rp.2.650.000.000,-
Zakat = 2.5% x Rp. 2.650.000.000,- = Rp. 66.750.000,-

 




2. Undian dan kuis berhadiah

Harta yang diperoleh dari hasil undian atau kuis berhadiah merupakan salah satu sebab dari kepemilikan harta yang diidentikkan dengan harta temuan (rikaz). Oleh sebab itu jika hasil tersebut memenuhi kriteria zakat, maka wajib dizakati sebasar 20% (1/5)
Contoh:





Fitri memenangkan kuis berhadiah TEBAK OLIMPIADE berupa mobil sedan seharga Rp.52.000.000,- dengan pajak undian 20% ditanggung pemenang.
Harta Fitri = Rp.52.000.000,- -Rp.10.400.000,- = Rp.41.600.000,-
Zakat = 20% x Rp.41.600.000,- = RP.8.320.000,-

3. Hasil penjualan rumah (properti) atau penggusuran

Harta yang diperoleh dari hasil penjualan rumah (properti) atau penggusuran, dapat dikategorikan dalam dua macam:

a. Penjualan rumah yang disebabkan karena kebutuhan, termasuk penggusuran secara terpaksa , maka hasil penjualan (penggusurannya) lebih dulu dipergunakan untuk memenuhi apa yang dibutuhkannya. Apabila hasil penjualan (penggusuran) dikurangi harta yang dibutuhkan jumlahnya masih melampaui nishab maka ia berkewajiban zakat sebesar 2.5% dari kelebihan harta tersebut.
Contoh:





Pak Ahmad terpaksa menjual rumah dan pekarangannya yang terletak di sebuah jalan protokol, di Jakarta, sebab ia tak mampu membayar pajaknya. Dari hasil penjualan Rp.150.000.000,- ia bermaksud untuk membangun rumah di pinggiran kota dan diperkirakan akan menghabiskan anggaran Rp.90.000.000,- selebihnya akan ditabung untuk bekal hari tua.
Zakat = 2.5% x (Rp.150.000.000,- - Rp.90.000.000,-)
= Rp.1.500.000,-

b. Penjualan rumah (properti) yang tidak didasarkan pada kebutuhan maka ia wajib membayar zakat sebesar 2.5% dari hasil penjualannya.

Hikmah Zakat

Zakat merupakan ibadah yang memiliki dimensi ganda, trasendental dan horizontal. Oleh sebab itu zakat memiliki banyak arti dalam kehidupan umat manusia, terutama Islam. Zakat memiliki banyak hikmah, baik yng berkaitan dengan Sang Khaliq maupun hubungan sosial kemasyarakatan di antara manusia, antara lain :

1. Menolong, membantu, membina dan membangun kaum dhuafa yang lemah papa dengan materi sekedar untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.Dengan kondisi tersebut mereka akan mampu melaksanakan kewajibannya terhadap Allah SWT

2. Memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan dengki dari diri orang-orang di sekitarnya berkehidupan cukup, apalagi mewah. Sedang ia sendiri tak memiliki apa-apa dan tidak ada uluran tangan dari mereka (orang kaya) kepadanya.

3. Dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, emurnikan jiwa (menumbuhkan akhlaq mulia menjadi murah hati, peka terhadap rasa kemanusiaan) dan mengikis sifat bakhil (kikir) serta serakah. Dengan begitu akhirnya suasana ketenangan bathin karena terbebas dari tuntutan Allah SWT dan kewajiban kemasyarakatan, akan selalu melingkupi hati.

4. Dapat menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang berdiri atas prinsip-prinsip: Umatn Wahidan (umat yang satu), Musawah (persamaan derajat, dan dan kewajiban), Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) dan Takaful Ijti'ma (tanggung jawab bersama)

5. Menjadi unsur penting dalam mewujudakan keseimbangan dalam distribusi harta (sosial distribution), dan keseimbangan tanggungjawab individu dalam masyarakat

6. Zakat adalah ibadah maaliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi atau pemerataan karunia Allah SWT dan juga merupakan perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusian dan keadilan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persatuan umat dan bangsa, sebagai pengikat bathin antara golongan kaya dengan yang miskin dan sebagai penimbun jurang yang menjadi pemisah antara golongan yang kuat dengan yang lemah

7. Mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera dimana hubungan seseorang dengan yang lainnya menjadi rukun, damai dan harmonis yang akhirnya dapat menciptakan situasi yang tentram, aman lahir batin. Dalam masyarakat seperti itu takkan ada lagi kekhawatiran akan hidupnya kembali bahaya komunisme, atheis dan paham atau ajaran yang sesat dan menyesatkan. Sebab dengan dimensi dan fungsi ganda zakat, persoalan yang dihadapi kapitalisme dan sosialisme dengan sendirinya sudah terjawab. Akhirnya sesuai dengan janji Allah SWT, akan terciptalah sebuah masyarakat yang baldatun thoyibun wa Rabbun Ghafur.

Wakaf

Wakaf adalah perbuatan hukum wakif (pewakaf) untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya. Wakaf bertujuan untuk kepentingan ibadah atau kesejahteraan umum menurut syariah. Wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan.

Menurut UU No. 40 Tahun 2004 tentang Wakaf, yang dapat diwakafkan hanya harta benda yang dimiliki atau dikuasai pewakaf secara sah. Harta benda wakaf dapat terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak. Benda tidak bergerak termasuk (i) hak atas tanah baik yang sudah maupun yang belum terdaftar; (ii) bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah; (iii) tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah; (iv) hak milik atas satuan rumah susun; (v) benda tidak bergerak lain yang sesuai ketentuan syariah dan perundang-undangan yang berlaku. Benda bergerak antara lain berupa uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lain yang sesuai peraturan.

Syarat Wakaf

Ketika hendak mewakafkan harta bendanya, pewakaf wajib mengucapkan ikrar wakaf di hadapan pejabat pembuat akta, ditambah dua orang saksi. Ikrar wakaf adalah dari pewakaf kepada orang yang diserahi mengurus harta benda wakaf (nadzir). Ikrar dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. Pewakaf dapat memberikan kuasa untuk menyatakan ikrar wakaf karena alasan yang dibenarkan secara hukum, misalnya karena penyakit. Akta ini minimal harus memuat pewakaf dan nadzir, data harta yang diwakafkan, peruntukan, dan jangka waktu wakaf.

Sertifikasi Tanah Wakaf

Dalam praktek di Indonesia, masih sering ditemui tanah wakaf yang tidak disertifikatkan. Sertifikasi wakaf diperlukan demi tertib administrasi dan kepastian hak bila terjadi sengketa atau masalah hukum. Sertifikasi tanah wakaf dilakukan secara bersama oleh Departemen Agama dan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pada tahun 2004, kedua lembaga ini mengeluarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Kepala BPN No. 422 Tahun 2004 tentang Sertifikasi Tanah Wakaf. Proses sertifikasi tanah wakaf dibebankan kepada anggaran Departemen Agama.

Ruilslag Tanah Wakaf

Nadzir wajib mengelola harta benda wakaf sesuai peruntukan. Ia dapat mengembangkan potensi wakaf asalkan tidak mengurangi tujuan dan peruntukan wakaf. Dalam praktek, acapkali terjadi permintaan untuk menukar guling (ruilslag) tanah wakaf karena alasan tertentu. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 memperbolehkan tukar guling atau penukaran harta benda wakaf dengan syarat harus ada persetujuan dari Menteri Agama.

Sengketa Wakaf

Penyelesaian sengketa wakaf pada dasarnya harus ditempuh melalui musyawarah. Apabila mekanisme musyawarah tidak membuahkan hasil, sengketa dapat dilakukan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.

Contoh kasus (Moch Yunus vs H. Zaki Gufron dkk)

Mardjoeki Toyib menikahi Moedjenah namun tidak membuahkan anak. Sebelumnya, Ny. Moedjenah sudah pernah menikah dengan orang lain dan memiliki seorang anak bernama Herman. Ketika hidup dengan Toyib, Ny Moedjenah juga mengasuh anak sepupunya, Ny Malikah, bernama Moch Yunus. Yunus merasa dirinya sebagai anak angkat. Pada awal November 1991, setelah suaminya wafat, Moedjenah mewakafkan tanah dan rumah di Jalan Paneleh Surabaya kepada pengurus (takmir) masjid setempat. Dua tahun kemudian Moedjenah dan takmir wafat. Yunus berusaha menguasai tanah wakaf. Perkara ini bergulir ke pengadilan, dimana Yunus menggugat H. Zaki Gufron (pengurus Masjid Paneleh) dan Yayasan Ketakmiran Masjid Paneleh. Yunus berdalih sudah mendapat hibah wasiat atas tanah, dan meminta hakim membatalkan ikrar wakaf.

Pengadilan Agama (PA)nSurabaya memutuskan tanah yang diwakafkan belum pernah dibagi kepada ahli waris padahal tanah itu adalah harta bersama. Pengadilan Tinggi Agama (PTA) menyatakan akta hibah wasiat baru merupakan bukti permulaan karena akta di bawah tangan, yang tidak didukung bukti lain. Menurut PTA, perbuatan hukum wakaf sudah sah.

Mahkamah Agung (MA) memutuskan menolak gugatan Yunus, dan mengabulkan gugatan rekonpensi dari tergugat. Surat Pernyataan Wakaf tertanggal 5 November 1991 adalah sah menurut hukum. Register putusan No. 57K/AG/1999 tanggal 27 April 2000. Majelis hakim H. Taufiq, H. Zainal Abidin Abubakar, dan H. Chabib Sjarbini.

Lembaga Terkait

Badan Wakaf Indonesia (BWI). Dibentuk sebagai lembaga independen yang secara umum bertugas mengembangkan perwakafan nasional. Badan ini melakukan pembinaan terhadap nadzir, memberi izin perubahan peruntukan benda wakaf, memberi izin penukaran benda wakaf, dan memberi pertimbangan kepada Pemerintah mengenai wakaf. Anggota BWI antara 20-30 orang yang berasal dari unsur masyarakat dengan masa tugas tiga tahun. Anggota BWI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Tanggung jawab BWI dilakukan melalui laporan tahunan yang diaudit dan disampaikan kepada Menteri Agama.

Tabung Wakaf Indonesia. Berkantor pusat di Jakarta, Tabung Wakaf Indonesia adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang banyak berkiprah menangani dan mengkaji masalah-masalah wakaf. Lembaga ini juga mengelola wakaf sosial, wakaf produktif, dan program recovery di daerah bencana. Tabung Wakaf juga menyediakan layanan konsultasi masalah wakaf melalui media cetak dan online.





2. 3.      Perbedaan Sistem Ekonomi Islam dengan Sistem Ekonomi Kapitalis dan Sosialis

Konsep dari  ekonomi kapitalis  dimana sumber kekayaan itu sangat langka dan harus di peroleh dengan cara bekerja keras dimana setiap pribadi boleh memiliki kekayaan yang tiada batas, untuk mencapai tujuan hidupnya. Dalam sistem ekonomi kapitalis perusahaan dimiliki oleh perorangan. Terjadinya pasar  (market) dan terjadinya demand and supply adalah ciri khas dari ekonomi kapitalis. Keputusan yang diambil atas issue-issue yang terjadi seputar masalah ekonomi sumbernya adalah dari kalangan kelas bawah yang membawa masalah tersebut ke level yang lebih atas.

Sementara Islam mempunyai suatu konsep yang berbeda mengenai kekayaan, semua kekayaan di dunia adalah milik  dari Allah SWT yang dititipkan kepada kita, dan kekayaan yang kita miliki harus diperoleh dengan cara-cara yang halal, untuk mencapai Al-falah (makmur dan success)  dan SaĆ¢€™ ada Haqiqiyah (kebahagian yang abadi baik di dunia dan akhirat.  Dalam Islam, yang ingin mempunyai properti atau perusahaan harus mendapatkannya dengan  usaha yang keras untuk mencapai yang namanya Islamic Legal Maxim, yaitu  mencari keuntungan yang sebanyak banyak nya yang sesuai dengan ketentuan dari prinsip-prinsip syariah. Yang sangat penting  dalam transaksi Ekonomi Islam adalah tidak ada nya unsur riba, maisir, dan gharar.

Dalam Islam setiap masalah diputuskan dalam konsultasi bersama (Dewan-Sura) berdasarkan pendapat yang terbanyak. Peran Pemerintah dalam ekonomi Islam adalah mengatur sistim zakat, dan observasi pasar yang di lakukan oleh lembaga yang bernama Al-Hisbah, lembaga ini yang mengawasi semua kegiatan transaksi ekonomi syariah. Ketua Lembaga Al-Hisbah di sebut Muhtasib. Menurut Imam Al-Ghazali bahwa seorang Muhtasib haruslah seorang yang mempunyai Ilmu, integritas  dan status sosial yang sangat tinggi.

Sejarah terbentuknya Al-Hisbah terjadi pada saat terbentuk nya kota Madinah sebagai kota suci umat Islam. Sebagai kepala pemerintahan, Nabi Muhammad SAW,  selalu mengadakan kunjungan ke pasar, untuk mengawasi jalan nya process perdagangan, agar tidak terjadi nya penipuan. Nabi Muhammad  SAW adalah seorang Mushtasib yang pertama dalam sejarah ekonomi Islam.

Lain halnya dengan konsep ekonomi sosialis, di mana sumber kekayaan itu sangat langka dan harus di peroleh lewat pemberdayaan tenaga kerja (buruh), di semua bidang, pertambangan, pertanian, dan lainnya. Dalam sistem Sosialis, semua bidang usaha dimiliki  dan diproduksi oleh negara. Tidak terciptanya market (pasar) dan tidak terjadi nya supply and demand, karena negara yang menyediakan semua kebutuhan rakyatnya secara merata. Perumusan  masalah dan keputusan di tangani langsung oleh negara.

2. 4.     Etika Bisnis Dalam Islam

Salah satu kajian penting dalam Islam adalah persoalan etika bisnis.  Pengertian etika adalah kaedah atau seperangkat prinsip yang mengatur hidup manusia. Etika adalah bagian dari filsafat yang membahas secara rasional dan kritis tentang nilai, norma atau moralitas. Dengan demikian, moral berbeda dengan etika. Norma adalah suatu pranata dan nilai mengenai baik dan buruk, sedangkan etika adalah refleksi kritis dan penjelasan rasional mengapa sesuatu itu baik dan buruk. Menipu orang lain adalah buruk. Ini berada pada tataran moral, sedangkan kajian kritis dan rasional mengapa menipu itu buruk apa alasan pikirannya, merupakan lapangan etika.

Rasululah Saw, sangat banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, di antaranya ialah:

Prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam tataran ini, beliau bersabda: “Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani). “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami” (H.R. Muslim). Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di sebelah bawah dan barang baru di bagian atas.

Kedua, kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan Bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetapi didasari kesadaran memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.

Ketiga, tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad saw sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi bersabda, “Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah”. Dalam hadis riwayat Abu Zar, Rasulullah saw mengancam dengan azab yang pedih bagi orang yang bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah tidak akan memperdulikannya nanti di hari kiamat (H.R. Muslim). Praktek sumpah palsu dalam kegiatan bisnis saat ini sering dilakukan, karena dapat meyakinkan pembeli, dan pada gilirannya meningkatkan daya beli atau pemasaran. Namun, harus disadari, bahwa meskipun keuntungan yang diperoleh berlimpah, tetapi hasilnya tidak berkah.

Keempat, ramah-tamah . Seorang palaku bisnis, harus bersikap ramah dalam melakukan bisnis. Nabi Muhammad Saw  mengatakan, “Allah merahmati  seseorang yang ramah  dan toleran  dalam berbisnis” (H.R. Bukhari dan Tarmizi).

Kelima, tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut. Sabda Nabi Muhammad, “Janganlah kalian melakukan bisnis najsya (seorang pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual untuk menaikkan harga, bukan dengan niat untuk membeli, tetapi agar menarik orang lain untuk membeli).

Keenam, tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq ‘alaih).

Ketujuh, tidak melakukan ihtikar. Ihtikar ialah (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu.

Kedelapan, takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: “Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi” ( QS. 83: 112).

Kesembilan, Bisnis tidak boleh menggangu kegiatan ibadah kepada Allah. Firman Allah, “Orang yang tidak dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari mendirikan shalat dan membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hari itu, hati dan penglihatan menjadi goncang”.

Kesepuluh, membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya”. Hadist ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang dilakuan.

Kesebelas, tidak monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi (penguasaan) individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara dan tanah dan kandungan isinya seperti barang tambang dan mineral. Individu tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain. Ini dilarang dalam Islam.

Keduabelas, tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat) yang dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial. Misalnya, larangan melakukan bisnis senjata di saat terjadi chaos (kekacauan) politik. Tidak boleh menjual barang halal, seperti anggur kepada produsen minuman keras, karena ia diduga keras, mengolahnya menjadi miras. Semua bentuk bisnis tersebut dilarang Islam karena dapat merusak esensi hubungan sosial yang justru harus dijaga dan diperhatikan secara cermat.

Ketigabelas, komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan “patung-patung” (H.R. Jabir).

Keempatbelas, bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu” (QS. 4: 29).

Kelimabelas, Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya. Rasulullah memuji seorang muslim yang memiliki perhatian serius dalam pelunasan hutangnya. Sabda Nabi Saw, “Sebaik-baik kamu, adalah orang yang paling segera membayar hutangnya” (H.R. Hakim).

Keenambelas, Memberi tenggang waktu apabila pengutang (kreditor) belum mampu membayar. Sabda Nabi Saw, “Barang siapa yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar hutang atau membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawah naunganNya pada hari yang tak ada naungan kecuali naungan-Nya” (H.R. Muslim).

Ketujuhbelas, bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman (QS. al-Baqarah:: 278) Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan (QS. 2: 275). Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan perang terhadap riba.

Demikianlah sebagian etika bisnis dalam perspektif Islam yang sempat diramu dari sumber ajaran Islam, baik yang bersumber dari al-Qur’an maupun Sunnah.

2.5       Etos Kerja dan Meneladani Profesionalisme Nabi Muhammad dalam Bisnis

Rasulullah SAW menjadikan kerja sebagai aktualisasi keimanan dan ketakwaan. Rasul bekerja bukan untuk menumpuk kekayaan duniawi. Beliau bekerja untuk meraih keridaan Allah SWT. Suatu hari Rasulullah SAW berjumpa dengan Sa'ad bin Mu'adz Al-Anshari. Ketika itu Rasul melihat tangan Sa'ad melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari. "Kenapa tanganmu?," tanya Rasul kepada Sa'ad. "Wahai Rasulullah," jawab Sa'ad, "Tanganku seperti ini karena aku mengolah tanah dengan cangkul itu untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku". Seketika itu beliau mengambil tangan Sa'ad dan menciumnya seraya berkata, "Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh api neraka".

Dalam kisah lain disebutkan bahwa ada seseorang yang berjalan melalui tempat Rasulullah SAW. Orang tersebut sedang bekerja dengan sangat giat dan tangkas. Para sahabat kemudian bertanya, "Wahai Rasulullah, andaikata bekerja semacam orang itu dapat digolongkan jihad fi sabilillah, maka alangkah baiknya." Mendengar itu Rasul pun menjawab, "Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, itu adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orangtuanya yang sudah lanjut usia, itu adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, itu juga fi sabilillah." (HR Ath-Thabrani).

Bekerja adalah manifestasi amal saleh. Bila kerja itu amal saleh, maka kerja adalah ibadah. Dan bila kerja itu ibadah, maka kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari kerja.

Tidak berlebihan bila keberadaan seorang manusia ditentukan oleh aktivitas kerjanya. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib manusia sebelum mereka mengubah apa yang ada pada dirinya. (QS Ar-Ra'd [13]: 11). Dalam ayat lain diungkapkan pula bahwa seorang manusia tidak akan memperoleh selain apa yang telah diusahakannya (QS Al-Najm [53]: 39).

Kisah di awal menggambarkan betapa besarnya penghargaan Rasulullah SAW terhadap kerja. Kerja apapun itu selama tidak menyimpang dari aturan yang ditetapkan agama. Demikian besarnya penghargaan beliau, sampai-sampai dalam kisah pertama, manusia teragung ini "rela" mencium tangan Sa'ad bin Mu'adz Al-Anshari yang melepuh lagi gosong. Rasulullah SAW, dalam dua kisah tersebut, memberikan motivasi pada umatnya bahwa bekerja adalah perbuatan mulia dan termasuk bagian dari jihad.

Rasulullah SAW adalah sosok yang selalu berbuat sebelum beliau memerintahkan para sahabat untuk melakukannya. Hal ini sesuai dengan tugas beliau sebagai ushwatun hasanah; teladan yang baik bagi seluruh manusia. Maka saat kita berbicara tentang etos kerja Islami, maka beliaulah orang yang paling pantas menjadi rujukan. Dan berbicara tentang etos kerja Rasulullah SAW sama artinya dengan berbicara bagaimana beliau menjalankan peran-peran dalam hidupnya.

Setidaknya ada lima peran penting yang diemban Rasulullah SAW.

Pertama, sebagai rasul. Peran ini beliau jalani selama 23 tahun. Dalam kurun waktu tersebut beliau harus berdakwah menyebarkan Islam; menerima, menghapal, menyampaikan, dan menjelaskan tak kurang dari 6666 ayat Alquran; menjadi guru (pembimbing) bagi para sahabat; dan menjadi hakim yang memutuskan berbagai pelik permasalahan umat-dari mulai pembunuhan sampai perceraian.

Kedua, sebagai kepala negara dan pemimpin sebuah masyarakat heterogen. Tatkala memegang posisi ini Rasulullah SAW harus menerima kunjungan diplomatik "negara-negara sahabat". Rasul pun harus menata dan menciptakan sistem hukum yang mampu menyatukan kaum Muslimin, Nasrani, dan Yahudi, mengatur perekonomian, dan setumpuk masalah lainnya.

Ketiga, sebagai panglima perang. Selama hidup tak kurang dari 28 kali Rasul memimpin pertempuran melawan kafir Quraisy. Sebagai panglima perang beliau harus mengorganisasi lebih dari 53 pasukan kaveleri bersenjata. Harus memikirkan strategi perang, persedian logistik, keamanan, transportasi, kesehatan, dan lainnya.

Keempat, sebagai kepala rumahtangga. Dalam posisi ini Rasul harus mendidik, membahagiakan, dan memenuhi tanggung jawab-lahir batin-terhadap sebelas istri, tujuh anak, dan beberapa orang cucu. Beliau dikenal sebagai sosok yang sangat perhatian terhadap keluarganya. Di tengah kesibukannya Rasul pun masih sempat bercanda dan menjahit sendiri bajunya.

Kelima, sebagai seorang pebisnis. Sejak usia 12 tahun pamannya Abu Thalib sudah mengajaknya melakukan perjalanan bisnis ke Syam, negeri yang saat ini meliputi Syria, Jordan, dan Lebanon. Dari usia 17 hingga sekitar 20 tahun adalah masa tersulit dalam perjalanan bisnis Rasul karena beliau harus mandiri dan bersaing dengan pemain pemain senior dalam perdagangan regional. Usia 20 hingga 25 tahun merupakan titik keemasan entrepreneurship Rasulullah SAW terbukti dengan "terpikatnya" konglomerat Mekah, Khadijah binti Khuwailid, yang kemudian melamarnya menjadi suami.

Adalah kenyataan bila Rasulullah SAW mampu menjalankan kelima perannya tersebut dengan sempurna, bahkan menjadi yang terbaik. Tak heran bila para ilmuwan, baik itu yang muslim maupun nonmuslim, menempatkan beliau sebagai orang yang paling berpengaruh, paling pemberani, paling bijaksana, paling bermoral, dan sejumlah paling lainnya.

Apa rahasia kesuksesan karier dan pekerjaan sang 'Nabi Akhir Zaman' ini? Pertama, Rasul selalu bekerja dengan cara terbaik, profesional, dan tidak asal-asalan. Beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah menginginkan jika salah seorang darimu bekerja, maka hendaklah meningkatkan kualitasnya".

Kedua, dalam bekerja Rasul melakukannya dengan manajemen yang baik, perencanaan yang jelas, pentahapan aksi, dan adanya penetapan skala prioritas. Ketiga, Rasul tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan sekecil apapun. "Barangsiapa yang dibukakan pintu kebaikan, hendaknya dia mampu memanfaatkannya, karena ia tidak tahu kapan ditutupkan kepadanya," demikian beliau bersabda.

Keempat, dalam bekerja Rasul selalu memperhitungkan masa depan. Beliau adalah sosok yang visioner, sehingga segala aktivitasnya benar-benar terarah dan terfokus.

Kelima, Rasul tidak pernah menangguhkan pekerjaan. Beliau bekerja secara tuntas dan berkualitas.

Keenam, Rasul bekerja secara berjamaah dengan mempersiapkan (membentuk) tim yang solid yang percaya pada cita-cita bersama.

Ketujuh, Rasul adalah pribadi yang sangat menghargai waktu. Tidak berlalu sedetik pun waktu, kecuali menjadi nilai tambah bagi diri dan umatnya. Dan yang terakhir, Rasulullah SAW menjadikan kerja sebagai aktualisasi keimanan dan ketakwaan. Rasul bekerja bukan untuk menumpuk kekayaan duniawi. Beliau bekerja untuk meraih keridhaan Allah SWT. Inilah kunci terpenting.

 



BAB III

SIMPULAN

Bahwa Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam. Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.

Beberapa aplikasi sistem ekonomi Islam adalah dengan mengamalkan zakat, infak, shodaqoh, dan wakaf dengan ketentuan-ketentuan yang telah diatur sebagaimana mestinya.

Islam mempunyai suatu konsep yang berbeda mengenai kekayaan, semua kekayaan di dunia adalah milik  dari Allah SWT yang dititipkan kepada kita, dan kekayaan yang kita miliki harus diperoleh dengan cara-cara yang halal, untuk mencapai Al-falah (makmur dan success). Hal ini sangat berbeda bila dibandingkan dengan sistem ekonomi sosialis-dimana sumber kekayaan itu sangat langka dan semua kegiatan ekonomi dibatasi oleh negara-, dan sistem ekonomi kapitalis-dimana sumber kekayaan sangat langka dan terjadi persaingan ekonomi yang terlalu bebas.

Rasulullah juga mengajarkan etika bisnis dalam Islam. Dalam menjalankan sistem ekonomi Islam, kita bisa meniru teladan Rasulullah. Rasul bekerja bukan untuk menumpuk kekayaan duniawi. Beliau bekerja untuk meraih keridaan Allah SWT. Itulah yang terpenting.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Agustianto. Ekonomi Syariah Untuk Kemaslahatan Bangsa. Tersedia: www.pesantrenvirtual.com. 2008

  2. _______. Teologi Ekonomi Islam. Tersedia: www.pesantrenvirtual.com. 2008

    1. 3. Imaduddin, Muhammad. Metodologi Ekonomi Islam. Tersedia: www.pesantrenvirtual.com. 2008

    2. Mubyarto. Jurnal Ekonomi Rakyat, Penerapan Ajaran Ekonomi Islam di Indonesia. Tersedia: www.ekonomirakyat.org. 2002



1 komentar:

Adam Kurniawan mengatakan...

Wah dapat makalah neh!
Asik ...

Best viewed on firefox 5+

Blogger templates

Blogger news

Blogroll

Copyright © Design by Dadang Herdiana